[Review] Torigin Restaurant - Cisarua

Untuk menghindari macet kala wiken, hari Selasa kemarin, kami sekeluarga ke Taman Safari Indonesia (TSI), Cisarua. Beberapa ratus meter sebelum sampai di pintu gerbang TSI, saya melihat penampakan sebuah restoran baru di sebelah kanan jalan. Naluri JalanSutra saya mengatakan, "Wah, musti dicoba nih" :)

IMO, di TSI pilihan tempat makan tidak ada yang istimewa dalam segi rasa. Ini juga yang selalu mendorong kami untuk mencari makan malam di luar lokasi TSI, setiap kali pulang dari sana. Biasanya pilihannya ke Rindu Alam kalau sedang tidak macet (karena harus naik lagi ke arah puncak) atau Mira Sari yang searah dengan jalan pulang ke Jakarta.

Saat tiba di Torogin Restaurant, belum lagi jam 6 sore. Tempatnya luas dan sepi (mungkin karena bukan wiken). Pilihan tempat ada indoor dan outdoor. Untuk outdoor ada saung sekitar 8 buah dan non saung (teras belakang dan halaman belakang). Kami memilih saung yang dekat mainan anak-anak, berupa beberapa ayunan.

Karena belum masuk jam makan malam, maksudnya ingin pesan makanan ringan saja. Oya, restoran ini adalah restoran spesialisasi masakan Jepang. Tetapi selain teriyaki, katsu dan sejenisnya, juga ada beberapa menu non Jepang. Setelah mempelajari menu, maka dipesanlah mi ayam hijau jamur, kentang goreng crispy, nasi tim, 2 teh poci dan 2 teh manis panas.

Yang pertama datang minumannya. Ternyata, teh poci dan teh manisnya rasa dan baunya sama saja, seperti teh poci (ya iyalaaah, masa seperti jus alpukat?!) celup yang biasa saya buat di rumah. Teh poci hadir dalam ceret keramik putih dengan ditemani cangkirnya, sedangkan teh manisnya dihidangkan dalam gelas besar plus sedotan. Gula disediakan terpisah dalam bentuk sachet. Tehnya sendiri berupa teh celup merk L**ton, yang masih menggantung di bibir ceret.

Kemudian datang kentang goreng crispy dan nasi timnya. Kentang gorengnya renyah, tapi sayang bentuknya kecil dan langsing, jadi ngegigitnya kurang puas kalau cuma satu-satu, harus 3-4 potong sekaligus (laper apa doyan?) :) Nasi timnya, menurut anak saya enak sekali, yang diamini oleh kami semua. Tapi untuk porsi, masih kalah dengan yang di Rindu Alam, IMO.

Berikutnya mi hijau ayam jamur pesanan saya datang. Mi-nya yang dibuat tanpa pewarna itu dimasak al dente dengan dengan ayam jamur yang lumayan generous. Mungkin ngiler melihat kami yang puas dengan makanan pesanan kami, hubby pun ingin ikut memesan, padahal sebelumnya keukeuh mau makan malam saja di Mira Sari. Maka dipesanlah paket origin 3, yang berupa 3 potong gorengan (shrimp roll dkk), chicken (atau beef? Maaf, lupa)teriyaki, sejumput salad (ala h**ben) dan nasi. Hasilnya, juga tidak mengecewakan. Mungkin juga karena udara dingin yang membuat selera makan meningkat, jadi makanan rasanya benar-benar nikmat.

Membayar total tagihan sekitar Rp.140rban, overall, kami puas dengan makanan dan pelayanannya. Mungkin di Jakarta banyak restoran sejenis, tapi kalau di daerah Cisarua yang didominasi restoran sunda, restoran ini seperti oase di padang pasir (haiyaaah mulai lebay :p ). Definitely saya akan datang lagi ke sana bila main ke TSI lagi.

Hanya saja, harus sedikit bersabar menunggu makanan datang karena makanan datang satu-satu. Tapi waktu menunggu bisa diisi dengan melihat-lihat pemandangan (dan pastinya foto-foto!) di halaman belakang yang berupa perbukitan dan ada sungai dibawahnya. Bila sudah lewat jam 6an, hati-hati, kabut datang menyelimuti dan udara benar-benar menjadi dingin! Brrrr! Siap-siap jaket tebal kalau kesana malam-malam, ya :)

Selamat wiskul !

Daftar harga
Paket torigin 3 30rb
Mi hijau ayam jamur 22.5rb
Kentang goreng crispy 15rb
Nasi Tim 22.5rb
Teh poci @15rb
Teh manis panas. @4rb

Alamat
Torogin Restaurant
Jl taman safari no 35, cisarua-bogor
Delivery: 0251- 8258548/9201888


Powered by Telkomsel BlackBerry®

Ibu, Di Mata Saya

Waktu kecil, ibu adalah sosok yang menakutkan dengan segala peraturannya yang harus dipatuhi. Sebagai wanita bekerja, ibu di usianya yang belum lagi 30 tahun dengan 2 anak, nyaris seperti single mother karena ayah yang jarang di rumah. Untunglah nenek dan tante-tante saya terkadang datang bergantian untuk membantu menjaga kami.

Tidak setiap waktu di rumah kami ada asisten rumah tangga, karena berbagai alasan. Saat tidak ada yang menjaga kami itulah biasanya ibu lebih repot. Pagi-pagi mengantar abang saya ke sekolah, lalu membawa saya ke kantornya sampai jam pulang sekolah. Siang hari, setelah menjemput abang saya, kami diantarkan ke rumah dan disiapkan makan siang, lalu ibu kembali lagi ke kantor sampai sore. Jarak rumah-kantor-sekolah bukannya dekat, loh. Tapi mungkin karena dulu jumlah kendaraan di jalan belum sebanyak sekarang, maka belum ada macet sehingga waktu tempuh bisa lebih singkat.

Setelah remaja, saya memandang ibu sebagai sosok yang semakin tidak bisa dimengerti. Keadaan diperparah dengan sifatnya yang keras sehingga tidak memungkinkan terjadinya komunikasi. Ini yang menyebabkan sering terjadinya salah paham di antara kami.

Peraturan-peraturannya saya anggap terlalu kuno, tidak sesuai jaman. Dari mewajibkan kami melakukan pekerjaan rumah tangga walaupun ada lebih dari 1 asisten di rumah, jam malam yang diberlakukan untuk semua penghuni rumah (jam 9, semua pintu terkunci dan kuncinya hanya ibu yang pegang), teman lain jenis dilarang datang saat ibu tidak di rumah, dan masih banyak lagi peraturan lain yang tidak masuk akal saya pada saat itu.

Sekarang, setelah dewasa dan menjadi ibu, saya mencoba untuk merenungkan semua itu. Dan saya mulai mengerti mengapa ibu selalu menerapkan peraturan dengan disiplin tinggi yang harus dipatuhi anak-anaknya. Berbagai peraturan itu untuk membentengi kami, agar kami bisa mandiri dan tidak terjadi apa-apa saat kami tidak berada di bawah pengawasannya.

Begitulah ibu, di mata saya. Maksudnya selalu baik, tapi cara penyampaiannya saja yang salah. Maafkan saya ya, Ma... Selama ini kurang sabar untuk mencoba mengerti... Terima kasih sudah berjuang mengurus kami seorang diri... Hanya Allah SWT yang dapat membalas jasa-jasamu, Ma...

Selamat Hari Ibu, Ma.
Semoga mama selalu diberi sehat, bahagia
dan hidup yg penuh barokah oleh Allah SWT.
I may never say it, but I do really love you, Ma.
(sms saya untuknya pagi ini)

Untuk para ibu di manapun berada, Selamat Hari Ibu. Semoga kita selalu diberikan hati yang penuh dengan sabar, dan kasih sayang dalam menjaga, mengurus dan mendidik anak-anak titipan Allah SWT. Amiin ya Rabb.

Haruskah Berpisah?

