#AksiBelaIslam3



Sebagai salah seorang partisan Aksi Bela Islam 2 tanggal 4 November 2016 yang lalu, saya semakin tersinggung dengan Basuki Tjahaja Purnama. Beliau memfitnah umat Islam dengan mengatakan para peserta demo dibayar Rp.500.000,- per orang. Astaghfirullah. Benar-benar mulut yang tidak ada remnya. Semakin memperkeruh suasana.

Untuk ulahnya yang menistakan ayat suci al Qur'an saja beliau belum mendapat ganjarannya. Sekarang malah memfitnah seperti ini. Ucapan maaf yang pernah diucapkannya dulu jadi semakin tidak ada artinya. Sekedar basa-basi yang benar-benar basi!

Kalau penista agama lain seperti Arswendo dan Permadi ditangkap untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka, aneh juga kalau Bapak yang satu ini masih tetap bisa bebas. Berbanding terbalik dengan penista agama lain yang langsung ditangkap bahkan sebelum diperiksa.

Bukti pelanggaran yang dilakukan Basuki dapat dilihat di website PemProv DKI Jakarta, pada video kunjungan beliau ke Kepulauan Seribu. Bukti nyata yang tidak terbantahkan.

Untuk tindakannya ini Basuki terancam melanggar Pasal 156 a KUHP Jo pasal 28 ayat (2) UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE), dengan ancaman hukuman sampai enam tahun penjara.

Pasal 156-a KUHP berbunyi: "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia."

Sedangkan Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang ITE berbunyi: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)."

Setelah aksi 411, lanjut aksi 212. Kenapa? Karena keadilan belum ditegakkan. Penista agama belum dipenjarakan. Maka umat Islam pun kembali turun ke jalan menuntut keadilan ditegakkan.

Masih memfitnah ini aksi bayaran? Hanya iman yang bisa menggerakkan hati ini untuk ikut membela Islam. Keyakinan bahwa bila hari ini kita membela Al Qur'an, insyaa Allah nanti di akhirat Al Qur'an akan membela kita.

Lihatlah saudara-saudara kita dari Ciamis yang long march menuju Monas. Lebih dari 150 KM mereka tempuh dibawah rintik hujan. Tidak mungkin mereka ikhlas meninggalkan keluarga dan pekerjaan berhari-hari hanya demi uang Rp.500.000,- kan? Pasti karena adanya IMAN di hati.

Belum lagi masyarakat yang menyambut barisan long march ini dengan menyediakan makanan dan minuman, sendal bahkan jas hujan. Subhanallah. Begitulah seharusnya kita sesama muslim bersaudara. Saling bantu, saling dukung dengan ikhlas.

Sungguh saya bangga menjadi seorang umat Islam saat menyaksikan sendiri #AksiBelaIslam3 di Monas. Jutaan manusia berdzikir, berdoa dan shalat berjamaah tanpa ada sedikit pun kericuhan. Sungguh damai dan menyejukkan hati.

Kalau memang ini aksi bayaran, pertanyaannya: siapa orang yang mampu membayari jutaan manusia itu? Bantuan berupa makanan dan minuman yang melimpah, fasilitas tempat wudhu dan toilet berjalan yang ada di banyak tempat, serta tim kebersihan yang siap membersihkan kembali kawasan yang dipakai ibadah hari itu dan masih banyak bantuan lainnya. Saya yakin semua bantuan itu disediakan oleh donatur-donatur yang bersimpati pada aksi ini bukan karena dibayar, tapi semata-mata mencari ridho Allah SWT.

Bagi umat Islam yang tidak ikut #AksiBelaIslam3 jangan lah mengolok-olok kami yang mengikuti aksi ini. Kami saudaramu juga. Kami hanya ingin membela agama kita, Islam.

Surat Al Maidah telah menyatukan umat Islam di Indonesia atas ijin Allah SWT. Jangan biarkan manusia, siapa pun dia, memisahkan kita. Apalagi manusia yang menistakan agama Islam.

Akankah Basuki akhirnya dipenjarakan? Semoga doa kita di Monas tanggal 2 Desember 2016  kemarin di ijabah Allah SWT. Diantaranya mendoakan agar Basuki Tjahaja Purnama dipenjarakan atas tindakannya menista agama Islam dan agar Allah memberikan hidayah-Nya kepada beliau. Aamiin yaa Rabbal 'alamiin.

[Resep] Tart / Pie Susu

Kue yang satu ini, baru saya kenal setelah menikah. Kudet banget yah sayah? 😁 

Di keluarga hubby, kue ini semacam jajanan pasar yang wajib dibeli kalau si mama mertua ke pasar. Mama mertua menyebutnya tart susu. Sementara di pasar lebih dikenal dengan nama pie susu.

Sering lihat sebelumnya, tapi saya tidak tertarik mencoba, mungkin karena terbuat dari telur jadi dalam pikiran saya tuh rasanya pasti eneg dan baunya amis.

Yang namanya ditawarin mertua, mana berani nolak kan? 😝 Apalagi waktu itu saya masih anggota baru dalam keluarga itu.

Tapi benar kata pepatah, tak kenal maka tak sayang. Sekali nyobain, saya pun jadi ketagihan tart susu itu. Enyaaak ternyataaa. Duuuuh kenapa gak dari duluuuu nyobainnya? 😁

Sering beli juga di ITC Cempaka Mas. Di toko kue yang letaknya satu lantai dengan Carrefour itu, kuenya dibuat beralaskan piring keramik. Harga seloyang (sekitar 2 tahun) lalu Rp.75.000sudah termasuk piringnya. Kenapa sekalian piring? Karena dasar kue menempel ke piring dan gampang hancur, kata mbak penjualnya.

Akhirnya iseng-iseng saya cari resepnya di internet. Ternyata tidak perlu oven dan mixer membuatnya. Cara membuatnya juga mudah dan tidak perlu waktu lama.

Kalau tidak punya loyang pie, pakai piring tahan panas saja seperti pyrex atau piring keramik. Tidak ada oven, bisa pakai penggorengan yang ada tutupnya. Yang pasti, pasang apinya di posisi terendah/terkecil saat memanggang kuenya dan panci harus ditutup.

Dengan sedikit modifikasi dari resep yang ada di website Blueband dan tiga kali praktek, alhamdulillah saya bisa juga membuat tart susu. Kata hubby dan 3pzh sih enak. Aaah bundanya jadi GR nih 😍

Tart (Pie) Susu

Bahan - Bahan:

1. Bahan Utama:

200-250gr (1,5-2 gelas belimbing) Tepung terigu (tergantung lebar loyang/piring)
100gr (8-10 sdm) mentega (saya pakai Blue Band Cake and Cookie)
1 sdt garam
Air es (dingin) 5 sdm

2. Bahan vla:

3 butir telur, kocok lepas
4-5 sachet SKM
75 ml air putih
1 sdm maizena
1 sdt vanila bubuk

Cara membuat:

1. Buat dasar tart/pie: 

Aduk tepung terigu, garam dan mentega dengan tangan atau spatula hingga berpasir lalu tambahkan air es sesendok-sesendok. Aduk terus sampai rata dan kalis (tidak menempel di tangan/spatula). 

2. Tutup wadah dengan plastik/kain, masukkan ke kulkas sekitar satu jam.

3. Olesi mentega pada permukaan loyang/piring secara merata.

4. Keluarkan adonan dasar tart/pie yang sudah mengeras dari kulkas, letakkan di tengah loyang/piring, lalu tekan-tekan dengan bagian bawah gelas sampai seluruh permukaan dan pinggir loyang/piring tertutup adonan. 

5. Tusuk-tusuk permukaan adonan dengan garpu agar tidak menggelembung saat di panggang. Sisihkan.

6. Buat vla untuk isian:

Larutkan maizena dalam air. Sisihkan. Kocok lepas telur (pakai whisk atau garpu), SKM dan vanila. Lalu masukkan larutan maizena yang tadi. Kocok lagi sampai rata.

7. Tuang vla ke dalam loyang, mengisi dasar tart/pie susu yang sudah disiapkan sebelumnya.

8. Naikkan piring ke atas wajan/penggorengan.Tutup dan masak sekitar 30-40 menit di atas api kecil hingga kulit/dasar tart mengering dan isinya memadat.

9. Angkat dan tunggu sampai tidak panas lagi, baru masukkan ke kulkas selama kurang lebih 2 jam. Sajikan dingin.

Gampang banget kan? Karena bahan-bahan dan cara membuatnya gampang, sebulan bisa 2-3 kali saya membuat kue ini. Di coba yuk! πŸ˜‰

Terima Kasih Guru


Menjadi guru itu pekerjaan yang mulia. Seorang guru lah yang mengajarkan kita, dari tidak bisa membaca sampai tercapai cita-cita. Tapi jasanya sering kita lupakan.

Padahal sekitar 6-8 jam dalam sehari kita menitipkan anak-anak kepada guru di sekolah. Sesungguhnya, merekalah orangtua kedua bagi anak-anak kita.

Menghadapi anak-anak setengah harian itu butuh stamina dan kesabaran luar biasa loh. Buktinya, baru 10 menit anak-anak sampai rumah dari sekolah, rumah yang semula rapi dan bersih bisa terlihat seperti kapal pecah. Bagaimana yang setengah harian cobaaa?

Dan jangan lupa, karena mereka itu bukan anak kandungnya, guru pun tidak leluasa menegur atau memberi konsekuensi bila si anak kelakukan pelanggaran.

Kalau dulu jaman saya SD, sudah biasa kalau ada guru yang menghukum muridnya secara fisik. Dari di setrap, berdiri di depan kelas, sampai di jewer atau dipukul dengan penggaris. Btw, saya dulu sering loh diketuk jidatnya pakai kapur oleh Guru Sejarah di SMP karena tidak bisa menjawab pertanyaannya 😭

Sekarang, setelah ada Undang-Undang Perlindungan Anak, guru semakin berhati-hati dalam memberikan hukuman. Orangtua yang tidak terima anaknya dihukum, bisa melaporkan ke polisi.

Saya tidak termasuk orangtua yang rajin datang ke sekolah untuk bersosialisasi dengan guru. Juga bukan yang suka memberi hadiah saat pembagian rapot (Student Progress Report namanya kalau di sekolah zu an za).

Kalau kenaikan kelas atau Hari Guru, barulah saya memberi hadiah kepada wali kelas dan ikut urunan tali kasih untuk guru bersama orangtua murid lainnya. Niatnya sih baik, agar nilai 3pzh murni karena hasil kerja keras mereka bukan karena kedekatan orangtuanya dengan guru.

Tahun ini di Hari Guru, saya membuatkan Bolu Kukus Keju dan Puding Silky untuk para guru. Memang bukan sesuatu yang wah atau mahal. Hanya sebagai tanda terima kasih saya kepada para guru.

Terima kasih Pak dan Bu Guru. Untuk kesabarannya, dedikasinya dan keikhlasannya mendidik anak-anak di sekolah. Semoga menjadi amal baik dan ladang pahala bagi Bapak dan Ibu Guru. Aamiin.

Lapata #AksiDamai 4 November 2016

Postingan ini merupakan lapata (laporan pandangan mata) saya sebagai salah seorang pelaku aksi 411 (4 November).

Hari Jumat 4 November 2016. Hari ini zi tetap sekolah seperti biasa, tapi zu dan za saya mintakan ijin pada gurunya untuk di rumah saja. 

Maunya sih membawa serta 3pzh. Tapi karena zi mau tetap masuk sekolah, ya terpaksa akhirnya semua ditinggal.

Waktu mengantar zi ke sekolah, langit tampak mendung bahkan sempat gerimis. BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) memperkirakan hari ini akan terjadi hujan deras berpetir di Jakarta.

Jam 8.30 saya dan hubby sudah sampai di stasiun kereta Tebet. Di sana sudah banyak calon penumpang kereta berpakaian putih-putih. Subhanallah, terharu saya melihat banyaknya saudara sesama muslim yang siap membela Al-Qur'an hari ini.

Turun di stasiun Juanda, para penumpang mulai bertakbir dan bershalawat. Sempat khawatir saat mendengar ada yang teriak "Gantung A**k!" Tapi kemudian setiap ada teriakan yang memprovokasi semacam itu, tidak ada yang menanggapi. Sebaliknya selalu dibalas dengan teriakan takbir dan lantunan shalawat. Jadi suasana terasa adem dan damai lagi.

Sepanjang jalan menuju Istiqlal, alunan shalawat terdengar syahdu. Pekikan takbir membakar semangat di dada. Bismillahirrahmannirrahiim. Semoga aksi damai membela Al-Qur'an hari ini berjalan lancar.

Sejauh mata memandang, yang terlihat adalah peserta demo yang mayoritas berpakaian putih-putih. Ada banyak wanita dan anak-anak yang ikut serta.

Menjelang adzan, saya dan hubby berpisah. Hubby berusaha masuk ke  dalam masjid (Istiqlal), sementara saya berjalan ke arah sebaliknya mencari area khusus wanita. 

Kami janjian untuk ketemu lagi sesuai shalat, di tiang lampu terdekat dengan pintu al Fattah. Saat itu, sinyal handphone sudah mulai timbul tenggelam.

Saya shalat bersama beberapa wanita yang juga tidak berhasil menemukan area khusus wanita di sekitar masjid. Kami akhirnya menggelar sajadah di dekat dapur umum.

