Ustad Selebritis



Sejak ada event bola Euro 2012 kemarin, akhirnya di rumah ada tv lagi. Tapi peraturan tidak berubah, hanya boleh untuk nonton VCD, pertandingan bola dan kartun (kalau didampingi ayah/bunda).

Nah di bulan puasa ini, kultum sebelum adzan maghrib pun menjadi acara tambahan yang boleh ditonton. Disinilah saya baru ngeh, ternyata banyak ustad wajah baru di tv. Ada yang suami artis, ada yang awalnya pemain sinetron, dan ada juga yang memang beneran ustad jebolan pesantren.

Kalau dari sisi materi yang dibawakan, okelah. Topiknya dekat dengan masalah keseharian kita. Disampaikannya pun dengan bahasa yang ringan. Gak ngebosenin dengarnya. Tidak heran, penggemarnya mulai dari ibu-ibu pengajian sampai anak-anak.

Tapi yang namanya penggemar, mereka hanya melihat satu sisi saja. Sekali si tokoh membuat kesalahan, habislah dia dicaci maki. Ingat kasus Aa Gym? Dulu daerah geger kalong tempat pesantrennya berada, berkembang pesat karena sang ustad mendadak ngetop dan memiliki banyak penggemar. Tapi sejak berpoligami, ketenarannya pun memudar. Ibu-ibu yang dulu rutin mengikuti pengajian di pesantren DT, semakin lama semakin berkurang jumlahnya.

Sayang, padahal dari dulu sampai sekarang, menurut saya, tidak ada yang berubah dari ajaran yang disampaikan Aa Gym. Tetap enak untuk didengar dan mudah untuk untuk dicerna. Yang berubah hanya kehidupan pribadinya. Seharusnya tidak perlulah jadi antipati begitu. Kecuali beliau berubah, mengajarkan hal-hal yang bertentangan dengan agama.

Untungnya saya sejak kecil memang tidak biasa mengidolakan seseorang sampai sedemikian fanatiknya. Bila saya suka seorang penyanyi, pasti karena suara dan lagu-lagunya, bukan karena orangnya terlihat baik atau ramah. Karena menurut saya, sifat yang ditampilkan itu belum tentu sifat aslinya. Daripada kecewa bila ternyata si artis pujaan sifatnya tidak baik, saya memilih untuk melihat dari karyanya bukan dari kepribadiannya.

Kembali ke laptop, eh... ke ustad, ada 1 ustad yang selalu berhitung dalam beribadah bahkan selalu mengajak orang untuk beribadah agar menjadi kaya. Baca surat A sekian ratus kali, maka bisa ke tanah suci. Sedekahlah, maka akan menjadi kaya. Hadeeeeh, ibadah kok hitung-hitungan sih? Pahala itu kan hak prerogatif Allah, mau diberikan atau tidak ke hamba-Nya. Tidak ada kuasa manusia untuk menentukannya. Dan seharusnya menjadi kaya itu bukan tujuan hidup. Sedekah, ya sedekah saja. Kan memang di setiap harta kita, ada hak orang lain disana.

Belum lagi ustad yang menikahi artis. Dari pacaran, eh... ta'aruf sampai menikah, dipublikasi besar-besaran di media. Pesta pernikahan yang glamor, hadiah mobil mewah yang diberikan pada pasangannya, semua dikupas tuntas oleh media berhari-hari. Apakah itu contoh yang ingin diberikan pada masyarakat?

Ada juga ustad gaul pujaan ibu-ibu dan remaja. Merayakan ulang tahunnya dan mendapat kado mewah dari istrinya ditayangkan di infotainment. Lain lagi yang jadi penyanyi dadakan, bikin album dan konser segala. Jadi garuk-garuk kepala, Ustad kok gini siiiih? Ini ustad apa artis sebenarnya?