Siapa sih yang tidak ingin pernikahan yang langgeng sampai beranak cucu dan maut memisahkan? Rasanya, itu menjadi impian setiap orang yang sudah menikah. Tetapi dengan berjalannya waktu, ada-ada saja yang menyebabkan hubungan perkawinan tidak sehangat dulu.
Dari peningkatan karir yang diikuti dengan konsekuensi semakin berkurangnya waktu untuk bersama. Kehadiran anak-anak yang menyebabkan perhatian pada pasangan tidak seintens dulu. Belum lagi komunikasi yang kurang lancar dan godaan-godaan di luar sana.
Seorang teman curhat ke saya. Perkawinannya sedang diambang perpisahan. Ketidakcocokan menjadi penyebab utamanya selain sifat pasangannya yang dinilai sudah menguji batas kesabarannya. Sebagai teman, terus terang saya sedih mendengarnya. Apa tidak bisa dibicarakan baik-baik? Itu respon pertama saya.
Salah satu nasihat ibu yang saya ingat adalah, jangan pernah menceritakan masalah perkawinan dengan keluarga dari pihak kita. Kenapa? Karena justru akan memperkeruh masalah. Sebaliknya, carilah pihak yang sekiranya dapat menjadi penengah seperti paman, guru spiritual, pemuka agama atau teman dekat kedua belah pihak. Lebih baik lagi kalau mencari bantuan profesional seperti penasihat perkawinan.
Jangan terburu-buru mengambil keputusan untuk bercerai. Apalagi saat hati sedang penuh amarah. Walaupun belum memiliki anak, misalnya, tetap saja keputusan bercerai tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan. Namun demikian, bila semua sudah dipikirkan masak-masak, keputusan tetap berada di tangan anda dan pasangan. Bagaimanapun, anda berdua yang menjalaninya. Bukan orangtua, keluarga besar atau siapa pun.
Selama anda dan pasangan masih berkomitmen untuk menjaga keutuhan perkawinan, maka hubungan anda masih dapat diselamatkan. Hanya saja, dibutuhkan kerjasama antara kedua belah pihak untuk mewujudkannya. It takes two to tango!

Wiken Tanpa Mal

Kalau weekends (baca: wiken) alias akhir pekan, anda kemana bersama keluarga? Mal, sepertinya menjadi jawaban mayoritas ya? Padahal, ada banyak loh kegiatan yang bisa dilakukan bersama keluarga, tanpa harus mengunjungi mal.

Bukannya saya anti mal. Sesekali kalau memang lagi ada yang mau dicari, suka juga ke mal, walaupun sebulan sekali belum tentu kesana. IMHO, nilai-nilai yang bisa kita ajarkan ke anak-anak di mal tidak sebanyak tempat lain, menurut saya. Belum lagi dampaknya yang berakibat langsung pada dompet :D

Kapan lagi bisa bermain bersama Ayah bunda kalau bukan wiken? Dari main sepeda/bola di lapangan depan rumah atau main monopoli di rumah bisa menjadi kegiatan yang menyenangkan untuk dilakukan bersama keluarga saat wiken.

Selain itu, anda bisa mengajak anak-anak bekerja bakti seperti mencuci mobil, membersihkan gudang, merapikan/mensortir mainan atau baju mereka. Mencuci mobil sambil main air pasti disukai anak-anak. Usahakan pakai air tadah hujan ya, supaya tidak memboroskan air bersih. Mainan/baju yang masih layak pakai bisa diberikan kepada yang membutuhkan.

Memasak bersama juga dapat dilakukan saat wiken. Dimulai dengan belanja bahan-bahan yang akan dimasak, ke pasar. Disana, mereka bisa diajarkan nama-nama sayuran dan buah-buahan. Untuk yang lebih besar, bisa diajarkan berinteraksi dengan penjual saat menanyakan berapa harga barang. Sampai dirumah, bagi-bagi tugas deh. Anak-anak mencuci sayuran dan menata meja, ayah memotong sayuran, dan bunda memasak. Pasti nanti makannya jadi lebih nikmat. Karena biasanya, anak lebih bersemangat makan makanan yang mereka ikut membuatnya.

Di keluarga kami, wiken biasanya dihabiskan untuk kegiatan ekskul, ke toko buku dan ke tempat-tempat yang memungkinkan anak-anak bebas berlarian dan bermain.

Kegiatan ekskul yang diikuti Z adalah futsal (di sekolah) dan latihan teater (di TIM). Sedangkan Zu lebih suka ikut kegiatan menari. Semua kegiatan ini adalah pilhan anak-anak sendiri, sesuai bakat dan minat mereka. Kami sebagai orangtua hanya mengikuti dan mendukung saja.

Karena punya hobi membaca, ke toko buku merupakan kegiatan favorit kami sekeluarga, bahkan untuk si kecil Za. Anak-anak mendapat jatah 1 buku setiap bulan, walaupun quota ini seringnya sih dilanggar. Selain untuk membeli buku, ke toko buku juga berarti bisa membaca buku gratis berjam-jam loh :p

Mendatangi tempat-tempat seperti lapangan Monas dan Taman Situ Lembang (Menteng) juga menjadi kegiatan rutin kami kala wiken. Di sana anak-anak bisa asyik bermain sepeda atau bola yang dibawa dari rumah, atau bermain layangan yang bisa dibeli disana. Sebaiknya kalau ke sana datang pada waktu sore/malam untuk menghindari teriknya matahari.

Lihatkan, tidak perlu ke mal untuk mengisi waktu kala wiken. Anak-anak tetap senang, dan yang terpenting, ada banyak manfaat yang diperoleh. Bagi yang ingin mendapat inspirasi wiken tanpa mal, bisa follow @wikentanpamall di twitter. Have a great weekends!

Anakmu, Bukan Anakmu

Menurut Islam, anak itu bukan milik orangtuanya. Melainkan milik Allah SWT, yang diamanahkan kepada orangtuanya untuk diasuh, dididik dan dibesarkan. Dari sini bisa disimpulkan bahwa orangtua tidak boleh memaksakan kehendaknya, karena anak berhak menentukan jalan hidupnya sendiri. Orangtua hanya dapat membimbing dan mengarahkan. Tapi pada prakteknya, keinginan orangtua seringkali bertentangan dengan keinginan anak. Walaupun dengan maksud baik, belum tentu anak dapat menerima begitu saja saran-saran dari orangtuanya.

Sebagai orangtua, alhamdulillah kami belum pernah mengalami pertentangan (yang serius) dengan anak dalam hal menentukan pilihan. Karena pada dasarnya kami selalu mendukung apapun yang menjadi pilihan mereka selama itu membawa kebaikan. Kalaupun tidak, saya dan hubby cenderung membiarkan mereka merasakan konsekuensi dari pilihan mereka. Maksudnya agar mereka dapat belajar bahwa setiap pilihan pasti ada konsekuensinya.

Contohnya saat Z lebih memilih untuk tinggal di rumah (karena mau main komputer) saat kami mau pergi makan di luar rumah. Belum ada setengah jam, Z sudah menelpon bertanya kapan kami pulang. Untung perginya tidak jauh, jadi tidak lama kami sudah sampai di rumah kembali. Dari kejadian itu, Z belajar bahwa ikut pergi bersama kami lebih menyenangkan daripada tinggal sendirian di rumah untuk main komputer sekalipun.

Itu untuk menentukan pilihan. Tapi untuk melepas anak mandiri, jauh dari kami, kok saya belum bisa ikhlas ya? Akhir pekan kemarin, kami berjalan-jalan ke sebuah ponpes (pondok pesantren) di Jakarta Selatan. Setelah bertanya-tanya di bagian administrasi, kami melihat-lihat ke asramanya, tempat para santri mukim (menginap) selama masa pendidikan. Disitu, mulai kelas 3 SD santri/santriwati sudah dibolehkan mukim. Dan bila mukim, hanya boleh pulang ke rumah saat liburan sekolah (kecuali tanggal merah dan Sabtu-Minggu harus tetap di ponpes). Tapi kalau dikunjungi keluarga, boleh. Masuk pesantren/boarding school memang sudah menjadi program pendidikan Z mulai SMP nanti. Itu diputuskan setelah didiskusikan jauh-jauh hari. Tujuannya agar Z bisa belajar mandiri dan bisa lebih fokus belajarnya. Z tentu dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan dirinya.

