Menutup Aurat

Hari Sabtu pagi, di sebuah kamar mandi kolam renang umum ....

Akhir pekan seperti ini, kolam renang umum pastilah penuh. Begitu juga dengan kamar mandinya. Antrian lumayan panjang di tiap pintu. Yang tidak sabar mengantri, langsung mandi dengan air dari selang di area terbuka dalam kamar mandi wanita.

Beberapa anak perempuan usia 7-10 tahun terlihat menangis saat ibunya memaksa untuk membuka bajunya di tempat terbuka itu. Malu, kata mereka sambil terisak. Tapi anehnya, para ibu itu tetap memaksa sambil mengomel dan mengancam akan meninggalkan anaknya kalau tidak mau mandi saat itu juga disitu.

Astaghfirullah. Miris melihatnya. Saya tegur ibunya, "Mungkin malu, bu. Kan sudah besar." Apalagi ada anak laki-laki yang dibawa ibunya mandi disitu juga. "Aaah, masih kecil ini! Ngapain malu?!" sergah si ibu.

Tidak mudah loh, mengajarkan anak untuk merasa malu bila auratnya terbuka. Ini anak sudah tahu rasa malu, malah ibunya yang maksa membuka auratnya ditempat umum.

Jangan biarkan anak berkeliaran tanpa memakai baju. Walau masih balita usianya dan belum diwajibkan menutup aurat. Kebayang gak, kalau sampai dewasa nanti dia terbiasa membuka auratnya di tempat umum tanpa mengenal malu? Seperti yang banyak terlihat di sekeliling kita saat ini.

Saat ke mal, saya sering melihat remaja yang hanya memakai kaus ketat dan celana super pendek dari jeans, atau yang juga dikenal dengan nama daisy dukes, berjalan bersama orangtuanya maupun teman-temannya.

Daerah dekat rumah saya yang menjadi tempat nongkrong anak muda, pemandangan serupa juga sering terlihat. Ngeri deh, membayangkan kemungkinan yang bisa terjadi bila anak perempuan berpakaian seperti itu, pergi dengan laki-laki yang bukan mahram-nya.

Bagaimana bisa ya orangtuanya membiarkan anaknya keluar rumah dengan pakaian seperti itu? Sadarkah anda, setiap satu langkah anak perempuan keluar rumah dengan pakaian yang tidak menutup aurat, berarti bertambah selangkah lebih dekat ayahnya ke pintu neraka?

Di usia 10 tahun, aurat anak sudah sama dengan orang dewasa. Jadi sebelum usia segitu, ajarkan anak menutup auratnya sebagai tindakan untuk berjaga-jaga atau berhati-hati. Lebih baik dibiasakan menutup aurat dengan berhijab sejak masih kecil daripada memaksanya saat sudah dewasa nanti. Alah bisa karena biasa, kan?


Ilustrasi:

http://wanwma.com/wp-content/uploads/2012/02/Tutup-Aurat.jpg

S H A L A T

Mengajarkan anak untuk shalat bukan pekerjaan mudah. Bahkan setelah mereka hafal gerakan dan doa shalatnya, masih harus dibiasakan untuk shalat tepat waktu. Jangankan anak-anak, kita saja yang dewasa masih sering menunda shalat.

Bayangkan, ditengah keasyikan membaca buku atau bermain boneka, tiba-tiba diingatkan untuk shalat. 'Ya, sebentar, bun'.... dan yang 'sebentar' itu bisa jadi sejam kemudian belum dikerjakan juga.

Belum lagi acara tawar menawar yang bisa menjadi ujian kesabaran. 'Iya, nanti selesai bab ini, bun' atau 'Nanti ya bun, si hula (nama bonekanya) mau mandi dulu.' Hhhhhhhh!

Sudah menjadi kesepakatan saya dan hubby untuk mulai mengajarkan anak-anak shalat dan puasa sejak mereka berusia 4 tahun. Terlalu kecil? Gak juga. Umur 7 tahun kan anak sudah harus shalat. Jadi masih ada waktu 3 tahun untuk mengajarkan dan membiasakan anak-anak shalat tanpa paksaan. Alon-alon asal kelakon.

Kami mengajarkan ke 3pzh, shalat itu adalah saatnya kita meminta, berterima kasih dan berkomunikasi sama Allah SWT. Kalau sedang senang, kita berterima kasih sama Allah. Sebaliknya bila sedang sedih, kita mengadu pada-Nya.

Dimulai dengan mengajak mereka shalat berjamaah. Imam harus mengeraskan bacaan hingga mereka bisa hafal dengan seringnya mendengar. Saat mereka sudah bisa shalat sendiri, mereka juga harus mengeraskan suara agar bisa dikoreksi bila ada yang salah dalam bacaan doanya.

Untuk membiasakan shalat ini, saat sedang dalam perjalanan pun kami selalu mampir di musholla terdekat bila sudah waktunya shalat. Alat shalat seperti mukenah dan sajadah harus selalu ada di mobil. Di gadget juga di pasang aplikasi untuk pengingat waktu shalat. Jadi jangan sampai ada alasan, 'nanti aja kalau sudah sampai baru shalat'... atau 'dijamak aja deh'. Bagaimana anak bisa paham bahwa shalat itu wajib kalau orangtuanya saja sering menyepelekan shalat?

