FPI : Antara Fakta dan Fitnah

Tulisan ini saya buat tanggal 22 Mei 2017. Saya menemukannya di antara beberapa draft tulisan yang tersimpan di hp. Sepertinya lupa di posting. 

Kalau akhirnya saya posting pagi ini, itu karena ingin membagikan sebuah fakta tentang FPI yang kebetulan saya alami sendiri. Bahkan foto yang jadi ilustrasi tulisan ini pun hasil jepretan amatir dari hengpon jadul :D



FPI (Front Pembela Islam) adalah nama ormas yang banyak mendapat sorotan belakangan ini. Banyak media memberitakan seolah-olah FPI adalah ormas Islam yang sering melakukan kekerasan.

Saya pun termasuk salah seorang yang termakan berita-berita yang mendiskreditkan FPI itu. Tapi itu dulu.... Dulu saya anti banget sama yang namanya FPI. Dengar namanya aja sebal bukan main. Apalagi dengar imam besarnya FPI yang kalau ceramah sering teriak-teriak.

Dulu saya berpikir, FPI kok gitu banget ya? Katanya Front Pembela Islam, tapi kok malah bikin nama Islam menjadi buruk di mata orang lain, baik yang muslim mau pun non muslim? Islam itu kan rahmatan lil 'alamin, tapi kenapa FPI selalu menggunakan kekerasan dan terkesan menakutkan?

Ternyata jawabannya ada di media. Media yang kita pilih akan mempengaruhi pikiran kita dengan berita-berita yang disajikannya. Media-media mainstream cenderung berpihak dan memberitakan sebuah informasi dengan cara yang tidak berimbang.

Kalau saja Ahok tidak menistakan Al Qur'an, mungkin sampai detik ini saya masih termasuk yang anti FPI. Tapi bukan hanya media yang kemudian mengubah cara saya memandang FPI. Bukan juga karena mendengarkan ceramah Habaib Ridzieq.

Tapi saat mengikuti beberapa aksi damai yang di organisir FPI dan GNPF - MUI, dari 411 sampai yang terakhir 55 kemarin, barulah saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana sesungguhnya perilaku laskar FPI itu.

Di setiap aksi itu, laskar FPI selalu menjaga massa agar tetap tertib. Dan cara menegurnya bukan dengan marah-marah apalagi membentak-bentak. Tegas, tapi tetap santun.

Saat aksi 411 di Istiqlal, saya melihat bagaimana mereka membantu ibu-ibu tua yang menyebrang jalan. Dekat halte busway, jalannya agak becek sehingga penyeberang jalan harus menginjak bebatuan kalau tidak mau kakinya terendam genangan air. Saat mengangkat kakinya itulah si ibu tidak sengaja mengotori seragam putih si laskar FPI yang memegangi tangannya.

Ada cap sendal si ibu di celana putih anak muda itu. Ibu itu pun langsung minta maaf, dan yang bikin hati saya tersentuh saat si laskar FPI menjawab sambil tersenyum, "Tidak apa-apa, Ummi. Hati-hati di jalan."

Loh, katanya FPI suka menggunakan kekerasan? Kok ini malah santun banget? Tapi yang saya baca dulu itu.... Hati saya mulai ragu.

Saat di Monas di Aksi 212, saya pun menyaksikan bagaimana laskar FPI menjaga ketertiban selama acara tanpa sekalipun memicu keributan. Jutaan umat bisa berkumpul tanpa ada kerusuhan, apa iya mungkin dilakukan kalau penyelenggaranya biang keributan? Hati saya semakin bimbang.

Terakhir saat Aksi 55 kemarin. Saya dan hubby kebetulan berada di barisan terdepan dekat pagar kawat yang dipasang polisi. Laskar FPI berbaris rapi sepanjang pagar kawat membentuk pagar betis.