Sementara Z dan ayahnya melihat-lihat kamar asrama, saya duduk di taman sambil menjaga Zu dan Za. Ternyata di taman itu banyak orangtua yang sedang mengunjungi anaknya. Melihat mereka, mata saya langsung basah membayangkan perasaan rindu yang akan saya rasakan bila datang menjenguk Z nanti (bahkan saat menulis ini pun lagi-lagi saya menangis #bundayangcengeng).

Dalam perjalanan pulang, saya tanyakan kesan-kesan Z terhadap ponpes tersebut. "Apakah abang mau mukim disitu?" Jawaban Z, "Mau. Kan nanti dapat banyak teman baru." "Memang abang tidak mikirin bunda? Mikirin dong, jadi bunda gak repot lagi, kan abang udah jauh tinggalnya." Huaaaa jadi tambah mewek deh bundanya :'( Deja vu. Jadi teringat kejadian 6 tahunan lalu, saat diusianya yang masih 2,5 tahun kami akan meninggalkannya selama 40 hari. Bukannya menangis, Z malah melambaikan tangannya dengan riang sementara saya sudah nangis bombay :(

Duh, susah sekali ikhlas untuk berpisah dengan orang yang kita cintai, terutama anak. Mau rasanya anak-anak selalu bersama saya, selamanya. Tapi orangtua kan tidak boleh egois. Apalagi kalau ini untuk kebaikan mereka. Melepaskannya, tinggal jauh darinya... mampukah saya melakukannya? Semoga Allah SWT memberikan saya kekuatan dan ketabahan untuk menjalaninya.

Your children are not your children.
They are the sons and daughters of Life's longing for itself
(Kahlil Gibran).

M A N D I R I

Mandiri yang akan saya bahas berikut ini sama sekali bukan tentang bank milik pemerintah itu. Tapi mungkin ada hubungannya dengan mandi sendiri :p

Sebagai orangtua, biasanya kita karena terlalu sayang sama anak, jadi sering merasa kuatir. Kuatir gizinya tidak cukup, maka anak disuapi. Kuatir mandinya tidak bersih, maka dimandikan. Ujung-ujungnya, si anak jadi tidak bisa mandiri. Tidak bisa melakukan segala sesuatunya sendiri, selalu mengandalkan bantuan orang lain.

Di rumah, 3pzh saya ajarkan untuk mandiri sejak mereka masih bayi. Bayi kok mandiri? Begitu pasti anda bertanya tidak percaya. Beneran loh, bayi juga sudah bisa diajarkan mandiri. Tentu bukan diajarkan mencuci baju sendiri yaaaa... (Plis, dweeh!) Tapi diajarkan untuk tidak selalu harus digendong. Karena saya memilih hidup tanpa asisten rumah tangga, otomatis waktu saya harus dibagi antara mengurus anak dan rumah. Hal ini susah dijalani kalau anak-anak saya termasuk tipe yang harus selalu nempel ke bundanya.

Biasanya, saya letakkan anak di baby trolley (kalau belum bisa berdiri) atau di baby's crib (kalau sudah bisa merangkak/berdiri) dan saya mengerjakan semua pekerjaan di dekatnya. Jadi komunikasi tetap terjalin, tanpa mereka harus saya gendong seharian. Sambil mencuci piring, kaki saya menggoyang-goyangkan trolley. Atau sambil menyetrika, saya bernyanyi untuk si kecil. Tentu sesekali saya menghentikan kegiatan kalau harus menyusui atau menggantikan diaper mereka. Tapi dengan cara ini, semua pekerjaan rumah beres dan anak pun terurus dengan baik.

Kemampuan memakai baju dan sepatu sendiri seharusnya sudah mulai dipelajari anak saat dia sudah bisa berjalan. Tidak apa-apa kalau masih terbalik memakainya. Yang penting dia sudah belajar untuk mandiri. Itu awal yang bagus. Daripada mengeritik kesalahannya, lebih baik berikan pujian atas usahanya. Pasti anak jadi lebih semangat untuk belajar lebih banyak lagi.

Dulu pun, saya selalu diajarkan ibu saya untuk mengerjakan pekerjaan rumah, walaupun di rumah kami memiliki setidaknya dua orang asisten rumah tangga. Membersihkan kamar dan menyiram tanaman harus saya dan saudara-saudara saya kerjakan secara bergiliran. Dikasih fasilitas mobil untuk kuliah, berarti juga berkewajiban mencucinya setiap dua hari sekali. Demikian juga memasak, mencuci dan menyetrika. Semua diajarkan ibu pada anak-anaknya. Sekarang, saya merasakan manfaatnya. Tidak terlalu tergantung pada orang lain. Thank you, Ma *hugs*

Coba lihat ke sekeliling anda, pasti ada saudara atau tetangga yang sudah menikah dan bahkan memiliki anak, tetapi masih menggantungkan hidupnya pada orangtua/mertua. Umumnya, itu tidak melulu salah si anak. Tapi juga orangtua ikut berperan membuat anaknya tidak bisa mandiri di usia segitu. Lagi-lagi rasa sayang pada anaklah yang mendorong orangtua untuk terus-menerus 'menyuapi'-nya. Tapi mau sampai kapan?

Ilmu, bukan hanya yang diperoleh dari bangku sekolah, tapi juga ilmu kehidupan yang dapat dipelajarinya dari anda, orangtuanya. Jadi, kalau anda sayang anak, jangan dimanja terus. Sebaliknya, bekali dia dengan ilmu yang akan berguna bagi kehidupannya kelak. Maka dia, suatu saat akan sangat berterima kasih pada anda, walaupun bukan tidak mungkin sekarang dia akan mengecap anda kejam atau tidak sayang padanya.

Ayo Bersatu Indonesiaku!

Indonesia sedang diuji dengan berbagai bencana belakangan ini. Dari bencana Wasior di Papua, banjir di Jakarta, tsunami di Mentawai dan yang terakhir meletusnya gunung Merapi.

Anehnya, sebagian orang lebih sibuk saling menyalahkan daripada berbuat sesuatu bagi korban bencana. Rakyat menghujat pemerintah, dan pemerintah pun seperti tidak mau kalah, menyalahkan rakyat yang berdosa sebagai penyebab datangnya musibah ini.

Seharusnya musibah yang datang beruntun ke negeri kita tercinta ini, menjadikan rakyatnya semakin bersatu, saling bahu membahumengatasinya. Tidak perlu bantuan dari luar kalau saja kita cukup perduli pada penderitaan saudara-saudara kita. Tidak ada waktu? Tinggal ke ATM, transfer seikhlasnya. Tidak punya uang? Kumpulkan baju-baju bekas layak pakai atau sumbangkan tenaga di beberapa pos bantuan terdekat. Banyak kok alternatif bantuan yang bisa kita berikan. There's a will, there's a way.

Ayo, lupakan sejenak segala permusuhan dan rasa marah di dalam dada. Mari bantu saudara-saudara kita yang tertimpa bencana. Hand in hand, together we can. Ayo bersatu Indonesiaku !!!

Your Life, Your Choice

Kalau ke salon, sebisa mungkin saya selalu menghindar dari salon yang ada prianya. Bukannya apa-apa, selain karena saya sekarang sudah berhijab, juga karena saya (dulu) tidak pernah sreg dengan hasil kreasinya. Pijatannya terlalu keras, make-up nya terlalu menor atau potongan rambut yang tidak pernah mau mengikuti kemauan saya (alasannya sudah kuno, jadi dia selalu memotong rambut saya sesuai trend terkini! Emang itu rambut siapa, coba???)