Dari hasil obrolan, saya mengetahui mereka ada yang datang dari Tangerang, Bekasi, Cikupa, bahkan Gorontalo. Ada yang bersama rombongan pengajian dengan naik kereta dan bis, ada juga yang naik motor dengan suaminya dari Cikupa. Subhanallah.

Selesai shalat dzuhur, saya pamit dengan teman-teman baru untuk menuju ke tempat janjian dengan hubby. Jalan menuju pintu pintu al Fattah sudah ramai dengan massa yang menyemut.

Sambil mendengarkan arahan dari Habib Rizieq, saya menunggu hubby. Handphone-nya sama sekali tidak bisa dihubungi. Sms dan telpon saja tidak bisa, apalagi whatsapp dan sejenisnya yang harus pakai internet.

Alhamdulillah, akhirnya ketemu juga setelah sekitar 10 menitan menunggu. Kami lalu mulai berjalan pelan-pelan keluar area Istiqlal melalui gerbang depan pintu al Fattah sambil mengikuti arahan dari mobil komando.

Sedikit pun saya tidak merasa takut berada di antara kerumunan orang seperti hari ini. Mungkin karena memang sudah diniatkan jihad dengan damai, atau mungkin juga karena alunan shalawat dan pekikan takbir yang terus menerus berkumandang yang menentramkan hati.

Alhamdulillah prakiraan cuaca BMKG tidak menjadi kenyataan. Udara saat ini panas tapi tidak terik. Sepanjang jalan banyak makanan dan minuman yang dibagikan cuma-cuma kepada para pendemo. Tapi saya dan hubby tidak mengambilnya karena sedang menjalankan puasa Nabi Daud, insyaa Allah.

Di beberapa tempat tampak orang-orang memegang plastik besar untuk sampah yang dipungut peserta demo sambil jalan. Ini sebagai upaya untuk tetap menjaga kebersihan semua area yang dilalui pendemo.

Saya dan hubby sempat beristirahat dua kali. Duduk sejenak beralaskan koran di depan stasiun Gambir dan di seberang Gedung Walikota. Long march saat sedang berpuasa itu ujiannya terletak pada jajanan yang banyak dijual di pinggir jalan 😝

Sebenarnya kalau dari Istiqlal menuju Istana Negara lewat Jalan Merdeka Utara, jaraknya dekat saja. Tapi karena rutenya memutar melalui Jalan Merdeka Timur, lalu ke Merdeka Selatan dan kemudian Merdeka Barat, ya jaraknya jadi jauh.

Saat adzan ashar berkumandang, kami pun menepi dan menggelar sajadah dilapisi kertas koran. Mendirikan shalat bersama para pendemo lainnya.

Kalau ingin wudhu, tidak perlu khawatir tidak ada air. Disediakan air mineral berbotol-botol di beberapa tempat, sepanjang rute long march untuk diminum maupun wudhu. Toilet berjalan juga banyak tersedia. Begitu pula dengan mobil ambulans dan petugas medis. Pokoknya aksi demo hari ini benar-benar terorganisir dengan baik.

Oiya, hampir kelupaan. Di depan stasiun Gambir tadi kami sempat melihat di antara pendemo ada 3 orang tanpa kartu pengenal pers yang masing-masing membawa kamera profesional. Mereka mengambil foto di sepanjang jalan yang mereka lalui.

Mereka terdiri dari 2 wanita dan 1 pria. Yang wanita, salah satunya yang berbadan besar memakai jilbab dengan celana jeans dan atasan lengan panjang. Sementara yang laki-laki, ini yang aneh dan mencurigakan, memakai handuk kecil untuk menutupi sebagian mukanya.

Entah karena dia berkulit putih dan bermata sipit, atau karena  alasan yang lainnya. Tapi handuknya ditaruh di kepala dan menjuntai di sisi kanan kirinya menutupi pipi. Karena jalannya menunduk, kecuali saat sedang memotret, wajahnya jadi tidak bisa dilihat dengan jelas.

Mungkin karena sadar difoto dan divideokan oleh hubby, mereka segera menghilang di antara kerumunan. Foto dan video mereka tidak saya upload di blog ini. Tapi bila suatu saat saya menemukan berita atau foto yang mendiskreditkan aksi 411 yang berasal dari mereka, maka akan saya upload.

Sekitar jam 16-an akhirnya kami putuskan untuk keluar dari barisan pendemo dan pulang ke rumah. Sepertinya harus berbuka puasa di rumah. Takutnya bila dipaksa meneruskan sampai ketemu Presiden (maksudnya sampai Presiden bersedia menemui perwakilan pendemo, bukan menemui saya. Saya mah apa atuh.... Hanya remahan biskuit 😝😁), bisa-bisa kami merepotkan orang karena keburu tepar kelelahan dan dehidrasi.

Sebelum taksi yang kami tumpangi jalan, tiba-tiba seseorang mengetuk jendela dan mengulurkan 3 bungkus makanan (sampai di rumah baru kami tahu isinya nasi, sayur dan lauk) untuk kami dan supir taksi. Alhamdulillah, bisa untuk buka puasa nanti. Barakallah para donaturπŸ™

Semoga demo hari ini akan terus berjalan damai sampai tujuannya tercapai, yaitu menuntut keadilan bagi umat Islam yang merasa tersinggung agamanya dinistakan. Penjarakan penista agama, siapa pun pelakunya, jangan tebang pilih!

Teriring doa bagi para pendemo yang terus setia berjuang demi membela kemuliaan Al-Qur'an. Dari Istiqlal ke Istana lanjut lagi ke gedung MPR/DPR. Semoga Allah memberkahi dan merahmati apa yang kita perjuangkan hari ini. ALLAHU KABAR !!!!!


P.S.:

Kaget sekali mendengar kabar demo menjadi ricuh malamnya. Petugas keamanan sampai menembakkan gas air mata dan ada mobil-mobil yang dibakar. Bahkan ada seorang syuhada yang meninggal dalam aksi 411 ini.

Sedihnya, Presiden yang ingin ditemui malah memilih pergi menghindar. Tidak menghargai aspirasi rakyatnya.

Ya Allah, semoga Kau tunjukkan pada dunia siapa otak kerusuhan ini dengan terang benderang. Jauhkan umat Islam yang berdemo hari ini dari fitnah yang keji. Dan berikan kepada kami pemimpin yang amanah dan adil. Aamiin, aamiin, aamiin yaa Rabbal 'alamiin.

Bela Islam

Berawal dari seorang Basuki Tjahaja Purnama saat kunjungannya ke Kabupaten Kepulauan Seribu pada Selasa 27 September 2016mengatakan,

"… Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surat al Maidah 51, macem-macem itu. Itu hak bapak ibu, jadi bapak ibu perasaan nggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya.."

maka kemudian umat Islam bereaksi atas ucapannya tersebut yang dinilai telah menistakan Islam. Loh, kenapa dibilang menistakan Islam? Apa yang salah dengan ucapannya itu?

Pertama, Al-Qur'an itu berisikan firman Allah. Bagaimana mungkin isinya dipakai untuk membohongi orang? Kedua, saat seseorang non muslim mengomentari ayat suci umat Islam, dia sudah melampaui batas karena artinya dia sudah menyinggung SARA (Suku, Agama Ras, Antar golongan).

Awalnya, sang Gubernur masih membela diri. Katanya dia tidak bermaksud melecehkan, hanya tidak suka mempolitisasi ayat suci. Tapi kemudian dia bersedia meminta maaf setelah melihat reaksi masyarakat.

Lalu kenapa masyarakat Islam tetap menuntut agar masalah ini dibawa ke ranah hukum? Karena, kalau penistaan agama yang dilakukan seorang pejabat negara seperti ini dibiarkan lolos dari jerat hukum, maka akan jadi preseden buruk di negara kita ini.

Kalau dibiarkan lolos, bisa jadi di masa mendatang, penistaan agama dianggap masalah biasa dengan alasan "freedom of speech" atau kebebasan berbicara. Itulah sebabnya kenapa walau yang berbuat sudah meminta maaf, proses hukum tetap harus berjalan.

Bagaimana kita menyikapi masalah penistaan agama, memang sangat tergantung pada kadar keimanan kita. 

Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah memuliakan suatu kaum (pencinta, pejuang dan pembelanya) dan menghinakan mereka (lalai, tidak peduli) karena sikap mereka kepada Allah" (HR Muslim).

Namun demikian, sebagai umat Islam kita juga tidak boleh mendzolimi orang lain. Lalu harus bagaimana?

Islam itu kan agama rahmatan lil 'alamin, pembawa rahmat bagi semesta alam, agama kasih sayang. Jadi tidak perlu lakukan aksi kekerasan atau anarkis untuk mengawal kasus ini agar tetap berjalan proses hukumnya.

Kita masih bisa melakukan berbagai aksi damai untuk meminta perhatian dari para pemimpin negeri akan kasus ini. Penista agama harus diadili dan diberikan sanksi hukum.

Salah satu caranya adalah dengan ikut aksi Bela Islam yang insyaa Allah akan diadakan pada tanggal 4 November 2016 nanti. Aksi ini akan dimulai dengan shalat Jumat di mesjid Istiqlal dan dilanjutkan dengan long march ke istana negara.

Yang tidak bisa ikutan, masih ada banyak cara untuk berpartisipasi pada 4 November 2016 nanti. Bisa ikut jadi petugas kebersihan, penjaga taman, dapur umum, donatur dan sebagainya.

Ayo kita bela Islam, agama kita!

ALLAHU AKBAR !!!!


Baca juga:

http://m.detik.com/news/berita/d-3318150/mui-nyatakan-sikap-soal-ucapan-ahok-terkait-al-maidah-51-ini-isinya

http://www.smstauhiid.com/berita/pernyataan-sikap-aagym-terhadap-pidato-ahok/

http://m.republika.co.id/berita/nasional/politik/16/10/31/ofvuqy377-aa-gym-akan-ikut-aksi-tuntut-ahok-pada-4-november

Za's Project

Suatu malam, hubby pulang dari sebuah acara membawa oleh-oleh souvenir berupa sajadah. Souvenir dikemas dalam plastik berbentuk silinder tingginya sekitar 35cm.

"Buat adek ya, Yah" pinta Za.
"Sajadahnya? Kegedean, dek" jawab ayahnya.
"Bukan, bungkusnya aja kok" jelas Za lagi.

Setelah dikasih, Za kemudian mengambil gunting, salotip dan spidol. Sepertinya Za ingin membuat sesuatu dari kemasan souvenir itu. Serius sekali mengerjakannya, sampai saat jam sudah menunjukkan pukul 9 malam pun, Za masih asyik berkutat dengan pekerjaannya.

Saya hampir ketiduran waktu dibangunkan Za yang ingin menunjukkan hasil karyanya.

"Taraaaa... Udah jadi, Bun."
"Apa itu, Dek? Celengan?"
"Iya, celengan untuk charity. Bunda mau nyumbang? Berhadiah ke surga loh, Bun" rayunya.

Lalu dia mengulang kata-kata yang sama ke ayah dan abangnya. Malam itu celengannya sudah terisi beberapa lembar uang kertas dan logam hasil 'malak' dari kami 😁

"Kapan penuhnya ya kalau tiap hari diisi segini?" tanya Za sambil mikir.

"Kalau mau cepat penuh, gimana kalau Adek jualan? Bunda bikinin apa gitu, kamu yang jual di sekolah" usul saya.

"Jual puding atau kue aja, Bun. Nanti kakak bantuin jualan juga" celetuk Zu.

"Boleh, tapi nanti hasilnya bagi 2 ya. Untuk Kakak dan Adek charity di tempat yang kalian pilih"

Begitulah awal mula "Za's project". Saya buatkan puding dalam cup plastik kecil yang kemudian dijual Zu dan Za di sekolah seharga Rp.3.000/cup. Teman-teman dan guru di sekolah yang jadi pelanggan tetapnya.

Alhamdulillah, biasanya dalam seminggu bisa terjual 40-60 cups. Sekarang Za's project sudah berjalan hampir sebulan dan celengan charity Za sudah hampir penuh.

Selain jualan, Za juga menemukan beberapa cara lain untuk mengisi celengan charity-nya. Diantaranya, dengan menyisihkan sebagian dari uang jajannya yang hanya Rp.10.000/minggu, upah parkir dari membantu ayahnya parkir mobil di garasi, upah dari abangnya karena membantu membersihkan kamar dan masih banyak lagi cara lain hasil ide Za sendiri.

Lucunya, Za tidak pernah minta upah kalau bantuin saya menyapu atau membersihkan meja makan. Katanya, "Kan Bunda udah bikinin puding, jadi gausah bayar" πŸ˜‰

Barakallah, za πŸ˜‡ 😘

Bukti Mempertuhankan Allah

Di sebuah forum, seseorang memposting foto seorang ulama besar Indonesia yang sudah wafat dengan tulisan yang menyertai foto tersebut sebagai berikut:

"Jika kamu membenci orang karena dia
tidak bisa membaca al-Qur'an, berarti
yang kamu pertuhankan itu bukan Allah, tapi al-Qur'an.

Jika kamu memusuhi orang yang 
berbeda Agama dengan kamu, berarti
yang kamu pertuhankan itu bukan
Allah, tapi Agama.

Jika kamu menjauhi orang yang
melanggar moral, berarti yang kamu
pertuhankan bukan Allah, tapi moral.