Saat ada yang melintasi rumput, diingatkan untuk tidak menginjak rumput. "Mas, tolong lewat pinggir. Rumputnya jangan diinjak." Atau.... "Ummi maaf, rumputnya jangan diinjak."

Kok tidak ada kesan garang? Katanya FPI itu identik dengan kekerasan? Hati saya jadi semakin yakin bahwa media yang saya baca/lihat/dengar selama ini tidak memberitakan FPI secara berimbang.

Kalau saya tidak menyaksikannya langsung, mungkin sulit juga untuk mempercayainya. Apa yang saya saksikan berbanding terbalik dengan apa yang saya baca selama ini tentang FPI.

Saya pun semakin terkagum-kagum dengan FPI dan imam besarnya, Habaib Ridzieq Syihab, setelah membaca tentang mereka di media Islam seperti Republika salah satunya.

Dari media-media Islam lain saya jadi tahu bagaimana mereka menolong korban tsunami di Aceh. Dari mulai mengevakuasi korban tewas sampai membangun kembali rumah dan masjid yang rusak. Sayangnya aksi mereka ini tidak diliput media mainstream.

Yang sering kita baca atau dengar adalah berita tentang bagaimana sepak terjang FPI menutup tempat-tempat maksiat dan narkoba. Itupun tidak diberitakan secara berimbang. Tidak disebutkan bahwa dalam aksinya tersebut bekerjasama dengan aparat setempat.

Parahnya lagi, tidak diberitakan bahwa tempat-tempat yang mereka tutup itu sudah mendapat beberapa kali pemberitahuan dan peringatan sebelumnya karena melanggar Perda atau UU. Jadi terkesan FPI bertindak sewenang-wenang dan melanggar hukum.

Sekarang bila saya mendengar berita miring tentang FPI atau hal lainnya tentang Islam, saya segera mencari kebenaran beritanya di media yang bisa memberikan informasi yang berimbang. Berimbang dalam artian meliput dari semua sisi.

Mirisnya, mereka yang mengaku cerdas, justru berkiblat pada media-media mainstream itu. Semua yang ditulis disitu, langsung dipercaya 100% tanpa berusaha mencari berita dari sumber lain.

Masih ingat tentang si komidian yang mengatakan Zakir Naik adalah teroris setelah membaca berita di.... Dailymail! Media apa itu Dailymail, cari tahu sendiri deh. Nilai sendiri. Tapi si komidian yang katanya cerdas itu kok ya bisa referensinya Dailymail? Gak habis pikir *geleng-geleng*

Hari gini, kalau baca berita jangan langsung percaya. Pertama, cari tahu berita itu sumbernya dari mana. Jangan cuma katanya atau ditulisnya. Tapi benar-benar cari tahu, benar tidak media atau sumber tersebut menuliskan berita tersebut?

Sekarang ini banyak sekali cara memalsukan berita bahkan chat palsu. Aplikasinya banyak pilihan dan bisa di donlot bebas. Sehingga tidak diperlukan seorang ahli IT untuk membuat berita hoax.

Dahulukan tabayyun. Bila kenal dengan yang diberitakan, bisa langsung ditanyakan. Kalau tidak kenal, coba cari berita dari berbagai sumber. Harus hati-hati sebelum mempercayai sebuah berita apalagi sampai menyebarkannya. Pastikan itu bukan berita hoax.

Untuk FPI dan Habaib Ridzieq Syihab, maafkan saya yang pernah salah menilai kalian. Semoga Allah selalu melindungi para ulama dan mujahid-mujahid yang berjuang dijalan-Nya, dari segala fitnah yang keji.

Tidak perlu risau dengan fitnah. Fitnah dapat menggugurkan dosa-dosa bagi yang difitnah. Transferan pahala dari si pemfitnah. Hal tidak benar yang dikatakan orang tentang kita tidak serta merta menjadikan kita seperti yang dikatakannya. Teruslah berbuat baik, semata-mata karena Allah. Allah tidak tidur.