Tapi saya sih tidak pernah menganggap rendah para pria yang memilih untuk bekerja di bidang fashion atau kecantikan. Memangnya kenapa? Itu kan pekerjaan halal! Apa lebih baik kalau dia jadi preman yang berkesan macho daripada jadi hair dresser atau fashion designer yang kesannya kemayu?

Sebenarnya tulisan saya kali ini dipicu oleh berita tentang seorang remaja 13 tahun di Amerika yang bunuh diri akibat diolok-olok gay oleh teman-temannya di sekolah. Anak 13 tahun! Kalau saya jadi orangtuanya, mungkin sudah saya tampar satu per satu orang yang melakukan itu pada anak saya!!!

I know, being a gay or homosexual is not allowed by our religion. Tetapi bagaimana kalau sifat itu sudah ada sejak si anak lahir, karena kelainan hormon atau apalah. Ada orang-orang yang tidak dapat memilih pilihan yang "normal" karena suatu keadaan yang di luar kontrolnya. Dan sebagai manusia, saya rasa saya tidak punya hak untuk menghakiminya. Biarlah itu menjadi urusannya dengan Sang Khalik.

Saya punya beberapa teman yang memilih jalan itu. Dan sebagai teman, mereka adalah teman yang baik. Bukankah a gay is a woman's best friend? Sebagai pribadi pun, mereka seperti laki-laki normal pada umumnya, punya pekerjaan mapan, bertingkah laku sopan dan bersosialisasi dengan baik. Perbedaannya hanya terdapat pada orientasi seksualnya. Jadi kenapa saya musti mengeliminasi dia dari daftar teman saya hanya karena hal yang tidak mengganggu saya sebagai temannya?

Saya termasuk orang sangat percaya bahwa setiap orang punya hak untuk memilih.... Tapiiiii, selama pilihannya tidak melanggar hak orang lain. Seperti orangtua yang tidak boleh memaksakan kehendaknya pada anak, hanya boleh mengarahkan dan membimbingnya saja. Itu orangtua, apalagi orang lain. Punya hak apa mengatur hidup orang?

Maaf ya, kalau saya jadi emosi jiwa. Sedih sekali membayangkan seorang anak yang baru beranjak remaja mengakhiri hidupnya hanya karena orang di sekelilingnya tidak dapat menilainya sebagai seorang manusia yang utuh. Hanya dari orientasi seksualnya :( Ini hidup anda! Pilihan ada di tangan anda! Andalah yang bertanggung jawab sepenuhnya kepada diri sendiri dan yang menciptakan anda! Your life, your choice! But please, choose wisely!

PS: kenapa beberapa tulisan saya terakhir selalu mellow yellow dan emosi jiwa ya? (banyak tanda serunya!) Hmmmm mungkin akibat PMS X_X

Kangen Nabawi

Malam-malam, dingin sehabis turun hujan, kok tiba-tiba perasaan saya jadi mellow yellow gini ya? Tiba-tiba kangen Nabawi.

Mungkin bagi sebagian orang yang sudah pernah umrah atau pun haji, mereka lebih merindukan Masjidil Haram daripada Nabawi. Tapi saya beda. Nabawi, menurut saya sangat istimewa. Tidak melebihi Masjidil Haram yang di dalamnya ada Kabah, tentunya. Tetapi rasa kangen pada
Rasulullah yang timbul setiap kali saya mengingat masjid Nabawi dan melantunkan shalawat, sulit untuk dilukiskan dengan kata-kata. Pastinya, bila rasa kangen itu datang, saya tidak dapat menahan air mata yang turun berderai seperti hujan barusan :'(

Ya Rabb, ijinkan aku datang lagi ke sana. Ingin kutuntaskan rasa rindu ini. Sekali lagi.

Ya Nabi, salam alaika...
Ya Rasul, salam alaika...
Ya Habib, salam alaika...
Shalawatullah alaika...

Ulang Tahun

Pernah baca atau lihat di infotainment, artis yang merayakan ultahnya atau ultah anaknya di hotel berbintang dengan biaya puluhan bahkan ratusan juta? Hebat ya? Hebat borosnya, maksudnya.

Memang sih, itu uang dia, hak dia mau diapakan uangnya.... Tapi boleh dong, saya yang membaca/mendengar/menonton beritanya berandai-andai... Seandainya uang segitu dipakai untuk berbagi nasi bungkus, berapa fakir miskin bisa terbebas dari lapar pada hari itu? Seandainya uang segitu dipakai untuk membayar uang sekolah, berapa anak yang tidak jadi putus sekolah? Seandainya... Seandainya... *daydreaming*

Dulu waktu kecil, saya sempat beberapa kali merayakan ultah. Tapi itu tidak rutin tiap tahun, dan tidak pernah besar-besaran. Biasanya ibu saya selalu menyempatkan diri untuk memasak hidangannya, membeli kue ulang tahun, lalu mengundang teman dan tetangga. Dari pengalaman itu, yang paling ditunggu adalah acara membuka kado, setelah para tamu pulang ;)

Sekarang setelah memiliki anak, saya tidak meneruskan tradisi itu. Memperingati hari ulang tahun bagi kami hanyalah meniup lilin pada sepotong kue kecil atau sebuah mini cake ditambah 1-3 kado untuk menyenangkan hati yang sedang berulang-tahun. Untuk kado, biasanya by request dan diskusi, agar sesuai keinginan dan sesuai anggaran. Buat yang belum bisa minta atau belum tahu mau minta apa (dibawah umur 4 tahun), biasanya hadiah kecil sederhana sudah cukup membuat loncat kegirangan. Tempat pensil batman, sikat gigi princess, baju tidur pooh atau kaos Cars, adalah beberapa barang yang pernah kami berikan sebagai kado. Ternyata, tidak perlu mahal kok, untuk menyenangkan anak. Kecuali, kalau si anak sudah terbiasa memiliki barang-barang mahal, itu lain cerita.

Alangkah baiknya, kalau hari ulang tahun juga kita identikkan dengan hari berbagi. Daripada mentraktir teman yang sudah biasa makan di cafe, bagaimana kalau sekali setahun kita mentraktir kaum dhuafa atau anak yatim? Sekali mentraktir di cafe, bisa habis minimal 500rb loh, untuk 4-6 orang. Sedangkan kalau dibelikan tumpeng dan diantarkan ke panti asuhan, bisa untuk 30-35 orang. Bahkan kalau uang segitu dibelikan nasi bungkus, bisa untuk 25-50 orang. Banyak mana pahalanya? ;)

Bagaimana dengan tradisi ulang tahun di keluarga anda? Share dong, di sini.

Ten Down, Hundreds To Go

Dimulai dari pertemuan di sebuah tempat yang jauh, sewaktu sama-sama menuntut ilmu. Setelah berkenalan, baru tahu kalau ternyata kami berasal dari universitas yang sama di Jakarta. Tinggal di asrama yang sama, hanya beda blok, dan mengambil jurusan yang juga sama, memungkinkan kami bertemu setiap hari, walau hanya say hello.

Kesan pertama saya terhadapnya adalah, sebel. Hehehe. Soalnya dia tuh orangnya suka sok pede gitu. Kalau saya lagi memfoto teman-teman, biasanya dia suka nyeletuk, "Pasti mau foto gue kan? Bilang aja." Huuuu, siapa yang nggak sebel dengernya? Jadi biasanya, kalau ada dia, saya sengaja hanya memfoto kakinya saja (rasain! *muka tega*). Belakangan, saya baru tahu kalau itu dia lakukan untuk mencairkan suasana. Karena dia orangnya pendiam, jadi tidak tahu mau ngomong apa.

Kebetulan, kami dekat dengan seorang teman (cowok) yang sama, si R. Jadilah kami sering jalan bareng bertiga. Tapi tetap saja saya dan dia belum bisa akrab. Sikap kami yang sama-sama pendiam kalau dengan orang yang tidak kenal baik, membuat kami sering kekurangan bahan pembicaraan.