Kemana sosok ustad yang dulu sederhana, alim, dan santun? Kenapa sekarang banyak ustad selebritis yang punya kekayaan fantastis dan kehidupannya diberitakan secara bombastis? *mulailebay* Semoga ini bukan salah satu tanda bahwa kiamat sudah dekat :(







Masih Berani Mengeluh?!

Sore tadi rencananya sehabis Ashar mau ke pasar rumput, beliin sepeda untuk zu dan za. Lebaran kali ini mereka ingin membelanjakan uang salam tempel yang mereka terima untuk mengganti sepeda lama yang sudah nyaris hancur (kalau zi keukeuh mau beli LM utk investasi, katanya).
Sedang siap-siap mau wudhu, dapat bbm kebutuhan darah dari suhu Wiro. Kebetulan butuhnya A+. Saya pun segera berkoordinasi dengan Wiro, keluarga pasien dan pendonor lainnya. Pasien yang dirawat di RSKD (Rumah Sakit Kanker Dharmais) ini merupakan pendatang dari Batam. Hanya ditemani adik iparnya, beliau sudah beberapa bulan menginap di RSKD. Sudah 2 hari butuh darah, tapi tidak tahu harus mencari kemana sampai akhirnya bertemu dengan orangtua pasien kanker lain yang kemudian memberikan info tentang Wiro a.k.a @inagibol.
Satu kendala lagi. Keluarga pasien yang harus membawa surat pengantar donor pengganti ke PMI Kramat, tidak tahu jalanan Jakarta. Akhirnya diputuskan untuk menjemputnya di RSKD sekalian pendonor lain yang juga sedang berada di sebuah mal dekat situ dengan anaknya.
Terus terang, ini pertama kalinya saya mengurus permintaan kebutuhan darah. Biasanya, saya hanya datang, di tes, kalau oke kemudian langsung donor, selesai donor langsung pulang. Tahu beres, pokoknya. Tapi kali ini, saya harus mendampingi keluarga pasien mengurus administrasi di PMI Kramat. Alhamdulillah, dapat ilmu baru.
Yang dibutuhkan 2 pendonor, tapi karena 2 minggu lalu saya gagal donor karena Hb rendah, harus ada back up. Selain saya ada mba Lily dan mas Sofyan (keluarga pasien) yang akan jadi pendonor. Seorang calon pendonor lagi (mba Ratu) sedang meluncur dari Bandung saat kami sedang dalam perjalanan ke RSKD tadi. Subhanallah, ngebela-belain ke Jakarta demi berbagi darah dengan sesama. Semoga Allah selalu memudahkan hidup orang-orang yang ringan tangan membantu dalam kebaikan seperti mba Lily, mba Ratu dan mas Sofyan itu. Aamiin.
Setelah di tes, mba Lily dan mas Sofyan memenuhi syarat, sementara saya gatot! Gagal total! Hb cuma 10,3 ;( Sediiiiiihh!!! Gagal lagi dondarnya hiks. Mba Ratu yang sudah sampai di PMI pun terpaksa pulang, karena jumlah pendonor sudah memenuhi kuota. Terima kasih ya mba, sudah jauh-jauh datang walau akhirnya batal. Insya Allah niat baiknya sudah dicatat malaikat. Selesai dondar, kami pun kembali ke RSKD mengantarkan mas Sofyan dan mba Lily.
Dalam perjalanan pulang, saya tidak berhenti bersyukur. Bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan kepada kami sekeluarga. Termasuk nikmat sehat. Terbayang bagaimana rasanya menunggui keluarga yang sakit di RS berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Pasti melelahkan dan membosankan. Belum lagi perasaan putus asa dan sedih saat melihat orang-orang terkasih menahan rasa sakit yang menyiksa. Ya Allah, semoga mereka selalu diberikan ketabahan dan keikhlasan untuk menjalani cobaan ini.
Segitu banyak orang di luar sana yang jauuuuh lebih susah hidupnya. Masih berani mengeluh?! Masih belum bisa juga bersyukur?!