Pertuhankanlah Allah, bukan yang
lainnya. Dan pembuktian bahwa kamu
mempertuhankan Allah, kamu harus menerima semua makhluk. Karena
begitulah Allah."

Lalu sebagai member forum tersebut, saya jadi penasaran. Maka saya bertanya,

"Lalu bagaimana dg nabi dan rasul yg berperang melawan orang kafir? Apa mereka berarti tidak mencintai Allah? #seriusnanya ."

Dijawab oleh yang posting tadi, "Saya hanya menyitir ucapan para tokoh yang mengajak kerukunan. Maaf bila tidak berkenan πŸ™ ."

Sebenarnya, saya bertanya karena memang tidak mengerti apa hubungannya dengan "pembuktian bahwa kita mempertuhankan Allah adalah dengan menerima semua makhluk".

Benarkah kerukunan dapat tercipta dengan cara menerima semua makhluk? Bagaimana dengan makhluk yang merusak, dalam hal ini merusak akidah atau agama, atau yang bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat timur seperti di Indonesia?

Contohnya, para pelaku maupun pendukung LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender)? Apakah kita harus menerima keberadaan mereka? Menerima pilihan mereka yang jelas-jelas bertentangan dengan isi Al-Qur'an? Apa kita berarti mempertuhankan Al-Qur'an bukan Allah, bila menentang komunitas ini?

Menurut saya yang ilmunya masih sedikit ini, kita mempertuhankan Allah dapat dibuktikan dengan apakah kita mematuhi larangan-Nya dan mejalankan perintah-Nya. Dan semua itu kan sudah jelas tertulis di Al-Qur'an.

Al-Qur'an adalah kitab segala jaman yang diturunkan Allah kepada umat Nabi Muhammad SAW. Tidak ada expired date-nya. Kitab inilah panduan hidup umat Islam, bersama dengan hadist.

Saat ini banyak sekali orang yang mengaku beragama, tapi tidak bisa atau tidak berani tegas membela agamanya sendiri. Tegas, tidak berarti harus dengan kekerasan ya. Tapi tegas dalam mengatakan benar atau salah, sesuai dengan keyakinan agamanya. Bukan dengan dalih demi kerukunan jadi mengaku "netral".

Bukan berarti untuk menciptakan kerukunan kita harus satu kepala. Semua sama, sepemikiran. Tidak perlu memilih netral untuk menciptakan kedamaian. Cukup dengan menjalani apa yang kita yakini (baca: agama) dan mematuhi norma yang berlaku di masyarakat, serta menghargai perbedaan yang ada.

Takut dibilang "garis keras" bila keukeuh membela agama, maka memilih netral? Pilihan yang populer di hadapan manusia biasanya adalah pilihan yang tidak populer di hadapan Allah. Mau pilih yang mana?

Saya sih memilih yang tertulis dalam Al-Qur'an dan hadist saja. Apa yang saya imani, itulah yang saya jalani, insyaa Allah. Apapun konsekuensinya.

Serba Salah

Langit yang gelap sejak sore mulai menumpahkan air dengan derasnya. Saat itu saya masih duduk di atas motor menuju tempat les si sulung.

Walau sudah memakai jas hujan tapi karena panjangnya hanya sampai lutut, saya tetap kebasahan dari paha sampai ujung kaki. Rasanya sengsaraaaaa banget #lebaymodeon

Dalam hati saya mengeluh, seandainya tadi bawa mobil, pasti tidak basah dan kedinginan begini. Saya pun memandang iri pada mobil-mobil yang memadati jalanan dan sesekali merasa jengkel karena cipratan air yang terlibas oleh rodanya.

Dasar tidak punya perasaan, mentang-mentang naik mobil, berasa jalanan dia yang punya, gerutu saya. Padahal, tidak ada hubungannya antara tidak punya perasaan dengan naik mobil kan? Saya cuma mencari pembenaran saja.

Padahal kalau saat itu saya bawa mobil, pasti saya akan mengeluh juga. Macetnya jalanan di saat hujan akan membuat kaki saya pegal berjam-jam menginjak pedal gas dan rem.

Maunya apa sih Din??? Naik motor, pengen naik mobil. Naik mobil, pengen naik motor. Serba salah.

Begitulah manusia eh salah, begitulah saya. Kurang bisa mensyukuri apa yang ada. Selalu menginginkan yang tidak ada.

Naik motor, walau hujan harus kebasahan dan hati-hati karena jalanan licin, tapi waktu tempuh lebih pendek. Motor kan bisa nyalip, motong jalan dan nyempil di tengah kemacetan 😁

Sementara kalau naik mobil, walau kaki jadi pegal dan waktu tempuh jadi panjang karena macet, tapi tidak kebasahan dan kedinginan. Benar tidak?

Mau naik motor ataupun mobil, sejujurnya saya merasa sangat lega kalau sudah sampai di tujuan dan pulang kembali ke rumah dengan selamat. Itu saja. Jadi seharusnya saya tidak perlu mengeluh ya? *jitakkepalasendiri*

Kenapa sih hal sepele ini saya tulis di blog? Karena saya pelupa. Tulisan ini sebagai pengingat, supaya saya jangan gampang mengeluh. Terutama untuk pilihan yang sudah diambil sendiri. Di luar sana banyak yang kondisinya lebih sengsara dari keadaan saya.

Banyak yang kalau hujan, berarti siap-siap kebanjiran. Ada yang rumahnya digusur, jadi harus tinggal di tenda darurat. Itu baru ngeliat di sekitar Tebet. Bayangkan kalau melihat yang di Garut, yang di Aleppo. Apa masih pantas saya mengeluh?

Fa bi ayyi ālā'i Rabbikumā tukażżibān

Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?

Bully Berjamaah

Memantau medsos (media sosial) seperti facebook, twitter dan instagram sepertinya sudah menjadi kebutuhan dalam keseharian kita. Rasanya kudet (kurang up to date) banget kalau tidak melakukannya sehari saja. Kurang kekinian gituh 😝

Yang ekstrim malah menganggap, lebih baik ketinggalan dompet daripada ketinggalan hp (handphone). Ketinggalan dompet, asal tidak kena razia, uang bisa pinjam teman.

Tapi ketinggalan hp (baca: smartphone) berarti seharian bisa kudet, tidak bisa komunikasi (nomor kontak lupa semua, tersimpan di hp) dan tidak bisa main game untuk pengisi waktu di saat menunggu. Benar gak? πŸ˜‰

Ada dampak positif mau pun negatif dari penggunaan medsos ini. Dampak positif medsos banyak, diantaranya adalah mempermudah terjalinnya suatu pertemanan baru dan jaringan bisnis. Bisa juga menyambung kembali tali silaturahim yang sempat terputus (contohnya penggunaan linkedin dan facebook).

Untuk mendapatkan informasi terkini juga jadi lebih mudah dan cepat (contohnya penggunaan twitter). Selain itu dapat beriklan dengan mudah dan gratis melalui sharing foto produk (contohnya penggunaan instagram).

Namun tidak dapat diingkari, dampak negatifnya juga tidak kalah banyak. Salah satunya yang banyak terjadi belakangan ini adalah bully berjamaah.

Seseorang, terutama public figure, bila melakukan satu kesalahan atau dianggap salah, maka beramai-ramailah orang menghakiminya.

Dan hal ini semakin menjadi-jadi ketika si public figure bereaksi negatif. Tidak mengakui kesalahan, berbohong, emosi saat menanggapi komentar orang-orang di medsosnya atau malah membawa masalah ini ke ranah hukum.

Bayangkan, bila orang yang tidak anda kenal secara pribadi tiba-tiba komen di laman fb atau lini masa anda dan mengkritik atau bahkan menghujat. Bagaimana perasaan anda?

Dikritik atau dinasehati orang yang kita kenal saja belum tentu bisa menerima dengan lapang dada. Apalagi orang yang tidak kenal?

Sekarang bully berjamaah ini bahkan tidak hanya terjadi pada public figure. Pada orang biasa, seperti saya ini pun mungkin saja terjadi. Bahkan di luar negeri sudah banyak anak-anak yang bunuh diri karena menerima bully di medsos.

Kenapa sih gampang mem-bully di medsos? Apakah karena jempol lebih cepat daripada otak? Apakah kita sudah lebih baik dari orang yang kita bully? *ngaca*

Jangan lupa, kita masih bisa tegak berdiri di muka bumi ini karena Allah menutupi aib kita. Kebayang gak, kalau aib kita dibuka Allah dan menjadi konsumsi umum? Apa masih berani kita keluar rumah?

Sebaliknya, seorang public figure juga harus berhati-hati dalam bersikap, karena hidupnya selalu dalam sorotan. Mengumbar emosi bukan cara yang bijak, walau sedang dalam keadaan terdesak. Pepatah silent is gold lebih pas untuk diterapkan.

Memang dibutuhkan jiwa yang besar untuk berani mengakui kesalahan dan meminta maaf. Kalau public figure itu belum mampu memilikinya, ya sudah tidak usah dijadikan idola dan panutan lagi.

Kalau tidak suka pada seseorang, public figure atau pun orang awam, saya lebih memilih untuk #nomention alias tidak men-tag atau me-mention yang bersangkutan di cuitan saya. Bukan karena takut atau ingin menyindir. Tapi cuitan saya (di twitter) adalah apa yang saya rasakan, tanpa ingin menghakimi.

Kalau kemudian yang baca ada yang baper (bawa perasaan) lalu merasa tersindir, ya maaf. Sungguh bukan itu maksudnya.

Hanya ingin mengeluarkan apa yang ada di hati dan kepala saja. Terkadang juga hanya sebagai pengingat bagi diri sendiri atau berbagi pengalaman dengan siapa pun yang bersedia mampir (di lini masa maupun blog).

Buat orang introvert seperti saya, mengungkapkan perasaan melalui tulisan lebih mudah daripada berinteraksi langsung. Twitter dan juga blog saya pilih untuk tempat penyalurannya. Yang tidak setuju dengan jalan pikiran saya, ya sudah tidak usah dibaca. Gampang kan?

Sudahlah, jangan buang waktu untuk hal-hal yang mengotori hati. Cukup SR (silent reading) kalau penasaran, supaya tidak tergoda untuk nimbrung.

Lebih baik mengambil hikmah dari kejadian yang menimpa orang lain agar kita tidak mengulangi kesalahan yang sama. Kan orang pintar belajar dari kesalahannya sendiri, orang bijak belajar dari kesalahan orang lain.

Haji Cukup Sekali

Sudah mau masuk bulan Dzulhijjah lagi. Waktunya ibadah haji ditunaikan bagi umat Islam yang mampu.

Setiap tahun, jutaan jamaah dari berbagai penjuru dunia melaksanakan ibadah ini. Yang belum mendapat kesempatan, hanya dapat bersabar dan berdoa sambil menunggu giliran.

Ibadah haji, tidak dilakukan semata kalau mampu secara finansial. Punya uang, tapi badan tidak sehat, tidak bisa berangkat. Demikian juga sebaliknya.

Bahkan sekarang, punya uang dan badan pun sehat belum tentu bisa berangkat. Harus sabar menunggu giliran. Kuota tidak mencukupi.

Ada yang daftar sekarang, berangkatnya 15 tahun lagi atau bahkan lebih kalau haji reguler. Bila punya uang lebih, bisa ikut haji plus agar berangkat lebih cepat.

Dulu haji plus tidak pakai antri seperti sekarang. Kurang dari setahun bisa berangkat. Sekarang? Minimal menunggu sampai 1 tahun.

Kenapa harus menunggu sekian lama padahal kuota yang diberikan kerajaan Arab Saudi pada jamaah Indonesia sangat besar?

Salah satu alasannya adalah karena banyak jamaah yang berhaji itu bukan untuk pertama kalinya. Mereka ingin mengulangi ibadah yang katanya "selalu ngangenin" itu.

Mungkin kalau haji berulang ini disebabkan karena alasan yang masuk akal bisa ditolerir. Misalnya, dulu waktu berangkat haji pertama bersama istri, sekarang ingin menemani orangtua yang sudah sepuh.

Tapi kalau alasannya hanya sekedar kangen bersujud di depan Ka'bah atau alasan lain sejenisnya, kenapa tidak umroh saja? Tidak perlu mengambil jatah kuota orang lain yang belum pernah berhaji. Toh Allah tidak mewajibkan umat Islam berhaji berkali-kali kan? Itupun kalau kita mampu baru menjadi wajib.

Alhamdulillah, 12-13 tahun lalu, waktu tunggu sejak mendaftar tidak sampai tahunan. Daftar Januari, alhamdulillah Desember sudah bisa berangkat.

Walau awalnya berat meninggalkan si kecil yang masih 2,5 tahun, tapi keyakinan Allah akan menjaganya saat saya dan ayahnya berhaji, mampu menguatkan saya selama 40 hari itu.

Memilih haji reguler daripada yang plus semata agar lebih bermanfaat. Dengan ikut haji reguler, dana yang ada cukup untuk mengajak 2 orang lagi, sementara kalau haji plus hanya cukup untuk 2 orang.

Kalau saya mendapat kesempatan berhaji lagi, insyaa Allah saya tidak akan mengambil kesempatan itu. Lebih baik umroh daripada saya harus mendzalimi hak saudara saya sesama muslim.