Dari R, saya tahu bahwa dia sedang ingin berubah ke arah yang lebih baik. Dia sengaja ingin kuliah di tempat yang jauh agar bisa meninggalkan kebiasaan-kebiasaan jeleknya dulu. Saya tidak tahu apa yang diceritakan R ke dia tentang saya. Tapi dengan berjalannya waktu, suasana menjadi tidak kaku lagi, dan dia mulai bisa "ngobrol".

Singkat cerita, sampailah di suatu pagi yang tidak terlupakan. Dia mengajukan suatu pertanyaan yang membuat saya bingung menjawabnya. Dia tanya, "Kamu mau nggak, jadi ibu dari anak-anakku?" Yang pertama terlintas di otak saya: "Memangnya dia sudah punya anak?" *garuk kepala* Habis, pertanyaannya tidak biasa. Jadi pacar saja belum, kok sudah mau ngajak nikah? Apa semua orang yang pendiam itu selalu serius ya?

Satu setengah tahun setelah kejadian itu, kami menikah. Mungkin pernikahan itu tidak akan terjadi (dengan seijin Allah, tentunya) kalau dia tidak keukeuh memaksa saya pulang. Saat itu saya sebenarnya masih ingin tinggal disana setahun lagi untuk bekerja. Kegigihannya juga yang akhirnya mampu melembutkan hati ibu saya sehingga akhirnya merestui pernikahan kami.

Sekarang, setelah sepuluh tahun menikah, sudah ada 3 PZH, buah cinta kami. Kalau ditanya resepnya, waduh... sepuluh tahun itu masih terlalu sedikit jam terbangnya. Tapi kalau boleh saya merumuskan, cinta, pengertian dan komitmen adalah komponen terpenting dalam sebuah pernikahan.

Cinta tentu saja merupakan faktor penting yang harus terus dijaga agar tetap ada selama umur perkawinan. Meluangkan waktu berdua saja, walau itu hanya untuk makan bakso di warung bakso dekat rumah, jalan bergandengan tangan, memberikan perhatian pada pasangan, hanyalah beberapa cara dari sekian banyak cara yang dapat saya sebutkan disini, untuk menjaga rasa cinta itu tetap ada.

Sementara adanya pengertian dapat menghindarkan kita dari pertengkaran-pertengkaran yang tidak penting. Mengerti bahwa pasangan kita terkadang memiliki kebiasaan yang mengganggu seperti meletakkan barang tidak pada tempatnya, pelupa dan sebagainya. Sebelum berusaha mengubahnya, coba introspeksi diri. Anda pun pasti memiliki kebiasaan yang tidak disukai pasangan kan? Seperti kebiasaan menghabiskan waktu berjam-jam untuk berdandan dan belanja, terlalu cerewet (meributkan hal-hal kecil) atau terlalu boros. Jadi, tidak ada manusia yang sempurna. Kalau memang mencintainya, seharusnya anda dapat menerima kekurangannya seperti juga anda mencintai kelebihan yang dimilikinya.

Di saat rasanya suatu hubungan tidak dapat diselamatkan lagi, komitmen yang kuat untuk tetap menjaga keutuhannya sangat dibutuhkan. Katakanlah, saat salah seorang dari anda melakukan kesalahan fatal, seperti selingkuh, cinta dan pengertian saja belum tentu dapat menyelamatkan hubungan anda. Tetapi komitmen yang kuat dapat mengalahkan ego, memaafkan, menyembuhkan luka dan menumbuhkan harapan baru setelah badai berlalu.

Semoga, ketiga hal itu tetap dapat kami jaga dalam tahun-tahun mendatang perkawinan kami. Semoga Allah SWT menjadikan kami keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah yang barakallah.

Happy 10th anniversary, Hon...
I love you, in the name of Allah...
Ten down, hundreds to go...

Are You A Good Friend?

Are you a good friend? Before you say yes, please check the list below.

- are you noticing when your friend is missing in the community more than a day?
- are you checking her/him up (by phone, bmm, etc) to know how's she/he doing when she/he still not around?
- are you forgiving her/him when she/he made a mistake?
- are you supporting her/his decision as long as it's good for her/him?
- are you telling her/him when she/he made fool of her/his self?
- are you wishing her/him well when she/he said that she/he is not feeling well?
- are you there when she/he needed you the most (Do you/don't you picked up the phone when she/he called you when you were sleeping)?

If your answers are mostly no, well, you are not a good friend. No wonder you're loosing her/him as a friend.

If all of your answers are yes, congratulation! You are a good friend.
A friend in need is a friend indeed.

Hikmah dan Berkah bulan Ramadhan

Ramadhan tahun ini, alhamdulillah, banyak hikmahnya bagi kami sekeluarga. Dari bb yang tewas dengan sukses pas di hari ultah (dan sampai sekarang masih di opname di ambas!), sampai wabah flu yang menyerang kami sekeluarga hampir sebulan ini, berganti-gantian. Cobaan kok membawa hikmah? Bisa saja. Tergantung dari sisi mana kita melihatnya. Walau hidup terasa sepi tanpa senda gurau dengan teman-teman di grup, tidak ada bb memungkinkan saya untuk cukup istirahat karena tidak tidur terlalu larut. Kalau tidak begitu, mungkin saya sudah ikutan tepar, kecapekan mengurus 4 orang "pasien", sementara saya sendiri sedang batuk. Sakit kali ini benar-benar ujian kesabaran. Dimulai dari Zi yang demam, lalu Zu ikutan demam, lalu saya, lalu hubby dan terakhir Za. Wew! Mungkin ini cara Tuhan membuat kami agar beristirahat. Memang sejak awal puasa kami selalu tidur diatas jam 10 karena banyak yang harus diselesaikan. Ramadhan ini juga membawa berkah. Pintu yang selama 1,5 tahun ini tertutup, alhamdulillah sudah terbuka bagi kami. Dan silaturahim yang sempat terputus pun kembali terjalin. Program mengajarkan Zu puasa juga berjalan dengan cukup baik. Kenapa saya katakan cukup? Karena si kakak tiap 5 menit masih suka bertanya," Masih lama ya bun, bukanya?" Atau kadang-kadang Zu suka merayu, "Boleh minum ya, bun... Dikiiiitt aja. Nanti aku puasa lagi, kok" :D Walau begitu, saya bangga sekali dia mau belajar puasa diusianya yang baru 4 tahun. Insya Allah, tahun depan bisa lebih baik lagi. Demikian banyak hikmah dan berkah di Ramadhan tahun ini, membuat saya tidak sabar untuk bertemu Ramadhan di tahun depan. Pembaca, mohon maaf ya bila ada tulisan saya yang kurang berkenan. Semoga Ramadhan kali ini juga membawa banyak hikmah dan berkah bagi anda sekeluarga. Selamat Iedul Fitri. *hugs*

Baju Baru Untuk Lebaran, Haruskah?