Pengalaman Guru Terbaik




Tahun ini tahun terakhir saya di usia 30an. Wew. Tuwir x_x Sudah hampir 4 dasa warsa hidup ini dijalani. Perjalanan hidup yang memberi banyak pelajaran berarti dan menjadikan saya seperti sekarang. Setelah semua yang dilalui, Alhamdulillah, saya masih bisa bertahan.
Di 10 tahun pertama, saya belajar bahwa menjadi anak tengah itu artinya harus terima selalu dibandingkan dengan abang yang lebih penurut dan pintar, harus bisa mengalah kepada adik-adik, dan tidak boleh protes kalau selalu disalahkan dan dipukul.

Pada fase ini saya menjadi sangat rebel. Selalu ingin menuntut keadilan. Tetapi perlawanan dan airmata itu sia-sia. Tak seorang pun datang membela saya. Akhirnya diam menjadi pilihan dan membiarkan api amarah terus membara dalam dada.

Masuk black list kepala sekolah pun bukan hal luar biasa saat itu. Berkelahi sampai pukul-pukulan dengan anak laki-laki di sekolah demi membela teman perempuan yang diganggu, sudah menjadi kegiatan nyaris rutin sejak SD. Saat itu, saya sangat ingin membantu mereka yang di bully, mungkin karena berharap suatu saat ada yang akan membantu saya keluar dari "penderitaan" yang saya rasakan.

Pada dasa warsa kedua, saya mulai mencari orang yang bersedia untuk dijadikan pegangan, agar tidak semakin tenggelam dalam lautan kesedihan. Seseorang yang mau menerima saya apa adanya, tidak menghakimi dan membanding-bandingkan.

Sayang, saya menemukan orang yang salah. Dia yang diharapkan dapat mencintai sepenuh hati, memperlakukan saya sama buruknya dengan perlakuan orang rumah. Saat itu saya berpikir, tidak ada yang gratis di dunia ini. Semua ada harganya. Mungkin untuk dicintai, saya harus rela dipukuli.

Bodoh memang. Tapi keputusasaan membuat nalar tidak bekerja. Doktrin yang tertanam di kepala bahwa saya bukan siapa-siapa dan tidak punya apa-apa untuk dibanggakan, membuat saya buta. Saya menganggap sifatnya yang possessive aggressive itu wujud dari rasa cinta. 

Alhamdulillah, Allah masih sayang sama saya. Dia mempertemukan saya dengan seseorang yang sangat baik dan penyayang. Kesabarannya meluluhkan hati saya yang sudah terlanjur keras karena pengalaman hidup yang pahit. Keyakinannya meneguhkan niat saya untuk membina sebuah keluarga bersamanya. Cintanya menguatkan saya untuk menghadapi semua permasalahan yang ada. Allah maha baik!

Memasuki usia 30-an, hidup saya mulai banyak berubah. Kehadiran anak-anak membuat hidup ini terasa sangat menyenangkan. Saya menikmati setiap detik menjadi bunda 3pzh dengan segala tantangannya. Mereka mengajarkan saya banyak hal dan memotivasi saya untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Saya mungkin bukan ibu yang baik, tapi akan selalu berusaha sekuat tenaga melindungi 3pzh agar tidak memiliki masa kecil seperti saya dulu. Mereka harus mendapatkan kasih sayang dan kehangatan keluarga, setidaknya selama saya masih ada.

Sekarang, hidup saya sudah komplit. Melihat ke belakang, saya bersyukur telah melaluinya dengan baik. Apa yang terjadi di masa lampau lah yang membuat saya seperti sekarang. Tidak ada yang perlu disesali. Jadikan pelajaran saja ;)

Pengalaman hidup mengajarkan saya untuk menerima bahwa manusia hanya dapat berencana, Allah yang akhirnya menentukan. Yakin pada rencana Allah, karena Dia tahu apa yang kita butuhkan. Terima kasih ya Allah, sudah menjagaku selama ini. Special thanks to my hubby. Kamu dan 3pzh adalah hadiah terindah dari Allah untukku.