Just my two cents... πŸ€

[Resep] Bolu Kukus Keju

Masih ingat dengan resep Bolu Kukus Kopi yang saya posting beberapa bulan lalu? Zu yang ga suka kopi minta dibuatkan yang rasa keju.

Dengan sedikit modifikasi, jadilah resep ini. Masih tanpa mixer dan oven, resep kali ini juga hanya mengandalkan whisk, spatula, gelas takar, dandang dan loyang.

Gak pake ribet, gak pake mumet. Dijamin 😁

Bahan-bahan:

1 kotak keju cheddar parut
5 sdm mentega cair
100ml susu cair

Ayak:

250g tepung terigu
200g gula tepung
1 sachet susu bubuk
1/2 sdt soda kue

Kocok dengan whisk:

3 butir telur
1/2 sdm TBM

Cara membuat:

1. Siapkan loyang yang sudah diolesi mentega dan ditaburi tepung. Sisihkan.

2. Panaskan kukusan dengan api sedang. Lapisi tutupnya dengan serbet untuk menahan uap air.

3. Telur yang sudah dikocok sampai kaku atau berjejak dimasukkan ke dalam wadah berisi bahan-bahan yang sudah diayak.

Aduk balik dengan dengan spatula, jangan memutar.

4. Masukkan mentega cair, susu dan keju parut dalam adonan, aduk balik lagi sampai semua adonan rata

5. Tuang adonan ke dalam loyang. Angkat sedikit loyang dari permukaan meja dan jatuhkan. Lakukan 2-3 kali.

Ini untuk menghindari adanya gelembung udara dalam adonan sekaligus meratakan adonan dalam loyang.

6. Naikkan loyang ke atas dandang, lalu tutup. Kukus selama 25-30 menit.

7. Setelah mematikan api, loyang jangan langsung diangkat. Buka tutupnya, buang uap air yang ada di tutup, lalu tutup dandang separuh saja.

Biarkan dalam posisi ini selama 15 menitan, baru angkat loyang ke meja. Tunggu sekitar 15 menit lagi sebelum membalikkan loyangnya ke piring.

Dan taraaaaa.... Jadi deh bolu kukus keju. Rasanya guriiih banget. Yuuuuummmyyy πŸ’•

Salah Strategi di PPDB

Kali ini saya mau sharing tentang pengalaman mengikuti PPDB (Pendaftaran Peserta Didik Baru) SMAN (Sekolah Menengah Atas Negeri) yang kemarin. Saya salah strategi karena kudet alias kurang up date.

Maklum anak pertama dan belum pernah ikut PPDB karena selama ini selalu masuk sekolah swasta, jadi kami "buta" tentang sistem ini. Sosialisasi yang sangat minim di sekolah maupun media dan keterbatasan waktu yang saya miliki menjadi 2 alasan dari beberapa alasan lainnya yang menjadi penyebab salah strategi di PPDB ini.

Hubby yang sedang tidak ada di Indonesia dan akhir tahun ajaran mengurus 3 anak sendirian itu perlu tenaga ekstra juga konsentrasi tingkat tinggi. Jadwal ujian akhir, les, GR, Graduation Day.... semuanya saya tangani sendirian. Harap maklum kalau saya jadi kudet dan perlu #adaAqua 😁

Seperti yang pernah saya ceritakan, zi ingin bersekolah di SMAN favorit terbaik di DKI Jakarta. Nilai minimal untuk bisa masuk ke sekolah tersebut, sangat tinggi. Minimal nilai rata-rata UN (Ujian Nasional) 95 lebih kalau lewat Jalur Umum (Tahap Pertama). Sedangkan bila lewat Jalur Lokal (Tahap Dua) minimal nilai rata-rata UN 90 lebih.

Jalur Umum itu artinya semua siswa SMP dari seluruh Indonesia, bahkan luar Indonesia, bisa ikut berkompetisi memperebutkan bangku di sekolah tersebut.

Sementara Jalur Lokal artinya adalah hanya siswa yang berdomisili (dilihat dari data Kartu Keluarga) di kecamatan sekitar sekolah tersebut, yang bisa mendaftar.

UN SMP ada 4 pelajaran, yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris dan IPA. Jadi kalau nilai rata-rata UN zi adalah 92, 63 maka berarti bisa mendaftar ke sekolah tersebut kalau melalui Jalur Lokal, karena kebetulan sekali, lokasinya yang dekat dengan rumah kami.

Sayangnya, nilai minimal masuk ke suatu sekolah itu tidak diketahui sampai tahap pendaftaran PPDB masing-masing jalur selesai. Jadi peserta hanya bisa mendaftar saja, memilih sekolah mana pun yang menjadi pilihan (maksimal 3 pilihan). Bila kemudian ada siswa yang nilai rata-ratanya diatas peserta tersebut, maka dia akan tergeser posisinya.

Pilihan ke 1 tidak dapat, masuk ke pilihan ke 2. Bila tergeser terus akhirnya akan masuk di pilihan ke 3. Kalau pilihan ke 3 pun tidak dapat, peserta boleh memilih 3 pilihan sekolah lainnya atau menunggu Jalur Lokal.

Penyebab panik awalnya karena server PPDB yang pertama sempat down selama 2 hari berturut-turut.  Kemudian PPDB pindah operator dan semua tahapan pendaftaran diulang dari awal lagi.

Anehnya, 2 hari itu media seperti janjian untuk bungkam membahas masalah ini. Padahal di lapangan, banyak orangtua siswa yang sudah cuti dari kantor selama 2 hari berturut-turut, tapi belum berhasil mendaftarkan anaknya.

Saat zi tidak mendapatkan 1 pun sekolah pilihannya, saya semakin panik. Bagaimana kalau tidak diterima dimanapun? Mau sekolah dimana? Sementara di sekolah swasta yang sudah menerima zi, kami tidak daftar ulang karena zi yakin mau sekolah di SMAN favorit tersebut.

Mungkin kalau tidak panik, saya sempat membuka laman PPDB dan membaca bagian 'Berita Anda'. Disitu ada banyak tanya jawab pendaftar dengan operator tentang sistem PPDB ini. Kalau saja saya sempat membacanya, saya yakin tidak akan salah strategi.

Dalam kepanikan saya kemudian minta zi memilih 3 sekolah lainnya yang masih dalam peringkat 10 besar SMAN di Jakarta. Pikir saya, setidaknya masih "sekolah bagus" walau dua di antaranya berada cukup jauh dari rumah.

Pilihan pertama SMAN di Pondok Labu, kedua di Bulungan dan yang ketiga di Tebet. Zi awalnya menolak, karena yakin bisa masuk sekolah favoritnya melalui Jalur Lokal. Tapi kekurangan informasi membuat saya panik dan memaksanya untuk memilih kembali melalui Jalur Umum.

Saya bilang ke zi, minimal keterima dulu di salah satu sekolah. Nanti tidak usah daftar ulang kalau keterima, tapi daftar lagi di Jalur Lokal.

Disitulah saya melakukan kesalahan yang saya sesali sampai detik ini. Sungguh saya tidak tahu kalau siswa yang diterima di Jalur Umum tapi tidak mendaftar ulang, tidak bisa mendaftar kembali di Jalur Lokal, tapi bisa mendaftar lagi di Jalur Bangku Kosong (Tahap 3).

Di Jalur Umum itu zi diterima di SMAN yang di Bulungan. Akibatnya, zi tidak bisa lagi mengikuti PPDB Jalur Lokal. Padahal kalau saja saya tidak memaksanya untuk memilih kembali di Jalur Umum, cita-citanya masuk ke sekolah favoritnya dapat tercapai. Maafin bunda ya, bang 😭

Penyesalan memang tidak pernah datang duluan. Tapi masih menjadi ada harapan di Tahap Tiga walau sangat tipis karena di tahap ini kembali semua siswa boleh berkompetisi lintas provinsi bahkan negara.

Saat tiba waktunya untuk PPDB Tahap Tiga, lemes rasanya saat melihat bangku kosong yang tersedia hanya 1 di SMAN favoritnya. Melihat nilai rata-rata UN yang masuk di atas nilainya, zi langsung memilih sekolah lain yang menjadi pilihannya juga saat di Jalur Umum kemarin. Masih ada 3 bangku kosong di situ.

Awalnya zi ragu. Katanya, kasihan bun yang di nomor 3 nanti gak dapat kursi kalau abang masuk. Subhanallah, saat dirinya belum diterima di mana pun, zi malah mikirin orang lain. Tapi saya yakinkan, memang seperti itu sistemnya. Toh cara kompetisinya fair, tidak melalui "jalan belakang".

Akhirnya sampai PPDB berakhir, zi tetap termasuk dari 3 siswa yang mendaftar untuk bangku kosong di SMAN tersebut. Alhamdulillah, zi akhirnya diterima di SMAN yang letaknya di Jakarta Pusat itu.

Walau jaraknya sekitar 7 km dari rumah, tapi aksesnya mudah karena ada bus feeder dan Trans Jakarta. Berada di peringkat 4 SMAN terbaik di Jakarta, tahun lalu ada 59 dari sekitar 288 siswanya yang menerima undangan dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN) favorit di Indonesia. Semoga zi betah di sekolah barunya ini dan dapat diterima di PTN pilihannya kelak. Aamiin.

Begitulah pengalaman saya salah strategi di PPDB. Semoga bermanfaat dan pembaca @idenyadini tidak mengalami kesalahan yang sama.

Waroeng Bu Rodah 79

Kalau yang namanya menu ayam atau ikan yang digoreng atau dibakar, sudah biasa ya? Tapi di rumah makan sederhana di bilangan Tebet ini, yang membedakan adalah sambalnya. Benar-benar bikin nagih!

Sebenarnya kami sudah lama jadi pelanggan di Waroeng Bu Rodah ini, hanya saja selalu lupa foto kalau sudah disitu. Begitu melihat pesanan datang, langsung ingin buru-buru dihabiskan. Makanya baru sekarang bisa posting tentang tempat ini. Itupun fotonya diambil dari beberapa kali kunjungan :D

Bukan karena lokasinya yang dekat dengan sekolah anak-anak yang membuat tempat ini jadi pilihan untuk makan siang. Tapi memang sambal dan masakannya yang membuat kami selalu kembali kesini, lagi dan lagi.

Bahkan Opung-nya anak-anak pun suka sekali makanan di Waroeng Bu Rodah. Padahal biasanya beliau jarang mau makan di tempat seserhana ini.

Za dan bundanya paling suka menu lele goreng. Lele berukuran sedang yang digoreng dengan bumbu bawang merah, bawang putih, garam dan ketumbar itu dibaluri tepung tipis-tipis sehingga ada rasa renyah disetiap kunyahan.

Kalau zu hobinya ayam goreng, sedangkan abang dan ayahnya lebih memilih ikan nila bakar. Untuk menu ikan ada beberapa pilihan selain lele dan nila, yaitu mujair dan ikan mas. Seperti juga ayam, semua pilihan ikan bisa digoreng atau dibakar.

Penasaran ingin mencoba? Kalau mau kesini, jika datang dari Pancoran, belokkan kendaraan anda ke arah jalan Soepomo. Setelah melewati restoran cepat saji Mc Donalds, ada lampu merah lalu belok kanan masuk ke Jalan Tebet Raya.

Ketemu lampu merah kedua (Rusun Tebet) belok kiri. Sekitar 100 meter, Waroeng Bu Rodah ada di sebelah kanan jalan. Tidak akan sulit menemukannya. Tapi mencari tempat parkir yang perlu sedikit perjuangan.

Menempati bagian depan rumah, warung ini mampu menampung sekitar 15-an orang. Tersedia 3 meja panjang dengan bangku panjang dan kursi-kursi disitu. Kalau datang saat jam makan siang, siap-siap tidak kebagian tempat duduk, walau banyak juga yang membeli untuk dibungkus.

Sajian datang tidak lama, sekitar 5 menit setelah dipesan. Kecuali kalau memesan menu yang dibakar, perlu sedikit waktu lagi. Tapi percayalah, begitu mulai mengunyah, rasa bosan saat menunggu akan terlupakan.

Lauknya dihidangkan terpisah dengan nasi. Diletakkan di atas piring berisikan sambal dan lalapan yang terdiri dari timun, daun selada dan daun pohpohan. Untuk pereda rasa pedas, bisa memesan es jeruk, es teh manis atau minuman botolan.

Dengan harga per porsi sekitar Rp.20.000,- dan rasanya yang enak, tidak heran kalau warung bernuansa hijau ini selalu ramai. Untuk yang berada di sekitar Tebet, kalau memesan banyak, bisa diantar/delivery.

Jadi tunggu apa lagi? Cobain sambalnya dan siap-siap ketagihan ;)

Waroeng Bu Rodah

Jl Tebet Barat Raya no.15A
Jakarta Selatan

Hp: 08510158914/085211940773

Habis THR, Terbitlah Hutang

Sebentar lagi lebaran, nih. Ada yang sudah menerima THR (Tunjangan Hari Raya)? Sudah dibelanjakan? Atau malah sudah habis? Hayooo yang jujur yaaa jawabnya :D

Umumnya THR dihabiskan untuk biaya mudik (transportasi, akomodasi, konsumsi, oleh-oleh dan angpao alias salam tempel), baju lebaran dan gadget.