Demikian juga saat Ramadhan tiba. Buka puasa di luar rumah jarang kami lakukan. Kecuali kalau undangan bukber (buka bersama)-nya diadakan di rumah. Bukannya sombong tidak mau silaturahim, tapi kalau bukber di mall susah shalatnya, apalagi tarawih-nya. Kasihan 3pzh, pasti sudah mengantuk kalau pulang dari mall baru shalat tarawih di rumah.

Namanya anak-anak, pernah juga mereka ingin seperti teman-temannya yang ngabuburit di mal atau bioskop. Tapi alhamdulillah, setelah dijelaskan, mereka bisa menerima alasannya. Bulan suci datangnya cuma setahun sekali. Pahala yang dijanjikan pun berkali lipat dari bulan biasa. Sayang kan, kalau tidak digunakan untuk memperbaiki ibadah?

Walau tidak mudah, butuh waktu lama dan stok sabar yang buanyaaaaakk, tapi jangan menunda mengajarkan shalat pada anak. Anak itu kan tiket kita ke surga. Kalau salah kita mendidiknya, jangan sampai tiket ke neraka yang kita dapatkan. Hiiii... naudzubillah min dzalik.

H U T A N G

Siapa yang lebih senang berhutang daripada bayar tunai? Hayooo ngaku! Dari mulai peralatan dapur sampai properti, orang biasanya lebih memilih membelinya dengan berhutang lalu mencicilnya tiap bulan.

Tidak selamanya yang memilih mencicil itu karena tidak punya uangnya, loh. Mencicil lebih dipilih karena dianggap meringankan dan pasti. Ringan, tidak mengeluarkan uang langsung dalam jumlah besar saat membayarnya. Pasti, dalam jumlah yang tetap setiap bulan selama kurun waktu tertentu.

Mencicil itu memang meringankan. Dengan catatan, kalau jumlahnya tidak lebih dari sepertiga dari penghasilan anda. Yang repot kalau melebihi dari itu lalu jatuh tempo hampir bersamaan. Dijamin, stres tingkat tinggi. Belum lagi kalau menghitung harga total yang dibayarkan beserta bunganya. Bisa berkali lipat dari harga sebenarnya. Hal ini yang suka terlupakan saat kita memilih untuk menyicil.

Kalau saya pribadi sih, tidak suka berhutang. Kalau pun harus berhutang, saya cari yang jangka waktunya terpendek. Soalnya hutang membuat tidur jadi tidak nyenyak. Tentunya tidak mau kan, susah tidur berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun?

Untuk hutang properti maksimal saya pilih yang 36 bulan. Sedangkan untuk kendaraan, tidak lebih dari 12 bulan. Sementara untuk barang lainnya, seperti elektronik dan lain-lain, maksimal 6 bulan. Kenapa? Karena selain properti, barang-barang lainnya nilainya semakin lama akan semakin berkurang. Jadi tidak ekonomis lagi bila nilai bukunya sudah nol, tapi kita masih dibebani dengan cicilannya.

Begitu juga dengan liburan. Terbiasa membeli tiket pesawat dan memesan hotel jauh-jauh hari, saya selalu memanfaatkan promo cicilan tetap kartu kredit untuk melunasinya. Tapi, semua biaya liburan harus sudah lunas sebelum pelaksanaannya. Gak lucu dong, sudah pulang liburan, sehabis bersenang-senang malah mumet mikirin hutang yang belum lunas.

Lalu bagaimana dengan KPR yang 10 bahkan 15 tahun jangka waktunya? Kalau KPR untuk rumah pertama, tentu wajar saja. Tapi menjadi tidak wajar kalau anda berhutang KPR untuk properti kedua, dan seterusnya. Kalau belum mampu, jangan dipaksakan. Kecuali, properti yang anda beli bisa langsung menghasilkan uang sewa yang dapat menutupi cicilan hutang KPR-nya.

Hutang itu baik selama produktif. Seperti hutang untuk membeli properti yang akan ditempati maupun disewakan, membeli kendaraan yang dibutuhkan, atau peralatan yang dibutuhkan untuk bekerja (seperti komputer, laptop, oven, mesin jahit).

Selain hal tersebut diatas, hutang biasanya bersifat konsumtif. Untuk membeli barang-barang yang sifatnya "diinginkan" bukan "dibutuhkan". Ganti gadget dengan alasan ada model terbaru yang lebih canggih, padahal yang lama masih berfungsi baik. Belanja baju atau sepatu, mumpung lagi diskon. Tanpa sadar, kartu kredit sudah over limit. Akhir bulan, hanya mampu membayar minimum payment-nya saja.

Bagi anda yang senang memakai kartu kredit, biasakan untuk melunasi seluruh tagihan saat jatuh tempo ya. Bunga kartu kredit sangat tinggi, apalagi kalau mengambil uang tunai dengan kartu kredit alias gestun (gesek tunai). Bunga berbunga dari tagihan yang belum dilunasi itu akhirnya bisa bikin sesak napas.

Lalu kalau sudah terlanjur berhutang, bagaimana melunasinya? Caranya cuma 1: bayar! Karena di setiap kewajiban kita melunasi hutang, ada hak orang lain disitu. Menahan hak orang lain bisa membuat rezeki anda seret alias ditahan juga sama Allah SWT. Mau?