Lebaran, sebentaaaar lagi..... *nyanyi* Rasanya baru beberapa hari yang lalu mulai puasa. Tidak terasa ya? Sudah mempersiapkan apa saja buat lebaran nanti? Baju? Kue? Hidangan lebaran? Bingkisan lebaran?
Kalau kue lebaran, biasanya saya menyiapkannya paling 2-3 toples saja. Karena biasanya tidak pernah kedatangan tamu. Maklum, tiap lebaran, kami yang harus mendatangi orangtua/mertua dan saudara-saudara. Jadi percuma juga disiapkan. Paling-paling kuenya cuma jadi camilan anak-anak di rumah :) Apalagi hidangan lebaran. Siapa yang mau makan? Pagi-pagi sekali biasanya setelah shalat Ied, kami langsung meluncur ke rumah orangtua/mertua. Lalu dilanjutkan ke rumah saudara-saudara, dan malam hari baru pulang ke rumah, dengan perut kenyang tentunya. Bagaimana tidak kenyang, kalau di tiap rumah pasti diwajibkan mencicipi ketupat dan kawan-kawannya? *alasan, padahal sih, numpang makan* :D
Kalau baju.... nah ini dia yang mau dibahas. Sebagian orang merasa perlu membeli baju baru tiap lebaran. Alasannya, sudah tradisi. Jadi ini sebenarnya tradisi yang diteruskan dari orangtua kita, dan sekarang kita terapkan kembali ke anak-anak kita.
Bagi yang rajin mengikuti blog saya, tentunya tau dong, saya ini tidak hobi belanja. Jadi kalau beli baju baru, kesempatannya hanya kalau sedang liburan ke kota sejuta FO (factory outlet) alias Bandung dan saat menjelang lebaran. Kalau ke Bandung, biasanya saya sekalian belanja kado untuk setahun. Saya termasuk orang yang lebih senang memberikan kado berupa pakaian. Lebih bermanfaat dan mudah mencarinya, menurut saya. Jadi tiap ke Bandung, saya selalu siap dengan daftar nama-nama anak, keponakan, kakak, adik, ipar, orangtua/mertua yang akan berulang tahun setahun ke depan.
Nah, kalau lebaran saya masih menyediakan baju baru, biasanya baju yang senada/seragam untuk kami sekeluarga, ya lagi-lagi karena alasan tadi. Saya tidak hobi belanja. Baju yang disediakan saat lebaran inilah yang biasanya kami pakai untuk ke acara pernikahan atau yang sejenisnya. Karena biasanya berupa baju berbahan batik.
Jadi berbulan-bulan sebelum bulan puasa, bahannya sudah dibeli. Sebulan sebelum puasa, sudah diantarkan ke tukang jahit. Kalau nanti ternyata sudah ada acara yang harus dihadiri sebelum lebaran, ya bajunya dipakai untuk acara itu dulu. Nanti lebaran, dipakai lagi. Tidak masalah kan?
Untuk anak-anak, saya jarang membelikan mereka baju diluar dua kesempatan yang saya sebutkan di atas. Kalaupun dibelikan, itu pasti karena benar-benar diperlukan, misalnya harus pakai kaos merah untuk acara tujuh belasan (believe it or not, si kakak bajunya 90% warna pink dan tidak satupun yang merah).
Kalau untuk saya? Wah, malah hampir tidak pernah beli sendiri. Kebanyakan barang-barang saya merupakan pemberian saat saya ulang tahun. Ngirit? Pasti anda menebak begitu. Tidak juga. Saya cuma merasa penampilan itu bukan suatu hal yang penting. Kelemahan saya ada pada buku. Kalau ke toko buku, duh.... bisa kalap!
Kembali ke topik. Baju baru untuk lebaran, haruskah? Menurut saya, tidak. Itu hanya tradisi. Pilihan ada di tangan anda, mau meneruskan tradisi itu atau tidak.

Life Begins At 35

I stop counting my age after my 35th birthday (when was that? *amnesia* ). So when someone asked me how old I am now, I was like... Huh?? Give me a minute! (then I start counting: this year minus my birth year) :D
It is not because I don't like getting older, but in my opinion, life begins at 35. I believe, if you want to change into a better person, it would be more difficult for you to do it if you haven't changed after you're 35 years old. On the contrary, the bad habits you have are more likely to become worst. I'm not saying that it's impossible to change when you're over 35.. But the older you get, the more difficult it becomes.
So the age of 30 should be your turning point. Do you want to change into a better person or stay that way? And 5 years of time should be long enough for the process. Of course, it takes the rest of your life to be a better person, but 5 years should be enough for the start.
You should stop thinking that you're the centre of the earth. There are other things more important than yourself. Then try to have some empathy for other's misfortunes. Last but not least, stop complaining, and start counting your blessings. That, I promise you, will transform you into the-new-you!
So, are you ready to transform now? ;)

Mengajarkan Si Kecil Puasa

Sesuai janji, kali ini saya ingin berbagi pengalaman dalam mengajarkan anak berpuasa. Z (baca: zi) putra sulung kami, mulai belajar puasa umur 4 tahun. Baru setengah hari, tapi selama sebulan penuh. Mengajarkan anak umur segitu untuk berpuasa memang tidak mudah. Tantangan terberat adalah membuatnya mau makan saat sahur. Bagi kita yang dewasa saja, makan dengan mata masih mengantuk, pasti kurang berselera kan?

Untuk menyiasatinya, saya membuatkan makanan yang gampang, porsinya sedikit dan pastinya harus dia sukai. Takut kurang gizi? Kan masih ada susu dan vitamin. Kadang-kadang Z hanya mau nasi dengan lauk nugget, telur ceplok atau dadar. Biasanya saya gunakan mentega, bukan minyak goreng untuk membuat ceplok dan dadar agar rasanya lebih gurih. Atau kalau sedang terburu-buru (bangun sudah menjelang imsyak), bikin menu all in 1 saja, nasi goreng bakso. Asal susunya habis segelas. Air putih 2 gelas (segelas sebelum dan sesudah makan) dan vitamin sayurannya diminum (bisa dicampurkan ke susu kalau dia belum bisa menelan kapsul), insya Allah si anak akan sehat-sehat saja. Well, setidaknya Z sehat-sehat saja :)

Pasti banyak ibu-ibu protes, kalau makannya kurang gizi, bisa sakit dong anak saya? Mending tidak usah puasa saja sampai nanti dia cukup besar! Yaaah, terserah pendapat masing-masing, ya. Prinsip saya, you may have it all, but not all at once! Tujuannya sekarang kan mengajarkan anak berpuasa. Itu dulu yang dikejar. Kurang sayur, bisa dikasih vitamin. Kurang karbohidrat, bisa ditambahkan susu bersereal atau kentang. Tidak mau susu, berikan keju lapis. Makanan pengganti itu banyak loh jenisnya! Rajin-rajin googling ya, bunda. Dan ingat, ini hanya berlaku sementara, hanya sebulan setiap setahun sekali. Tidak perlu takut pertumbuhan anak jadi terganggu. Cara ini juga kerap saya pakai bila sedang dalam perjalanan (berlibur), dimana biasanya anak-anak jadi berkurang nafsu makannya karena terlalu sibuk menjelajah tempat baru.

Untuk buka puasa, sediakan bukaan yang dia sukai. Ajak dia belanja makanan berbuka di pasar atau membuatnya sendiri di rumah. Ini akan membantunya bertahan di menit-menit terakhir sebelum berbuka. Kalau makanan berbukanya tidak disukai anak, bisa jadi dia tidak mau menunggu hingga waktunya berbuka. Jadikan ini semacam reward, kalau dia bisa bertahan hingga waktu berbuka, ada puding coklat dengan vla susu untuknya, misalnya.

Di sekolah, titipkan pada gurunya, katakan si kecil sedang belajar berpuasa. Biasanya, saat teman-temannya membuka bekal, gurunya akan mengajak ke perpustakaan, sehingga dia tidak tergiur untuk makan dan minum seperti teman-temannya.

Di minggu-minggu pertama, Z puasa mulai dari setelah pulang sekolah hingga maghrib. Begitu pulang sekolah jam 945, di rumah saya langsung menyuapinya. Setelah semua makanan, air putih, susu dan vitamin ditelannya, maka dimulailah proses belajar puasa itu, yang berarti bisa jam 11, 12 atau bahkan jam 13 wib. Tergantung dari lamanya Z menyelesaikan "sahur"-nya. Minggu ke 3 dan 4, Z mulai ikut sahur bersama, karena sekolah sudah mulai libur, sehingga tidak usah takut bangun kesiangan. Tetapi, jam imsyak-nya masih fleksibel. Dari mulai seselesainya, jam 7, jam 6, sampai akhirnya sesuai dengan jadwal imsyak yang normal. Memang cara ini tidak sesuai dengan akidah, tapi ini kan proses belajar. Yang terpenting, jangan sampai anak merasa puasa itu sulit dan berat.