Memang sih, tidak ada hubungannya antara lebaran dengan gadget baru. Tapi mungkin karena dapat THR, jadi sebagian orang merasa perlu ganti gadget walau yang lama belum perlu diganti. Mungkin biar terlihat keren kalau pulang kampung nanti :D

Kalau THR digunakan hanya untuk hal-hal yang konsumtif, maka dapat dipastikan, tidak akan ada sisanya. Atau malah bisa-bisa, justru timbul hutang setelah lebaran usai.

Jadi sebaiknya, THR dialokasikan untuk apa saja? Yang pertama pastinya adalah ZIS (Zakat, Infaq dan Shadaqoh). Biar berkah THR-nya, keluarkan dulu bagian yang bukan hak kita.

Setelah ZIS, kalau punya hutang konsumtif (biasanya hutang kartu kredit), lunasi dulu. Mumpung ada dana lebih, nih. Kalau tidak cukup untuk dilunasi, setidaknya 20% dari THR dapat dialokasikan untuk pos ini.

Karena sudah mendapat THR, jangan lupa untuk memberikan THR pada orang yang menjadi tanggungan kita, seperti orang yang bekerja pada kita (diantaranya: ART, supir, hansip, tukang sampah), orangtua, dan saudara. Mereka kan juga juga ingin berlebaran. THR yang hanya setahun sekali ini pastinya sangat diharapkan.

Berikutnya, minimal 10% untuk di tabung atau diinvestasikan. Angka 10% itu minimal loh ya. Semakin besar persentase-nya, semakin baik. Bagi yang masih belum menikah atau tidak mudik, seharusnya bisa menyisihkan dana lebih besar untuk pos ini. Bisa sekedar di tabung, tapi akan lebih baik kalau diinvestasikan dalam bentuk reksadana, saham, obligasi, atau emas.

Sisanya, baru deh bisa dipakai untuk keperluan lebaran. Gak cukup? Ya harus dicukup-cukupin. Ada banyak cara kok untuk belanja hemat. Barang yang tidak harus dibeli seperti gadget, bisa dicoret dari daftar belanja. Beli keperluan lebaran, juga bisa cari yang lagi diskon.

Untuk tiket dan hotel, bisa dipesan jauh sebelum Ramadhan untuk mendapatkan harga yang lebih murah. Kalau kue lebaran seperti kukis, biasanya kalau beli banyak bisa dapat lebih murah di agennya. Ajak teman-teman untuk beli kukis bareng disitu.

Ada yang merasa baju, sepatu sampai gorden dan pembungkus sofa pun harus baru semua. Padahal, lebaran itu tidak berarti semuanya harus serba baru. Yang penting bersih dan layak dipakai.

Coba deh bongkar lemari, mungkin ada baju yang jarang dipakai. Kalau kemeja atau blus polos bisa bawa ke tukang jahit untuk di bordir. Tanya aja mbah gugel, ada banyak cara untuk membuat baju lama terlihat baru.

Begitu pula dengan perabotan dan peralatan rumah tangga. Buat apa beli toples baru kalau yang lama masih bisa dipakai? Gorden bisa di laundry, kain pelapis sofa pun bisa dicuci. Gak perlu baru kan?

Sebelum belanja, jangan lupa untuk membuat daftar belanja dan urutkan sesuai prioritasnya. Dengan begitu, kita dapat terhindar dari keinginan berbelanja barang yang tidak ada dalam daftar atau yang terletak di urutan bawah prioritas. Karena artinya, barang itu tidaklah penting untuk dibeli.

Pos belanja keperluan lebaran bukan tanpa alasan diletakkan terakhir. Tapi karena pos inilah yang seharusnya paling bisa di 'tekan' kalau-kalau dana yang tersisa tidak mencukupi.

Satu hal yang jangan pernah dilupakan: kalau masih juga kurang THR-nya, ingat yaaa kekurangannya TIDAK BOLEH ditutupi dengan menggesek kartu kredit. Jangan sampai, habis THR terbitlah hutang ;)

Selamat Hari Raya nan Fitri.
Maafin yaa kalau ada tulisan saya yang tidak berkenan di hati.

Sungguh tiada maksud menyinggung dengan sengaja, hanya ingin mengemukakan pendapat pribadi dan membagi pengalaman dan pengetahuan yang tak seberapa.

Semoga kita dipertemukan kembali dengan Ramadhan yang akan datang o:)

No ART No Problem

Sudah masuk bulan Ramadhan lagi. Yang punya ART (Asisten Rumah Tangga), siap-siap ditinggal mudik. Walau ada yang balik, tapi banyak juga yang di PHP (Pemberi Harapan Palsu)-in alias ART-nya tidak balik lagi.

Kasihan dengar keluhan teman-teman yang mengalami ini. Terutama bagi mereka yang bekerja di luar rumah, keberadaan ART memang sangat penting. Kebayang kan repotnya, harus ke kantor, sementara anak di rumah, siapa yang jaga? Siapa yang mengerjakan pekerjaan domestik seperti mencuci, menyetrika, masak dan sebagainya?

Saya termasuk yang beruntung karena tidak pernah bergantung pada keberadaan ART selama 12 tahun terakhir. Bagi saya, ada ART di rumah berarti harus punya stok sabar yang lebih banyak.

Pernah punya ART dulu waktu zi masih umur 2 tahun (sekitar 2003). Kejadian yang paling bikin trauma adalah saat si mba ART meninggalkan zi di lapangan depan rumah. Sementara dia mengambil album foto di kamarnya, zi dititipkan ke teman-temannya sesama ART.

Teman-temannya kan punya anak asuhannya sendiri. Pastinya zi bukan prioritas utama pengawasan mereka. Kalau zi diculik bagaimana? Atau kalau zi lari keluar lapangan terus ada mobil... iiih naudzubillah, ngeri ngebayanginnya.

Dan kejadian seperti itu tidak hanya terjadi sekali. ART lainnya juga pernah membiarkan pintu pagar dan garasi tidak terkunci sementara dia mengobrol di lapangan. Saat itu saya sedang menemani zi yang tidur siang. Bayangkan, apa yang terjadi kalau ada orang bermaksud jahat menyelinap masuk???

Pengalaman di PHP-in yang pertama dan terakhir adalah saat ART yang sudah saya siapkan untuk menemani zi saat saya dan hubby akan berhaji, tidak balik lagi setelah izin pulang kampung selama sebulan.

Sampai saya datangin ke kampungnya di Lampung sana, tetap tidak diijinkan suaminya. Padahal saya hanya minta waktu 1,5 bulan saja untuk menjaga zi. Duh, kalau ingat bagaimana paniknya saat itu, sampai tensi saya yang biasanya tidak pernah diatas 100, jadi mendadak 150.

Itulah sebabnya saya tobat pakai ART. Bahkan saat ART yang menjaga zi kala kami berhaji bilang ingin bekerja lebih lama di tempat kami, saya menolaknya. Tidak, terima kasih. Cukup banyak emosi yang tercurah hanya karena urusan ART ini.

Sampai sekarang, alhamdulillah, saya tidak pernah lagi tergantung pada ART. Dikerjakan saja semuanya sendiri. Tidak masalah capai badan, asal jangan capai hati.

Memang sih ada masanya saya merasa berat melakukannya. Seperti saat sedang sakit seperti sekarang. Tapi alhamdulillah, hubby dan anak-anak siap membantu.

Kalau hubby ada di rumah, mencuci piring, memasak, menyetrika atau menyapu halaman, ringan saja dilakukannya. Alasannya, Rasulullah aja mau membantu istrinya, kenapa dia musti malu?

Anak-anak pun demikian. Kebetulan di rumah kami tidak ada yang namanya pekerjaan perempuan dan pekerjaan laki-laki. Jadi semua memiliki kewajiban yang sama kalau berhubungan dengan hal domestik. Kalaupun ada batasan, itu karena umur bukan gender. Bagi yang belum SMP, belum boleh masak dan mencuci piring.

Zi walau laki-laki, sudah bisa masak nasi, nasi goreng atau sekedar masak mi instan. Zu dan za yang senang bersih-bersih lebih memilih untuk menyapu, mengepel dan merapikan kamar.

Seperti saat bundanya terbaring di tempat tidur selama 3 hari ini, 3pzh yang mengerjakan semuanya. Bahkan mencuci dengan mesin cuci pun, sudah saya ajarkan caranya kepada mereka. Bukan saya yang super tega, tapi keahlian dasar seperti ini harus dikuasai karena akan sangat berguna bagi mereka nantinya.

Saya dan ayahnya memiliki harapan suatu saat mereka akan sekolah jauh dari rumah. Di negara-negara yang belum pernah mereka kunjungi. Untuk itu mereka harus bisa mandiri. Tidak malu mengerjakan apapun asal halal dan baik. Karena di sana tidak ada ayah dan bundanya yang selalu siap membantu.

Kembali ke topik awal, soal ART. Bagaimana kalau mulai mengurangi perannya sedikit demi sedikit dengan cara mengajarkan anak untuk mandiri? Yang sudah SD, harusnya sudah bisa makan, mandi, BAK/BAB, dan pakai baju sendiri. Merapikan kamar, mainan dan buku-buku juga bisa diajarkan sejak kecil.

Jangan biasakan ya, anak melempar baju, sepatu atau barang lainnya lalu kita atau ART yang membereskannya. Sesayang apapun pada anak, memanjakannya secara berlebihan justru akan merugikannya. Sebaliknya, mengajarkan kemandirian justru merupakan bentuk kasih sayang orangtua terhadap anaknya.

Kalau semua anggota keluarga bisa saling membantu mengerjakan pekerjaan domestik, seharusnya tidak terlalu deg-degan menunggu si mba balik dari kampung. Tentunya kondisi ini hanya berlaku bagi ibu rumah tangga seperti saya.
No ART no problem!

Belajar Sabar

Rasulullah SAW bersabda: "Bukanlah orang yang kuat itu yang pandai bergulat, akan tetapi orang yang kuat adalah yang mampu menahan jiwanya ketika marah," (HR. Bukhari)


Seringkali kali kita emosi jiwa alias marah karena menghadapi suatu masalah. Padahal sebenarnya, masalahnya tidak terlalu besar kalau saja kita mau sedikit bersabar. Atau mencoba melihatnya dari sisi yang berbeda.

Saya termasuk orang yang emosian, kurang berpikir panjang bila sedang marah *tutupmuka* Sifat jelek ini sudah melekat sejak masih kecil.

Karena sangat menyadari sifat ini tidak baik, maka saya tekadkan untuk selalu belajar menahan diri. Susah, pastinyaaa. Tapi saya tidak ingin 3pzh meniru sifat buruk bundanya.

Dari yang pernah saya baca, ada beberapa cara untuk mencoba mengatasi emosi yang sedang meninggi. Istighfar atau berwudhu, adalah cara yang sering disarankan.

Beberapa orang, saat sedang emosi memilih untuk menghitung 1-10 sebelum mulai bicara. Menunda bicara saat marah akan menghindarkan kita dari mengucapkan hal-hal yang akan disesali kemudian hari.

Cara-cara ini yang sering saya terapkan saat kesabaran sedang diuji. Dan terbukti, memang efektif.

Seperti waktu sampah di rumah menumpuk berhari-hari. Sudah beberapa hari sampah tidak diangkut oleh tukang sampah langganan di lingkungan perumahan kami. Selain bau, sampahnya juga berulang kali diacak-acak kucing, sehingga jadi kerjaan tambahan bagi saya maupun hubby untuk menyapunya lagi dan lagi.

Di hari ke delapan, akhirnya si tukang sampah datang, saya menarik nafas beberapa kali sebelum membuka pintu dan bertanya, 'Kok lama gak kelihatan, mas?' Dengan raut sedih, si mas nya menjawab, 'Anak saya sakit bu, di kampung. Maaf.'
Astaghfirullah. Untung saya belum meninggikan suara dan berhasil menekan emosi sebelumnya. Bayangkan kalau tadi saya marah-marah, bagaimana perasaan si mas itu. Sudah tertimpa musibah, eeeh malah dimarahin. Betapa berdosanya saya kalau tidak bisa menahan lidah saat itu.

Kejadian lain saat saya baru pulang dari gym. Baru masuk rumah, suara tangisan za yang melengking sudah terdengar dari dalam. Badan yang lelah, mendengar suara tangisan anak itu rasanya... Haduuuh kenapa lagi niiih?? Emosi pun mulai naik. Susah sekali menahan mulut agar tidak mulai merepet saat sedang lelah begitu.

Masuk ke dalam rumah, terlihatlah za yang nangis sambil memandangi gelas yang pecah dekat kakinya. Lantai basah bercampur pecahan gelas. Abang dan kakaknya segera mengambil sapu dan lap. Mereka sigap merapikan.

Seperti biasa, saya lebih memilih diam kalau mereka sudah berinisiatif membereskan. Masuk ke kamar, saya hidupkan AC dan duduk di tempat tidur. Menunggu penjelasan dari anak-anak sekalian mendinginkan badan dan kepala (biar tanduknya gak keluar!).

Benar saja, tidak lama za masuk ke kamar. Kepalanya menunduk, suaranya terdengar pelan bercampur isakan, 'Maaf ya bun, adek jatuhin gelas. Tadi adek mau ngambilin minum untuk bunda. Tapi adek lari, jadi jatuh'

Subhanallah. Anak balita ini, dengan caranya ingin menunjukkan perhatian pada bundanya, yang menurutnya pasti capek baru sampai rumah. Untung saya tidak memarahinya tadi. Abang dan kakaknya juga hebat, berinisiatif merapikan pecahan kaca segera agar adiknya tidak terluka.

