Tinggalkan Yang Mudharat

Sebagai muslim, dalam menjalani hidup tentu panduannya adalah Al Qur'an dan hadist. Bagi saya pribadi, selain panduan itu, dalam memutuskan sesuatu saya selalu mempertimbangkan sisi manfaat dan mudharat-nya. Kalau banyak manfaatnya (bagi diri sendiri maupun orang lain), lakukan. Kalau lebih banyak mudharat-nya, tinggalkan.

Biasanya nih, kita melakukan hal yang manfaat saat takut (baca takwa) kepada Allah. Sedangkan kita melakukan yang mudharat saat kita takut pada (pendapat) manusia. Benar, gak?

Saat wanita memutuskan untuk menutup aurat, pasti karena ketakwaannya pada Allah. Tapi ketika ia memilih menutup auratnya dengan baju yang mempertontonkan lekuk tubuhnya (walaupun berjilbab), pasti karena takut pada pendapat manusia. Takut dibilang kuno, aneh atau tidak cantik.

Contoh lainnya, ikut pengajian. Alasannya tentu untuk menambah ilmu atau menjalin silaturahim. Tapi bila kemudian datang ke pengajian dengan dandanan berlebihan, atau malah ngerumpi, maka pengajian yang tujuan awalnya bagus, akhirnya tidak berbeda dengan arisan. Alih-alih bermanfaat, malah mudharat yang di dapat.

Demikian juga pertemanan. Bila teman anda lebih sering mengajak anda melakukan hal-hal yang mudharat, apakah anda tetap berteman dengannya karena alasan kesetiakawanan? Jadi anda lebih takut kehilangan teman daripada kehilangan ridha Allah? Meninggalkan pertemanan yang membawa mudharat tidak harus berarti memutuskan silaturahim, lho. Justru kalau anda benar-benar menjauh darinya, tidak ada lagi yang bisa menegurnya saat dia melakukan kesalahan. Teman yang baik itu kan yang bisa mengingatkan/menegur saat temannya salah. Bukan hanya mengiyakan semua perkataan/perbuatannya.

Merokok juga termasuk salah satu hal yang lebih banyak mudharat-nya daripada manfaatnya. Coba deh bikin daftar manfaat dan mudharat dari merokok. Buktikan sendiri, mana daftar yang lebih panjang. Semua perokok umumnya tahu resiko merokok bagi kesehatannya dan bagi orang-orang disekelilingnya yang ikut menghisap asapnya. Tapi kenapa tetap dilakukan?

Hidup kita di dunia ini hanya sementara. Takut nggak sih, kalau besok atau lusa kita wafat, tabungan amal kita masih defisit, karena masih lebih banyak dosa daripada amal ibadahnya? Masa kita mau mengisi hidup ini dengan hal-hal yang mudharat terus? Sampai kapan? Nunggu tua nanti baru mau taubat? Yakin sampai umurnya? Kalau sejam lagi nyawa dicabut malaikat gimana? Memangnya ada surat pemberitahuan dulu?

Eits, jangan dikira saya menulis ini, karena amal ibadah sudah sempurna, ya? Duh, saya pun tidak jauh berbeda. Masih banyak dosa, masih banyak kekurangan. Kalau saya menulis ini, sebenarnya untuk mengingatkan diri sendiri. Mengeluarkan apa yang ada di kepala menjadi sebuah tulisan yang bisa saya baca lagi sewaktu-waktu sebagai pengingat.


Powered by Telkomsel BlackBerry®