Jangan lupa, pantau selalu kondisi kesehatannya. Kalau si kecil sakit, jangan dipaksakan. Tapi kalau dia terlihat normal seperti biasanya, boleh diteruskan. Memang berat badannya berkurang selama puasa, tapi alhamdulillah, Z tetap sehat hingga selesai sebulan penuh berpuasa. Tetap pecicilan seperti biasa :D

Bagaimana dengan kebiasaan orangtua yang memberikan insentif (uang) ke anak bila mereka bisa menjalankan puasa? Menurut saya sih, sah-sah saja, selama diberikan pengertian, uang itu bukan diberikan karena dia berpuasa. Tetapi karena untuk anak seumurannya dia telah melakukan hal yang sangat hebat. Insentif ini sebaiknya hanya diberikan kepada anak yang usianya tidak lebih dari 7 tahun. Seiring dengan semakin matangnya pola pikirnya, anak usia diatas 7 tahun dapat diberi pengertian mengenai kewajiban dalam agama dan hubungannya dengan pahala dan dosa.

Saya tidak tahu apakah kebiasaan saya yang tetap menjalankan ibadah puasa saat sedang hamil dan menyusui dapat mengajarkan anak-anak saya berpuasa sejak dalam kandungan. Tetapi saya percaya, bila orangtua memberi contoh, anak akan meniru. Maka jadilah role model yang baik baginya.

Selamat berpuasa :)

Puasa = Menahan Diri

Kemarin belanja bulanan, kaget juga lihat nilai totalnya... Naik 400ribuan dari belanja bulan kemarin! Padahal barang-barang yang dibeli tidak beda jauh. Waduh, inflasi sudah mulai terasa nih.

Dimulai dari tahun ajaran baru, TDL (Tarif Dasar Listrik) naik, masuk bulan Ramadhan, kemudian lebaran.... Tidak heran kalau harga-harga mulai merayap naik. Uang di dompet pun tidak bertahan lama. Langsung serasa punya gaji 8 koma (tanggal 8 sudah koma, alias bokeeeekk!!!) :D

Bagaimana mengatasinya? Kalau saya saranin hidup hemat, mungkin males ya dengarnya? Terutama bagi yang seperti keluarga saya: jarang nge-mall, makan di restoran ataupun belanja barang-barang mahal. Jadi, apalagi yang bisa dihemat?!

Dalam belanja, prinsip saya: belanja yang dibutuhkan, buat daftarnya, lakukan paling banyak 2 kali sebulan, lalu tutup mata! Belanja yang dibutuhkan, artinya kalau di rumah stok yang habis adalah minyak, gula dan garam, ya berarti minuman kaleng tidak perlu dibeli, dong? ;)

Buat daftarnya. Ini penting supaya kita tidak lupa apa saja yang harus dibeli. Dari rumah mau beli sabun, jangan pulang-pulang malah bawa gayung, keset dan cemilan. Sementara sabunnya sendiri akhirnya lupa terbeli!

Lakukan paling banyak 2 kali sebulan. Semakin sering kita ke supermarket, maka akan semakin besar kemungkinan kita membeli barang-barang yang sebenarnya tidak kita butuhkan. Jadi untuk barang-barang yang tahan lama seperti odol, deterjen, sampo, dan sejenisnya, sebaiknya termasuk dalam daftar belanja bulanan. Untuk sayur, daging, atau ikan bisa dibeli harian di pasar tradisional atau tukang sayur.

Lalu kenapa harus tutup mata? Karena kalau belanja barang-barang yang sifatnya pokok seperti susu anak, semahal apapun, kan tetap harus kita beli? Apalagi tidak semua anak bisa minum sembarang susu atau pun berganti-ganti merk. Jadi biasanya, kalau sudah terbiasa dengan merk tertentu, maka seterusnya akan mengkonsumsi merk tersebut.

Begitu juga kalau lagi diskon, tidak perlu diborong. Yang namanya susu, kalau dibeli banyak-banyak kan takut kualitasnya menurun kalau kelamaan disimpan. Jadi ya tutup mata saja! Mau lagi mahal, mau lagi diskon, beli sesuai kebutuhan, kalau itu merupakan barang kebutuhan pokok dan memiliki masa kadaluarsa.

Untuk menyiasati pengeluaran lebaran yang biasanya sangat besar, saya mencicilnya sejak sebelum masuk bulan Ramadhan. Bahan untuk baju sudah dibeli dari 4 bulan lalu, dan sudah ditaruh di tukang jahit sejak seminggu lalu. Untuk kue-kue lebaran, saya pesan seminggu sebelum Ramadhan, supaya stoknya di agen masih lengkap dan bisa bebas memilih. Jadi di bulan puasa nanti, tidak akan kami habiskan waktu berbuka di mall apalagi sampai meninggalkan tarawih. Justru di bulan itulah kami sekeluarga lebih banyak di rumah.

Tapi bukan berarti tidak keluar rumah sama sekali, ya. Biasanya, saat wiken, kami sahur di luar rumah. Lalu dilanjutkan shalat subuh di masjid. Hal ini untuk membuat acara sahur menjadi lebih menyenangkan buat anak-anak dan membiasakan mereka shalat berjamaah di masjid. Sampai tahun lalu, baru si abang yang sudah puasa (z mulai puasa setengah hari umur 4 tahun, dan puasa penuh umur 5 tahun). Tapi adik-adiknya biasanya ikutan sahur juga, walau pun tidak puasa :) Tahun ini giliran si kakak diajarkan puasa. Mudah-mudahan semudah mengajarkan puasa pada si abang *crossing my fingers* ;)

Puasa itu kan intinya menahan diri. Tidak sekedar menahan lapar dan haus. Menahan diri dari keinginan berbelanja, termasuk di dalamnya, lho. Jadi jangan Ramadhan dijadikan alasan untuk buka puasa di luar rumah dan nge-mall lebih sering sering doooong ;) Jadikanlah bulan suci ini untuk memperbanyak ibadah dan memperbanyak waktu untuk keluarga.

Pembaca Idenyadini yang baik hati dan tidak sombong, sebelum memasuki bulan Ramadhan, saya mohon dimaafkan kalau ada salah-salah kata di blog saya ini ya? Semoga ibadah kita di bulan suci nanti diterima oleh Allah SWT dan semoga kita dipertemukan kembali dengan Ramadhan di tahun depan. Amiin :)

Selingkuh

Sudah ada 4 tahun saya tidak nonton tv. Selama itu pula, berita terkini saya peroleh dari internet, media interaktif (seperti detik.com) maupun media sosial (seperti twitter). Karena berita yang didapat lebih banyak berupa tulisan, bukan gambar, jadi agak terkaget-kaget bercampur mumun (mau muntah) waktu tiba-tiba dapat broadcast foto seorang penyanyi wanita yang sedang (maaf) ciuman (bibir!) dengan seorang pria yang masih resmi menjadi suami orang (!!!) Apa saya yang masih old fashioned, atau memang orang Indonesia sudah mulai luntur tata kramanya ya? *garuk-garuk kepala*

Selingkuh saja sudah salah. Ini sampai dipamerin di tv nasional, lagi. Bikin salah kok bangga?! Apa tidak memikirkan perasaan anak-anaknya di rumah yang mungkin saja menyaksikan tayangan itu? *tepok jidat*

Kenapa ya, selingkuh sudah menjadi hal yang biasa sekarang ini? Kalau memang benar itu cinta, kenapa tidak bisa menunggu sampai status perceraiannya jelas? Takut perasaan yang dikira cinta itu keburu memudar kalau kelamaan? Wah, kalau itu sih nafsu namanya, bukan cinta. Kalau nafsu, akan memudar seiring berjalannya waktu. Tapi kalau cinta, justru semakin lama semakin kuat (bila dipelihara, tentunya).