Coba kalau tadi saya memarahinya, pasti za sangat kecewa. Padahal niatnya baik, menyiapkan minum untuk bundanya yang baru pulang. Gelas pecah, bisa dibeli lagi. Tapi hati anak yang terluka, bagaimana mengobatinya?

Dari dua kejadian itu saya jadi mengerti, bahwa dengan menahan emosi, walau pun hanya beberapa menit, kita dapat terhindar dari menyakiti hati orang lain.

Kalau masalah terlalu rumit, emosi yang terlibat terlalu menguras hati, saya memilih untuk menyingkir. Meninggalkan sumber konflik. Cara seorang pengecut, saya akui. Tapi saya lebih takut tidak dapat mengendalikan emosi daripada mendapat cap 'pengecut'.

Saya masih perlu banyak belajar agar bisa menjadi contoh yang baik bagi 3pzh. Diantaranya belajar menjaga lidah dari mengucapkan hal-hal yang menyakiti hati orang lain, dan belajar menjaga jempol saat mengetikkan kata-kata yang mungkin akan saya sesali dikemudian hari.

Ishbir yaa nafsi... Ψ§Ψ΅Ψ¨Ψ± يا نفسه
Bersabarlah wahai diri...

Mencari Sekolah Berasrama (2)

Masih ingat postingan saya tentang mencari sekolah berasrama untuk zi? Kali ini saya mau menceritakan lanjutannya nih...


Setelah kecewa dengan sekolah berasrama di Bogor, akhirnya kami arahkan pencarian ke Cirebon. Kenapa Cirebon, bukan Bandung? Karena yang di Bandung, semua sekolah incaran sudah ditutup pendaftarannya. Selain itu, sejak ada tol Cipali, perjalanan menuju ke kota ini jadi lebih mudah dan cepat, seperti kalau ke Bandung.

Sewaktu zi mau masuk SMP, sekolah ini sebenarnya sudah masuk dalam daftar 'sekolah incaran' kami. Tapi memang kami belum sempat ke sana dan waktu itu (3 tahun lalu) akhirnya zi memutuskan untuk sekolah di SMP-nya yang sekarang, di Jakarta.

Sekolah ini berbeda dari semua sekolah Islam berasrama yang masuk dalam daftar kami. Beda karena lebih bersahaja (sederhana). Mungkin karena lokasinya di Cirebon, mungkin juga karena memang kebijakan Yayasan yang mengelolanya. Tapi justru kesederhanaannya inilah yang membuat kami tertarik. Selain itu, karena merupakan sekolah Islam, ada kewajiban berjilbab bagi semua siswi dan karyawan wanita di sekolah ini. Nah, ini baru benar *jempol*

Uang pangkalnya Rp.11.000.000, atau hanya naik Rp.1.000.000 dari tahun 2012 (4 tahun yang lalu) . Berbeda sekali dengan sekolah lain yang umumnya menaikkan uang pangkal 1-5juta PER TAHUN.

Untuk SPP Rp.1.250.000, biaya kegiatan per tahun Rp.1.500.000 dan masih ada uang seragam dan buku. Biaya-biaya ini juga tidak sampai separuh dari sekolah berasrama pada umumnya. Apalagi kalau dibandingkan dengan sekolah yang di Bogor.

Setelah melakukan Pendaftaran secara online, mentransfer uang pendaftaran melalui bank dan berkomunikasi dengan Panitia PSB (Penerimaan Siswa Baru) melalui Whatsapp, zi diundang mengikuti Tes Masuk.

Singkat cerita, seminggu sebelum UN SMP, kami survey ke sana sekalian mengantar zi yang akan mengikuti tes. Karena tesnya hari Minggu, kami datang ke Cirebon sejak Sabtu supaya zi cukup beristirahat sebelum tes.

Begitu memasuki kota Cirebon dari tol Palimanan, kami langsung menuju ke sekolah itu. Dengan bantuan gmap, kami menemukan lokasinya yang berada di tengah lingkungan perumahan.

Disambut oleh satpam sekolah dan kemudian diantar ke ruang guru untuk bertemu dengan Panitia PSB, kami lalu melihat-lihat gedung sekolah.

Asrama putra dan putri berada di dalam area sekolah. Letaknya saling berseberangan, dipisahkan oleh lapangan olah raga. Keuntungannya, kalau terlambat atau ada yang ketinggalan, tidak jauh jaraknya. Selain itu lebih aman karena masih dalam area sekolah, menurut saya.

Berbeda dengan sekolah yang di Bogor dimana asramanya berada di luar area sekolah dan bersebelahan dengan rumah penduduk. Kata zi yang melihat foto-foto di Ruang Marketing waktu itu, bangunan asrama sekolah yang di Bogor, terlihat mewah dan tentunya full AC.

Ada beberapa gazebo di halaman dalam dekat ruang kelas. Kata Panitia PSB, itu disediakan untuk tempat orangtua bertemu anaknya bila sedang berkunjung. Kunjungan hanya boleh dilakukan sebulan sekali saat akhir pekan agar tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar.

Sayangnya, kami tidak bisa masuk ke dalam asrama karena sedang dibersihkan. Tapi dari luar terlihat, setiap kamar yang diisi oleh 2 siswa/siswi itu tidak memakai AC. Dua daun jendela di tiap kamar terlihat terbuka lebar. Udara Cirebon yang merupakan kota pelabuhan memang panas. Berbeda dengan Bogor atau Bandung yang lebih sejuk.

Sekolah menyediakan 2 tempat tidur single beserta kasur dan bantal, 2 lemari pakaian, dan gantungan handuk di setiap kamar. Siswa diperbolehkan membawa kipas angin, mp3, Al Quran digital, tapi tidak boleh membawa handphone, tablet atau smartphone.

Uang saku dibatasi maksimal Rp.20.000/hari, sisanya dititipkan ke pengurus asrama. Sementara untuk biaya laundry (cuci setrika pakaian), baju seragam gratis, diluar itu biayanya Rp.1.000/potong. Tersedia koperasi sekolah yang menjual keperluan sehari-hari dan camilan. Sementara kebutuhan makan 3 kali sehari dan minum selama di asrama, sudah termasuk dalam SPP bulanan.

Ruang kelas, semuanya full AC. Untuk SMA mereka membuka 2 kelas. Penerimaan Tahap 1 untuk SMA, sudah dilakukan beberapa bulan sebelumnya. Kalau melihat data siswa yang diterima di Tahap 1, umumnya mereka datang dari SMP di Bandung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bekasi dan Jakarta. Lulusannya banyak yang melanjutkan ke PTN seperti UI, IPB dan PTN lain di luar Jawa.

Yang saya heran, kualitas bangunannya, kok masih lebih baik daripada yang di Bogor ya? Padahal uang pangkal dan SPP-nya kurang dari separuhnya. Apa mungkin biaya hidup di Cirebon sangat murah? Atau memang sekolah yang di Bogor lebih komersil?

Keesokan harinya, zi mengikuti tes tulis dan psikotes dari jam 8 - 12 WIB, sementara Ayahnya mengikuti wawancara antara pihak sekolah dan orangtua calon siswa/siswi (khusus SMA). Daripada nanti mereka bete nungguin abangnya berjam-jam, gals memilih untuk menunggu di hotel saja ditemani oleh bundanya.

Tes selama 4 jam itu merupakan Tes akademik yang mencakup IPA, IPS, Agama, Matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Lalu masih ada lagi tes psikologi dan tes BTQ (Baca Tulis Qur'an). Karena tesnya setengah harian, semua peserta tes disediakan snack, nasi kotak dan air minum botolan.

Oiya, di sekolah ini hanya ada tingkatan SMP dan SMA. Jadi tidak ada SD. Luas area sekolah juga tidak sebesar yang di Bogor. Bangunannya hanya 2 lantai. Sementara yang di Bogor, beberapa gedungnya ada yang 3 lantai.

Pada saat pengumuman hasil tes masuk, orangtua akan mendapat pemberitahuan melalui sms dan surat yang dikirim ke rumah. Kalau sekolah yang di Bogor, pemberitahuan hanya melalui sms.

Kesimpulannya, kalau dibandingkan apple to apple, saya pilih yang di Cirebon. Dari tahap pendaftaran, seleksi sampai pengumuman hasil tes, mereka lebih profesional. Semuanya terjadwal dan terkoordinasi dengan baik.

Pertimbangan lain, tentunya karena sekolah yang namanya sama dengan nama jalannya ini, benar-benar Islami. Tidak sekedar berjargon 'bernafaskan Islam' tetapi menerapkan nilai-nilai Islam dalam kesehariannya, insyaa Allah. Setidaknya itu kesan yang kami dapat selama 2 hari berinteraksi dengan karyawan dan gurunya. Semuanya ramah, santun, tepat waktu dan berpakaian tertutup.

Alhamdulillah, zi diterima di kedua sekolah tersebut (baik yang di Bogor maupun Cirebon). Tapi sepertinya kami akan menunggu pengumuman hasil penerimaan SMA di DKI Jakarta sebelum memutuskan zi akan bersekolah dimana.

Saya dan ayahnya memang ingin zi di sekolah berasrama, namun demikian kami tidak ingin memaksa. Bagaimana pun, zi yang akan menjalaninya. Biarlah dia yang memilih dan Allah yang menentukan kemana dia akan sekolah SMA nanti. Sebagai orangtua, kami hanya bisa memfasilitasi, mengarahkan dan mendoakannya.

Jangan Berhenti Berbuat Baik

Sebenarnya, ini adalah salah satu cerita yang enggan saya bagi. Mengingatnya, membuka luka lama yang bahkan belum sembuh sampai saat ini. Tapi saya ingin menceritakannya, agar dapat dijadikan pelajaran dan dipetik hikmahnya bagi pembaca blog @idenyadini.

Begini ceritanya....

Di hari-hari terakhir sebelum ibu saya pergi untuk selama-lamanya, beliau di rawat di ICU sebuah rumah sakit di Jakarta Utara. Karena Hb yang sangat rendah, beliau disarankan untuk transfusi apheresis.

Masih jelas di ingatan saya, Jumat malam 13 Februari 2015, dokter jaga meminta persetujuan saya dan adik perempuan saya untuk melakukan transfusi. Katanya, saat itu RS tidak ada stok, tapi bisa coba ditanyakan ke PMI.

Sebagai anggota @dondarSIAGA dari Komunitas Gerakan Berbagi, saya menawarkan diri untuk mencari donaturnya. Insyaa Allah, tidak akan sulit mencari pegiat yang bersedia untuk donor darah, karena komunitas kami memang biasa memenuhi permintaan donor darah dari pasien-pasien di Jakarta yang membutuhkan.

Setelah menghubungi Komunitas Gerakan Berbagi, akhirnya dapat donatur darah, @Mr_dian. Beliau ini sudah lebih dari 50x dondar apheresis loh. Subhanallah!

Kami pun janjian ketemu di PMI Kramat malam itu. Singkat cerita, akhirnya dondar pun selesai dilakukan. Terima kasih, Papa Dian. Barakallah.

Sampai jam 1-an dini hari, saya masih di PMI Kramat. Saya berpikir, untuk membawa sendiri kantung darahnya ke rumah sakit. Tapi kata petugasnya, "Ibu pulang saja. Selanjutnya ini urusan PMI dengan rumah sakit. Darahnya juga masih diproses dulu. Sekitar jam 6 nanti sudah bisa diserahterimakan."

Awalnya saya bersikeras untuk menunggui, tapi petugasnya tetap menyuruh saya pulang, karena percuma, kantung darah tidak akan diserahkan ke saya, tetapi harus ke petugas rumah sakit. Akhirnya saya pun pulang, saat jarum jam hampir menyentuh angka 2.

Paginya, jam 10 saya sudah di RS Fatmawati. Hari ini Gerakan Berbagi mengadakan acara rutin donor darah di UTDRS Fatmawati dan menghibur pasien anak prasejahtera. Usai acara, saya segera meluncur ke rumah sakit untuk menunggui ibu.

Sampai di rumah sakit, saya langsung lemas mendengar kantung darah yang tadi malam, belum juga sampai, apalagi ditansfusikan ke ibu saya :( Alasan dokter jaga, saat itu sedang tidak ada ambulans yang bisa digunakan untuk menjemputnya. Ambulans? Untuk sekantung darah? Apa tidak berlebihan?

Saat itu, sudah jam 14an. Artinya sudah 12 jam lebih sejak dondar selesai dilakukan di PMI Kramat. Kondisi ibu sudah sangat kritis. Hb-nya semakin rendah, sementara denyut nadinya pun semakin lemah. Hingga akhirnya sakratul maut menjemputnya, kantung darah itu tidak pernah sampai di rumah sakit.

Cobaan yang berat ini, membuat iman saya menipis. Saya sempat mempertanyakan ketetapan Allah ini. Kenapa saya tidak bisa menolong ibu sendiri, sementara saya berkali-kali bisa menolong orang lain yang bahkan tidak saya kenal? Maafin saya ya, Ma. I have failed you :'(

Saya sempat vakum tidak dondar untuk beberapa lama. Jangankan dondar, menelusuri lorong rumah sakit saja sudah cukup membuat saya menangis sesenggukan. Semuanya mengingatkan pada kegagalan saya menolong ibu sendiri.