Membuat tulisan ini, sungguh tidak mudah. Membuka diri dan luka lama itu sungguh menakutkan. Saya sampai merasa perlu 'mengasingkan diri' sejenak dari teman-teman. Butuh waktu untuk mengumpulkan keberanian memposting tulisan ini. Sampai akhirnya saya yakin; pengalaman ini mungkin dapat menjadi pelajaran bagi orang lain. Bagi mereka yang sedang berputus asa menghadapi masalah hidup, percayalah badai itu akan berlalu pada saatnya. Ibarat berjalan melalui sebuah terowongan yang gelap, cepat atau lambat akan sampai di ujungnya yang terdapat cahaya. Jangan pernah lelah meminta pertolongan-Nya. Yakinlah, kalau saya bisa melaluinya, anda pun pasti bisa!

.... When you're close to tears remember
Someday it'll all be over
One day we're gonna get so high
Though it's darker than December
What's ahead is a different colour
One day we're gonna get so high
And at the end of the day remember the days
When we were close to the end
And wonder how we made it through the night
At the end of the day
Remember the way
We stayed so close to the end
We'll remember it was me and you
Cause we are gonna be
Forever, you and me
You will
Always keep me flying high in the sky
Of love
Don't you think it's time you started
Doing what we always wanted
One day we're gonna get so high
Cause even the impossible
Is easy when we got each other
One day we're gonna get so high...
(High - Lighthouse Family)





















Aaah Teori!




Paling sebal kalau ada orang yang antara omongan dan perbuatan, gak sinkron. Kalau bicara selalu menyelipkan, alhamdulillah, insya Allah, dan sebagainya. Tapi kelakuannya justru 180 derajat jauh berbeda dari ucapannya yang sangat Islami itu.

Pernah lihat perempuan berjilbab merokok di tempat umum? Bukan berarti kalau tidak di tempat umum jadi boleh, ya. Merokoknya saja sudah salah. Ini sudahlah merokok,
berjilbab pula. Bukankah seharusnya hijaab dapat melindungi pemakainya dari melakukan hal-hal yang dibenci Allah? Karena seharusnya ada rasa malu atau sungkan melakukan sesuatu yang bertolak belakang dengan tujuan hijaab itu sendiri.

Ada juga ahli tafsir al Quran yang istri dan anak-anak perempuannya tidak berhijaab. Bagi saya, hijaab itu bukan berarti saya lebih baik dari mereka yang tidak berhijaab. Berhijaab adalah tanda saya ingin taat akan perintah Allah yang tertulis di kitab suci. Kitab segala zaman yang tidak akan pernah out of date! Jadi jangan bilang hijaab itu hanya wajib saat zaman jahiliyah. Jadi kalau ahli tafsir saja tidak dapat mendidik istri dan anaknya untuk menutup aurat, kemana semua ilmu al Quran yang dipelajarinya itu?

Pernah juga saya tulis di blog ini, tentang mereka yang mengaku Islam dan menjalankan ajarannya, tapi menganggap anjing sebagai hewan peliharaan yang bebas keluar masuk rumah bahkan dipeluk cium *merindingngebayanginnya*. Juga mereka yang menganggap minuman beralkohol wajar dengan alasan kadarnya rendah.

Ilmu agama saya masih cetek, itu yang biasanya dijadikan dalih. Cetek itu tergantung, menurut saya, dilihat dari sisi mana. Ilmunya banyak tapi tidak diamalkan, ya berarti imannya yang cetek. Ilmu sedikit tapi diamalkan, artinya yang masih cetek memang ilmunya. Agama itu kan amalan, bukan hafalan. Jadi kalau sekedar tahu dan hafal sampai ngelotok tapi tidak diamalkan, paling dikomentarin orang, "Aaaah, teori!"