Dulu, salah seorang teman, sebut saja si A, pernah curhat ke saya. Dia telah pacaran lebih dari 5 tahun dengan B saat dia mulai tergoda untuk selingkuh dengan teman dekatnya, si C. Waktu saya sarankan untuk memilih, A bilang dia mencintai keduanya. Sewaktu si C akan menikah dengan pacarnya (jadi si A itu juga selingkuhannya si C), dia bilang ke A, akan membatalkan perkawinannya kalau si A memintanya. Gilaaaaa!!! Buat apa kawin, kalau cuma dijadikan plan B? Sekarang, si A sudah menikah dan punya anak, tapi bukan dengan si B mau pun si C (-_-)" Moral of the story: saat cinta bisa dibagi, itu artinya bukan cinta sungguhan. Jadi layak untuk ditinggalkan.

Orang yang mau jadi selingkuhan, menurut saya termasuk golongan orang yang tidak menghargai dirinya sendiri. Orang yang menghargai dirinya, pasti tidak mau dijadikan serep (cadangan) kan? Selain itu, orang yang mau dijadikan selingkuhan biasanya egois. Mereka tidak bisa berempati pada kesusahan orang lain. Tidak perduli sebuah keluarga hancur dan anak-anak menjadi korban pertengkaran dan perceraian orangtuanya. Apapun akan dilakukan demi mendapatkan yang diinginkannya. Berbahagia di atas kesengsaraan orang lain justru dilihatnya sebagai sebuah kemenangan.

Buat yang sudah terlanjur jadi selingkuhan, saran saya: just leave him/her! You deserve someone better! Buat yang tetap keukeuh mau jadi selingkuhan, saya quote status seorang teman saya di fb: Go XX! (go to h**l)!!! *sensor* :D

Hari Pertama Sekolah

Hari pertama sekolah merupakan hari yang spesial, baik bagi para orangtua maupun anaknya. Banyak orangtua (khususnya para ibu) yang sengaja ijin datang terlambat ke kantor demi mengantarkan anaknya ke sekolah hari ini. Khusus hari ini saja, karena besok-besok sudah menjadi tugas asisten atau pak supir lagi ^_*

Sementara bagi anak, hari pertama masuk sekolah bisa menjadi hari yang sangat menegangkan sekaligus menyenangkan. Tegang, karena harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Menyenangkan, karena akan punya banyak teman, dan rasanya pasti keren sekali memakai seragam dan peralatan sekolah yang baru.

Hari ini, selain si abang, si kakak juga mulai sekolah. Tadinya, karena sesuatu hal, si kakak akan dimasukkan sekolah tahun depan saja, langsung TK B. Agar tidak bosan di rumah, dia dileskan baca tulis (sejak umur 3 tahun), matematika dan menari (sejak umur 4 tahun). Tapi ternyata Allah mengijinkannya sekolah tahun ini.

Letak sekolah yang dekat memungkinkan kami untuk berjalan kaki ke sekolahnya. Kurang dari 5 menit sudah sampai. Kakak berjalan duluan di depan sementara saya di belakang menuntun si adik yang jalannya masih belum bisa cepat.

Saya dan si adik bahkan belum masuk ke gedung sekolah, saat dengan pedenya si kakak masuk ke ruang tengah dimana teman-teman dan guru-guru barunya berkumpul membentuk lingkaran. Acara perkenalan sudah dimulai, dan kami yang rumahnya paling dekat, terlambat 10 menit!! *tutup muka*

Kata bu guru, "Waaah, ini ada teman baru lagi, siapa namanya?" "Zuhla" jawab kakak tanpa malu-malu walau masih cadel. "Ayo teman-teman, kita ucapkan selamat datang kepada Zuhra", ajak bu guru kepada murid lainnya. "Selamat datang Zuhra," seru mereka. "Telima kasih" jawab kakak lagi.
Duh, tanpa dapat dicegah, tiba-tiba mata saya penuh dengan air mata *mewek* Bunda mana sih yang tidak bangga melihat anaknya percaya diri dan tahu sopan santun begitu? Momen-momen seperti inilah yang selalu membuat saya mensyukuri pilihan saya untuk tidak bekerja dan mengurus anak-anak tanpa asisten.

Setelah kakak masuk kelas, saya dan si adik pun pulang. Lokasi sekolah yang dekat, kesiapan mental si kakak untuk sekolah dan lingkungan sekolah yang nyaman, membuat saya tenang meninggalkannya di sekolah walaupun ini adalah hari pertamanya masuk sekolah :)

Sing Sabaaar

Kata orang, sabar tidak ada batasnya. Tapi kok susah sekali ya, menahan sabar itu? Untuk yang emosional seperti saya ini, kesabaran adalah salah satu ujian terberat.
Malah ada yang menyarankan untuk menghitung dulu minimal sampai 10, sebelum marah. Waduh, boro-boro ngitung, mikir saja tidak sempat kalau lagi emosi tinggi begitu kan?
Biasanya saat saya menghadapi suatu situasi atau kondisi yang menguji kesabaran, daripada marah meledak-ledak, saya lebih memilih diam. Diam bukan berarti masalah dianggap selesai, lho. Hanya ditunda pembahasan dan penyelesaiannya.
Diam saat kemarahan sudah sampai diubun-ubun, dapat mencegah kita dari mengucapkan hal-hal yang dapat disesali saat sudah tidak marah lagi.
Tidak hanya diam, saya juga menghindari orang/apa pun itu yang menjadi penyebab kemarahan saya. Hal ini membantu pikiran untuk tidak terus-menerus terfokus pada sumber masalah.
Ada yang bilang, memendam kemarahan itu tidak baik untuk kesehatan jiwa. Betul. Makanya jangan dipendam. Kemarahan tetap harus disalurkan, tetapi tunda waktunya saat kepala sudah mulai dingin.
Bagaimana menyalurkan kemarahan? Tiap orang bisa beda-beda caranya. Kalau saya sih, blogging saja ;)

S U K S E S

Sebenarnya, apa sih definisi sukses itu? Tanpa mengacu pada kamus bahasa, menurut saya sebuah kesuksesan itu sifatnya relatif. Pada tiap orang artinya dapat berbeda.

Bagi saya pribadi, sukses itu artinya bila saya merasa bahagia setelah mencapai sesuatu. Jadi kalau saya tidak merasa bahagia, walaupun menurut orang lain itu suatu keberhasilan, bagi saya itu bukan suatu kesuksesan.

Seorang teman pernah curhat ke saya, katanya dia merasa stres setelah kehilangan pekerjaannya. Stresnya bertambah parah bila dia mulai membanding-bandingkan kesuksesan teman-teman seangkatannya dulu di sekolah yang rata-rata sudah "jadi orang". Si A sekarang punya rumah besar di daerah elit. Si B jadi pejabat di suatu instansi. Si C punya mobil mewah merk X.... blablabla.

Terus terang, menurut saya, sangat dangkal bila kita mengukur kesuksesan seseorang hanya dari materi yang dimilikinya. Memangnya kalau sudah tajir melintir sudah pasti sukses? Gimana dengan Gayus yang hartanya lebih dari 100M? Apa dia sekarang bisa disebut sukses?

Lalu teman saya itu bertanya, apakah tidak mungkin mencapai kesuksesan dan kebahagiaan sekaligus?

Well, menurut saya, kalau dalam hidup ini tujuan kita adalah mencari kebahagiaan, maka kesuksesan akan mengikuti dibelakangnya. Sebaliknya, bila kesuksesan yang menjadi tujuan hidup kita, belum tentu kebahagiaan akan mengikutinya.

Manusia itu punya sifat dasar yang susah untuk merasa puas. Rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau kan? Jadi berhentilah membanding-bandingkan kesuksesan orang lain dengan keadaan anda, kalau itu hanya akan membuat anda semakin minder. Apalagi kalau itu hanya dilihat dari segi materi.

Kesuksesan tidak dapat dicapai dalam semalam. Perlu kerja keras, ketekunan dan sedikit keberuntungan. Jalan pintas memang akan mempercepat anda sampai di sana, tetapi dasar yang tidak kuat akan mudah menjatuhkan anda kembali ke posisi awal (ingat Gayus?).

Sekarang keputusan ada di tangan anda. Kesuksesan macam apa yang anda inginkan? Jalan yang mana yang akan anda tempuh untuk mencapainya? Good luck!