Perlu waktu hampir setahun untuk saya menyadari: walau tidak mampu menyelamatkan ibu saya sendiri, tapi saya masih bisa menyelamatkan orang lain, bukankah itu suatu hal yang patut disyukuri? Bagaimanapun, sebagai manusia, selama masih hidup, kita harus bisa bermanfaat bagi orang lain.

Alhamdulillah, sekarang saya sudah aktif lagi dondar. Mari saling mendoakan, semoga kita selalu diberikan kemampuan untuk terus berbagi.

Jangan pernah berhenti berbuat baik, walau hidup mengecewakanmu. Teruslah berbuat baik dan membuat hidupmu jadi berarti.

Yuk Dondar!





Buat yang ada di seputaran Pancoran, Soepomo, atau Tebet di hari Kamis besok tanggal 28 April 2016, ikutan yuk acara Donor Darah yang diadakan Majelis Taklim Madina Islamic School dan PMI ini. Berlangsung dari jam 10 s/d jam 13 di Soepomo Office Park lantai 2.



Kepedulianmu dapat menyelamatkan nyawa mereka ;-)

[Resep] Bolu Kukus Kopi

Siang ini ada 2 tukang yang datang ke rumah. Tadinya saya mau keluar rumah membeli kue untuk suguhan, tapi jadi mager (malas gerak) ngeliat sinar matahari yang terik. Cek isi lemari dapur, ada bahan-bahan untuk Bolu Kukus Kopi. Nah kebetulan,laki-laki kan biasanya doyan kopi tuh. Yaudah deh, bikin sendiri aja kuenya.

By the way, ini resep hasil coba-coba. Setelah 3 kali bikin, ketemulah cara membuat bolu kukus yang mengembang cantik, digigit terasa lembut dan yang terpenting, enyaaaak ;)

Bahan-bahan:

2 sachet Kopi Instant
200ml air panas / 1 cangkir
4 butir Telur
200 gram Tepung terigu
175 gram Gula tepung (200 gram kalau suka manis)
4 sdm mentega
1/2 sdm TBM


Cara Membuat Kue Bolu Kopi:

1. Seduh kopi, sisihkan

2. Cairkan mentega, sisihkan

3. Kocok telur dengan TBM sampai adonan memutih dan kaku atau berjejak

4. Campurkan tepung terigu dan gula tepung, ayak
5. Masukkan adonan telur ke dalam adonan tepung, aduk balik (jangan memutar) dengan spatula

6. Masukkan seduhan kopi dan mentega cair yang sudah tidak panas ke dalam adonan tepung sambil diaduk balik dengan spatula, sampai semua adonan tercampur rata

7. Lapisi loyang dengan mentega dan taburi dengan tepung terigu

8. Panaskan kukusan sampai mendidih, jangan lupa memasang serbet besar pada tutup kukusan agar uap tidak jatuh ke kue nantinya

9. Masukkan adonan dalam loyang, naikkan ke atas kukusan yang sudah mendidih, lalu tutup rapat

10. Kukus selama 30-40 menit dengan api sedang, jangan membuka tutup kukusan sampai kompor dimatikan.

11. Buka tutupnya sedikit saat kompor sudah dimatikan, jangan langsung dibuka lebar, agar bolu tidak mengempis. Diamkan selama 15 menit

12. Angkat loyang dan letakkan di tempat terbuka selama 15 menit atau sampai tidak panas lagi

13. Balikkan loyang di atas piring, Bolu Kukus Kopi siap disajikan


Tips:

1. Pakai telur jangan yang langsung dari kulkas, taruh dulu dalam suhu ruangan beberapa jam sebelum digunakan

2. Saat dicampur ke adonan tepung, seduhan kopi dan mentega cair tidak boleh dalam keadaan panas

3. Agar permukaan kue tidak bergelombang, mengisi air kukusan jangan terlalu penuh sehingga saat mendidih tidak menyentuh loyang

4. Seduhan kopi dimasukkan ke adonan tepung bersama ampasnya, kalau tidak nanti aroma kopinya kurang mantap

Gak nyangka, dengan resep coba-coba, ternyata hasilnya sama sekali tidak mengecewakan. Rasanya ngopiiiii banget.

Besok-besok, dengan bahan yang hampir sama, kecuali kopi, saya mau coba bikin Bolu Kukus Keju. Kira-kira gimana ya hasilnya?

Mencari Sekolah Berasrama (1)

Cepatnya waktu berlalu. Sekarang si abang sudah kelas IX. Sebentar lagi masuk SMA. Rasanya baru kemarin saya menemani zi ke pre-school di sebuah mal. Tau-tau sekarang sudah mau SMA. Ini artinya bundanya juga semakin tuwir... Huihihi.

Berbeda saat SD dan SMP, zi sekarang tidak lagi alergi dengan sekolah negeri. Dia bahkan sangat ingin masuk SMA negeri favorit dekat rumah. Katanya, supaya kesempatan masuk PTN lebih besar. Waaah, sudah punya rencana sendiri rupanya. Semoga cita-citanya tercapai ya, bang. Aamiin YRA.

Selain sekolah negeri, zi juga ingin di sekolah berasrama (boarding school) untuk Plan B-nya. Saya dan ayahnya memang sudah sepakat, SMA zi harus masuk boarding school kalau tidak jadi masuk SMA Negeri. Alhamdulillah, anaknya pun mau.

Kami melihat, sekolah berasrama insyaa Allah akan membawa banyak kebaikan bagi zi. Dia kan pendiam dan kurang bergaul. Kalau di sekolah berasrama, akan bersama teman-temannya hampir 24 jam sehari. Semoga akan membuat zi lebih luwes dalam bersosialisasi nantinya.

Selain itu, sekolah berasrama akan mengajarkan zi untuk disiplin dalam belajar dan kehidupan sehariannya. Karena disana ada aturan tertulis yang harus dipatuhi semua penghuninya. Dan ada guru yang membimbing dan mengawasi terus-menerus.

Kalau di rumah sih memang ada saya yang selalu mendampingi. Tetapi namanya anak, biasanya lebih patuh pada guru daripada sama orangtuanya sendiri. Belum lagi kalau di rumah ada adik-adiknya. Duo ceriwis itu sering mengganggu abangnya dengan cekikikan mereka yang tiada henti kalau sedang bercanda. Kata zi, sekolah dimana aja bun, yang penting jauh dari itu (menunjuk 2 adiknya) x_x

Tapi biasanya sekolah swasta sudah membuka pendaftaran dari bulan Desember. Sedangkan sekarang sudah bulan Maret. Sulit mencari sekolah yang masih menerima pendaftaran. Tanya-tanya om gugel, akhirnya ketemulah sebuah sekolah 'bernafaskan' Islam di daerah Bogor.

Sekolah mahal nih, pikir saya. Bayangkan, uang pangkal, buku dan seragam, SPP sebulan pertama serta uang kegiatan setahunnya saja lebih dari Rp.50juta. Langsung nyesek. Tapi gapapa deh, yang penting sekolah berasrama ini masih buka pendaftaran. Ayahnya langsung mengontak staf marketing sekolah tersebut melalui WA (WhatsApp).

Setelah membayar uang pendaftaran sebesar Rp.500ribu melalui bank transfer, barulah muncul hal-hal yang membuat saya merasa tidak sreg menyekolahkan zi disitu.

Pertama, soal peraturan berpakaian siswinya. Mungkin karena keburu senang ada sekolah berasrama yang masih menerima pendaftaran, kami luput memperhatikan hal ini. Tapi saat saya sedang browsing gambar-gambar siswa-siswinya.... Jreeeng! Sekolah tidak mewajibkan jilbab. Langsung lemes, deh.

Menurut kami, sekolah Islam ya artinya harus mewajibkan jilbab. Karena menutup aurat itu wajib hukumnya. Kalau kebijakan sekolah saja tidak menjalankan Islam yang kaffah, bagaimana nanti murid-muridnya bisa tahu mana yang wajib, sunnah, dan haram? Islam memang toleran, tapi bukan berarti boleh memilih mana yang wajib mana yang tidak, kan? Semua hal yang sudah diatur di Al Qur'an dan hadist harusnya tidak tebang pilih dalam pelaksanaannya.

Tapi, ya sudahlah, mau bagaimana lagi. Tidak banyak, bahkan nyaris tidak ada pilihan saat ini. Akhirnya saya dan hubby memutuskan untuk meneruskan proses pendaftaran.

Lalu masalah kedua muncul, yaitu sikap staf marketing-nya yang tidak sopan. Hubby sudah menjelaskan saat ini sedang tidak berada di Indonesia, jadi untuk selanjutnya bisa menghubungi saya, istrinya.

Menjelang tes masuk, saya pun menghubungi staf tersebut melalui WA. Beberapa kali chat, ternyata pertanyaan saya terakhir tentang waktu tes diabaikan selama lebih dari 24 jam! Di 'read' tapi tidak di 'reply'. Setelah saya tanyakan ulang, barulah dijawab dan mengatakan, dia pikir tidak perlu menjawab WA saya karena dia sudah menjawabnya ke WA hubby. Bukan main.

Setau saya, etiket dalam berkorespondensi melalui media apapun adalah tidak mengabaikan pertanyaan orang dengan sengaja. Terutama bila komunikasi dilakukan melalui jalur pribadi, one to one. Apa dia tidak tahu tentang hal itu?

Staf marketing itu kan front liner (garis depan) sebuah perusahaan. Perilakunya adalah cerminan perusahaan yang diwakilkannya. Dan saya tidak sedang mendaftarkan anak kami di sekolah gratisan loh. Kok bisa-bisanya diabaikan seperti itu? Saya benar-benar tidak habis pikir.

Tapi lagi-lagi, saya berusaha memaklumi. Mungkin cuma 1 staf yang kelakuannya seperti ini. Mungkin staf pengajarnya nanti baik-baik dan lingkungan sekolahnya menyenangkan. Itu harapan kami sambil berusaha menekan kekecewaan demi kekecewaan yang ditemui sehubungan dengan sekolah ini.

Lalu tibalah saatnya tes masuk. Zi diminta datang hari Sabtu jam 9.00 - 13.00 WIB, karena hari itu mereka hanya masuk setengah hari kerja. Dari Jakarta jam 7-an, kami tiba di sekolah tersebut jam 8.30 tepat. Karena masih ada waktu setengah jam dari waktu yang dijanjikan, kami pun berkeliling lingkungan sekolah untuk melihat-lihat.

Kesan pertama adalah kotor. Ah, mungkin karena baru hujan jadi becek, hibur saya dalam hati. Melewati gedung SD, kami masuk terus ke dalam sampai di gedung SMP. Tidak seorang pun kami temui. Ada sih tulisan yang menerangkan kalau disitu terpasang cctv. Tapi... melihat lingkungannya yang agak kumuh itu, kok saya jadi ragu, beneran ada gak tuh cctv?

Di lapangan SD tadi ada beberapa siswa yang sedang mengikuti ekskul karate dengan orangtua mereka menunggui dipinggir lapangan. Tapi di gedung SMP, tidak ada seorang pun terlihat. Apakah OB (office boy) atau satpam, sama sekali tidak terlihat. Lah, kalau kami ini punya maksud tidak baik, bagaimana? Kok sepertinya pengawasannya kurang sekali?

Padahal di bagian depan ada gedung yang sedang dibangun. Artinya, ada kuli-kuli bangunan, yang merupakan orang luar bagi lingkungan sekolah. Kenapa terlihat kurang sekali pengawasan ya?

Dari awal kedatangan, saya hanya bertemu 2 satpam, 1 di pintu gerbang masuk dan 1 lagi di pintu gerbang keluar. Selain itu ada 1 OB yang sedang membersihkan Ruang Marketing.

Sekolah ini terletak di sebuah lahan yang cukup luas. Di bagian depan, ada pintu gerbang masuk dan keluar. Lalu ada Ruang Administrasi dan Ruang Marketing dekat pintu gerbang. Dipisahkan pelataran parkir yang bisa memuat sekitar 30-35 mobil, barulah kemudian terletak area sekolah. Jadi dari area SD sampai SMP, tidak terlihat ada satpam atau OB selain orang-orang yang berkegiatan ekskul tadi.

Lalu saya perhatikan gedungnya. Pintu kelasnya keropos, seperti pintu di sekolah negeri zu dulu. Dindingnya pun kotor. Cat-cat dinding, jendela dan pintu banyak yang mengelupas. Padahal kalau melihat foto-fotonya di web, sepertinya gedung baru yang bersih. Duh, kemana larinya uang pangkal yang Rp.40juta itu? Apakah hanya dipakai untuk membangun fasilitas baru tapi tidak untuk merawat yang sudah ada?

Jam masih menunjukkan pukul 8.40 saat kami kembali ke parkiran. Masih ada waktu 20 menit lagi. Saya putuskan membawa anak-anak sarapan bubur di depan gang masuk yang kami lewati tadi saat datang. Karena takut kesiangan, tadi kami hanya sempat sarapan agar-agar di mobil :D

Jam 9 pas, kami sudah di sekolah lagi. Kata satpamnya, staf marketing-nya belum datang. Kami akhirnya menunggu di dalam mobil. Saya mulai gelisah, kalau sampai ngaret, berarti semakin yakin saya untuk tidak jadi menyekolahkan zi disini.

Masalahnya, staf marketing yang sedang kami tunggu ini berbeda orangnya dengan yang melakukan komunikasi saat pendaftaran (yang mengabaikan chat saya di WA). Kalau orangnya sama, perilakunya sama mengecewakan, mungkin bisa dimaklumi. Tapi kalau 2 orang yang berbeda, masa dimaklumi juga?

Jam 9.35, saya dan zi turun dari mobil mendatangi satpam. Kami lalu diminta masuk ke ruangan administrasi dan disana ketemu dengan staf yang bertugas. Dia bilang, sudah menelpon staf marketing yang sekarang sedang dalam perjalanan. Lalu kami diminta menunggu di ruang sebelah, Ruang Marketing.

Jam 9.44 barulah si staf marketing itu datang dengan tergopoh-gopoh sambil meributkan anak-anaknya yang masih kecil memaksa ikut sehingga dia terlambat. Alasan macam apa itu? Kalau repot sama anak, ya gausah kerja dong. Di rumah aja jadi ibu yang baik. Anak kok dibawa ke kantor dan membuat orang menunggu 44 menit? Tidak profesional banget.

Saya kembali ke mobil setelah zi masuk ke ruangan untuk mengerjakan soal tes. Dan kami segera pergi dari situ setelah zi selesai dengan tesnya sejam kemudian. Sama sekali tidak berminat untuk bertanya lebih lanjut tentang sekolah itu. Saya sudah kehilangan selera.

Sekolah mahal, bahkan ada kelas Internasional dengan kurikulum Cambridge, kok mutu staf-nya seperti itu? Dua dari 3 staf-nya yang berhubungan dengan kami tidak profesional, gedungnya kotor dan kumuh, pengawasan kurang dan yang terpenting, tidak mewajibkan jilbab. Sekolah Islam yang sama sekali tidak Islami.

Well, saya jadikan ini sebagai pelajaran. Walau tidak banyak pilihan, bukan berarti kita harus kompromi dengan hal yang bertentangan dengan keyakinan kan? Dan pencarian sekolah berasrama untuk zi pun dilanjutkan.... (bersambung)

[Kuliner] Pedas Menggigit Ayam Goreng BBQ

Setiap kali melewati restoran fastfood ini, antrian depan kasirnya selalu panjang. Jadi penasaran. Apa sih istimewanya Richeese Factory ini?

Dengar-dengar, resto ini ngetop karena rasa ayam goreng berbumbu barbeque-nya yang pedas. Cek kehalalannya, no worry, sudah bersertifikat halal MUI. Amaaann.

Akhirnya suatu sore, mampirlah kami ke situ. Ngantri sejam lebih! Hadeeeeh. Apa karena pas wiken awal bulan ya?

Level kepedasan menu fire-nya 0 sampai 5. Yang tidak hobi pedas tapi suka rasa barbeque, mending level 0 deh. Sayangnya, yang Fire Tender (potongan dada dan paha ayam) sudah keburu habis. Jadinya cuma bisa pesan yang Fire Wings (sayap ayam).

Za yang tidak suka pedas, hanya memesan ayam goreng original. Saya yang penasaran, nyobain fire wing level 3 dan zu yang suka pedas pesan level 1. Sedangkan zi yang tidak suka pedas cuma berani level 0 saja :D

Ayamnya disajikan dengan saus keju yang lumayan banyak dan nasi yang porsinya sangat kecil. Gak sabar, saya sobek sedikit daging ayam goreng tepung yang dilumuri saus barbeque itu, dan..... jreeeeeeng......

Ternyata, saya menyesal memilih level 3, saudara-saudara! Pedesnya nampol bingits! Kepala gatal, hidung meler dan mata nyaris berair menghabiskannya. Duh, apa kabar yang level 5???

Saus kejunya sedikit membantu menghilangkan rasa pedas yang nyaris bikin kapok itu. Tapi karena saya bukan penikmat keju, agak aneh saja rasanya makan ayam goreng pakai saus keju.

Pesanan kami masih ditambah 4 nasi, 4 frutarian (teh rasa buah) dan 3 cheese cake untuk peredam rasa pedas, dengan total kerusakan sekitar Rp.135ribuan aja. Gak mahal kan?

Kalau tidak suka ayam bumbu barbeque ini, bisa memilih ayam goreng tepung seperti di fastfood fried chicken lain, nachos, kentang goreng atau pun burger. Lumayan banyak variasi menunya. Jadi dari anak-anak sampai dewasa bisa makan disini tanpa takut kepedasan.

Kufur Nikmat

Duh, sudah lama banget nih tidak liburan ke luar Jakarta. Sejak LDR (Long Distance Relationship)-an sama hubby, jadi susah mau pergi jauh-jauh. Kapan ya bisa liburan lagi? .....

Lagi mikir gitu, tiba-tiba ..... Hp berbunyi tanda sebuah sms masuk. Dari seorang teman lama ternyata. Kami pun berbalas sms.

Dia merupakan satu-satunya teman dekat saya di lingkungan yang dulu. Sifat saya yang pemalu dan kuper, membuat saya susah untuk bisa dekat dengan orang yang baru dikenal. Hanya dia yang selalu menegur saya, sementara yang lain menganggap saya sombong karena jarang berkumpul dengan mereka.

Kami saling bertukar kabar. Katanya, suaminya tidak bekerja sejak di PHK dari kantornya, hampir setahun lalu. Untuk bertahan hidup, suaminya bekerja serabutan sambil terus berusaha mencari pekerjaan baru.

Tapi yang namanya kebutuhan hidup, mana bisa diajak kompromi. Walau tidak ada pemasukan, pengeluaran tetap jalan terus. Ada uang kontrakan rumah yang harus dibayar, uang sekolah 2 anaknya, belum lagi uang makan mereka berempat setiap harinya.

Tiba-tiba saya jadi malu membaca sms-nya. Baru saja beberapa detik sebelumnya saya mengeluh sudah lama tidak liburan. Ternyata di seberang sana, ada seorang teman yang sedang kesusahan. Jangankan liburan, bahkan untuk makan pun mereka sulit.

Tanpa terasa, air mata menetes di pipi. Ya Allah, ampuni saya yang kufur nikmat ini. Maafkan saya yang sering lupa bersyukur untuk semua nikmat yang sudah Engkau berikan.

Saya suka lupa, hidup yang sering dikeluhkan ini, bisa jadi merupakan kehidupan yang diharapkan orang lain.


فَΨ¨ِΨ£َيِّ Ψ’Ω„Ψ§Ψ‘ِ Ψ±َΨ¨ِّΩƒُΩ…Ψ§ ΨͺُΩƒَΨ°ِّΨ¨Ψ§Ω†ِ 

Maka nikmat Tuhan-mu manakah yang kamu dustakan? (Ar Rahman [55] 13)









Keterangan:

Kufur nikmat:
tidak bersyukur atas nikmat yg dilimpahkan Allah

I M A N

Co-write with ehn

Pengertian iman adalah mempercayai atau meyakininya dalam hati, mengucapkannya secara lisan dan membuktikannya dalam amal perbuatan anggota badan.

Sebagai orang yang beragama Islam, tentunya sudah hafal kan yang namanya Rukun Iman? Iman kepada Allah, malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab Allah, Rasul-rasul Allah, hari kiamat, juga qadha dan qadhar.

Dan seperti pengertian iman yang tadi sudah disebutkan di atas, tentunya Rukun Iman ini bukanlah sekedar hafalan. Tidak cukup hanya percaya dalam hati saja. Tapi juga harus diucapkan dan diamalkan.

Untuk pedoman hidup bagi umat Islam ada Al Qur'an dan hadist. Semua hal sudah diatur disana, dan semua aturan tersebut tak lekang oleh waktu. Semua yang diperintahkan Allah SWT bagi pengikut Nabi Muhammad SAW ada di dalamnya, wajib bagi kita sebagai umat Islam menjalaninya. Sebaliknya, semua yang diharamkan Allah di dalamnya, wajib bagi kita meninggalkan/menjauhinya. Sesimpel itu.

Tidak ada paksaan dalam beragama Islam. Tetapi ketika seseorang mengaku sebagai umat Islam, maka ia harus mematuhi segala aturan yang ada dalam Islam.

Contoh sederhana, ada sebuah sekolah yang menerapkan disiplin tinggi pada siswa-siswinya. Tidak ada paksaan bagi calon siswa untuk mendaftar ke sekolah itu. Tetapi apabila sudah menjadi murid di sekolah tersebut, maka ia wajib patuh terhadap semua aturan sekolah itu. Benar kan?

Tapi kenapa di Indonesia, mereka yang mengaku beragama Islam masih mendukung gerakan LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender)? Jelas-jelas perbuatan menyimpang ini dilaknat Allah (ingat cerita kaum Nabi Luth?).

Bahkan ada banyak ayat di Al Qur'an yang menjelaskan tentang ciptaan Allah selalu berpasangan. Di antaranya :

"Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah." (adz-Zaariyat [51] ayat 49)

"Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa-apa yang mereka tidak ketahui." (QS Yasin [36]: 36)

Dari 2 ayat itu, sudah jelas kan, semua diciptakan Allah berpasang-pasangan, ada pria ada wanita, ada dunia ada akhirat, ada malaikat ada syaitan dan masih banyak lagi disebutkan berulang-ulang di Al Qur'an. Tapi tidak ada satu ayat pun yang menyebutkan pasangan pria adalah pria dan pasangan wanita adalah wanita.

Saya setuju dengan yang mengatakan hidup adalah pilihan. Tetapi pilihan yang mereka buat, jelas-jelas salah secara agama. Mereka melawan kodrat. Tidak sesuai fitrah-nya. Tidak ada satu alasan pun yang dapat membenarkannya.

Tapi saya tidak setuju bila mereka yang termasuk LGBT ini menerima kekerasan secara fisik mau pun non fisik karena kondisi mereka. Namun demikian, saya juga tidak akan pernah mendukung bila mereka minta diakui keberadaannya dengan legalisasi status dan perkawinan sejenis.

Apalagi kalau sampai melakukan sosialisasi di tempat-tempat umum dan diadakannya emoji-emoji yang sesuai keadaan mereka (pria dengan pria, wanita dengan wanita) pada aplikasi-aplikasi di smart phone atau tablet.

Kenapa? Karena di luar sana ada banyak anak kecil yang masih belum bisa membedakan mana yang baik dan yang buruk. Jangan sampai mereka berpikir LGBT ini adalah hal yang normal atau wajar karena sehari-hari melihat hal yang berkaitan dengan gerakan ini dimana-mana.

Jangan salahin LGBT, jaga dong anak lo. Kalimat ini sudah sering saya baca di twitter. Entahlah yang nulis begini sudah punya anak atau belum. Tapi yang sudah punya anak, tentu mengerti bagaimana susahnya melindungi anak-anak kita dari hal-hal yang belum seharusnya mereka tahu.

Saat ini di Indonesia, belum dilegalkan saja, komunitas ini sudah terlihat dimana-mana. Malah banyak juga yang berani show off di tempat umum. Merinding saya saat baca tentang 2 pria yang bermesraan sambil menunggu kereta di stasiun Tebet.

Ya Tuhaaan, itu kan tempat yang sering saya datangi bersama anak-anak. Dan pastinya di sana ada banyak anak-anak yang lainnya juga. Apa yang ada dipikiran mereka saat melihat kejadian itu? Dan bagaimana kalau pemandangan seperti itu jadi sering terlihat dimana-mana? Apa sekarang anak-anak harus dikurung di rumah dan menghindari tempat umum sampai mereka dewasa nanti?

Di twitland, seorang ustad menginformasikan bahwa dengan membeli kopi di star**** berarti turut menyumbang gerakan LGBT. Sebagai pemuka agama, sepertinya tidak ada yang salah dengan yang dilakukan beliau. LGBT kan memang diharamkan dalam Islam, dan beliau hanya menyampaikan informasi ini ke follower-nya. Tidak ada ajakan boikot atau semacamnya.

Tapi banyak yang tidak senang dengan twit beliau ini. Terutama mereka-mereka yang pro dengan gerakan tersebut. Malah seorang presenter kondang mengungkit-ungkit soal poligami yang dilakukan beliau. Mirisnya, si presenter itu konon katanya beragama Islam.

Sangat tidak masuk akal, LGBT dibandingkan dengan poligami. Islam menghalalkan poligami dengan syarat tertentu. Yang berani menjalaninya, berarti berani menanggung segala konsekuensinya. Beda jauh dengan LGBT yang jelas-jelas diharamkan karena melawan kondrat dan termasuk hal yang dilaknat Allah SWT.

Kenapa yang dihalalkan Allah, engkau haramkan? Sebaliknya, yang diharamkan Allah, engkau halalkan?

Bagi muslim pendukung LGBT, dimana iman-mu? Sudah berimankah kamu pada 6 perkara (Rukun Iman)? Sudah kamu lisankan dalam ucapanmu? Sudah kamu amalkan dalam perbuatanmu sehari-hari?

Sebagai umat beragama, agama apapun, bukankah seharusnya beriman pada kitab suci agamanya? Lalu kenapa malah mengingkari apa yang tertulis di kitab suci itu? Yang sudah jelas-jelas DILARANG, kenapa masih dilanggar?

Saat seseorang dilecehkan, kamu sangat vokal membelanya. Tapi saat kitab suci berisi firman Tuhan-mu dilecehkan, kok malah bungkam?

Dengan mendukung LGBT, kamu sudah melecehkan agamamu sendiri. Sadar gak?