[Resep] Bolu Pisang Kukus




Bolu ini sangat mudah membuatnya tanpa perlu mixer dan oven. Yang penting pakai telur dan susu dengan susu ruang dan saat mengukus pastikan kukusan sudah beruap banyak, insya Allah anti gagal.



Bahan-bahan:

4 buah pisang sangat matang (kulitnya sdh kehitaman)


Bahan kering:

150 g terigu protein sedang

1 sdt vanili bubuk

1 sachet susu bubuk rasa vanila

1 sdm soda kue


Bahan basah:

3 butir telur pisahkan putih dan kuningnya

1 sdm TBM atau SP

4 sdm mentega

150 g gula pasir

150 ml susu cair


Cara membuat:

Kupas pisang, hancurkan dengan garpu. Masukkan kuning telur satu persatu sambil diaduk dengan spatula. Sisihkan.

Campur mentega, gula dan susu dalam wajan, panaskan dengan api kecil sambil diaduk-aduk hingga semua bahan larut. Jangan sampai mendidih. Matikan api bila semua bahan sudah larut. Sisihkan.

Campur semua bahan kering kecuali soda kue, aduk dengan whisk hingga tercampur rata.

Kocok putih telur dan TBM/SP dengan whisk sampai berbusa dan mengembang.

Ayak bahan kering yang sudah diaduk tadi diatas wadah putih telur. Masukkan sedikit-sedikit, lalu aduk balik dengan spatula. Lakukan sampai bahan kering habis.

Masukkan adonan pisang sambil diaduk hingga rata.

Kemudian masukkan bahan basah yang sudah tidak panas, lalu aduk adonan.

Terakhir, masukkan soda kue dan aduk kembali hingga semua bahan tercampur rata.

Panaskan kukusan. Lapisi tutupnya dengan serbet agar uap tidak menetes ke kue.

Lapisi loyang dengan carlo dan kertas roti untuk dasar loyang (kalau mau). Tuang adonan ke dalam loyang. Jatuhkan loyang 2-3 kali ke meja untuk menghilangkan gelembung udara dalam adonan.

Letakkan loyang dalam kukusan yang sudah beruap banyak, lalu tutup. Kukus selama 30-40 menit atau sampai matang dengan api sedang.



Catatan:

Carlo adalah campuran mentega, minyak goreng dan terigu masing-masing 1 sdm.




💚 R I N D U 💚





Rindu ini begitu menggebu

Tak sanggup ku urai dalam kata

Hanya bisa ku lerai dalam doa


Jangan merasa tak di sayang

Demimu ku rela nyawa melayang

Jangan mengira kau dilupakan

Untukmu doa selalu ku panjatkan


Semoga dikuatkan raga

dan disehatkan jiwa

Dalam usahamu belajar takwa

kepada Yang Maha Kuasa


Wahai calon bidadari syurga

Perbanyaklah sabar dan ikhlas

Kudoakan semoga ikhtiarmu kan berbalas

kelak bagimu tempat di surga







Tebet, 20 Agustus 2018,

Untuk kakak zu nan shalihaa:

Bunda kangen 💚


Masuk Pesantren




Masuk pesantren adalah keputusan yang seharusnya saya ambil bertahun-tahun lalu saat masih SMP atau SMA. Sayangnya saya baru dapat merasakan damainya kehidupan di pesantren hanya beberapa bulan sebelum melanjutkan pendidikan S2. 

Di lingkungan pesantren saya merasa aman dan damai. Mungkin karena selama di pesantren jauh dari gadget, koran dan tv. Jadi tidak terpengaruh berita-berita dari luar lingkungan pesantren.

Pengalaman mengikuti sanlat selama bulan Ramadhan di sebuah ponpes di Bogor itu merupakan pengalaman yang sangat berkesan bagi saya. Disanalah saya meneguhkan hati untuk mulai berhijab.

Pengalaman saya selama nyantri inilah yang sering saya ceritakan ke 3pzh. Saya ingin sekali mereka mondok alias masuk pesantren. Tapi saya tidak mau memaksa. Keinginan itu harus datang dari diri mereka sendiri.

Selain berbagi pengalaman, 3pzh juga saya ikutkan sanlat (kecuali za, yang insya Allah tahun ini baru akan ikutan sanlat). Kalau liburan sekolah, zi dan zu sering ikut sanlat di Daruut Tauhiid, Bandung. Bahkan sepulang dari sanlat pertamanya (kelas 3 SD), zu memutuskan berhijab.

Dulu waktu zi mau masuk SMP pun saya sudah siap melepaskannya untuk mondok. Tapi sesaat sebelum pendaftaran zi mengurungkan niatnya karena ingin mengikuti kursus saham.

Walau masih kelas 6 SD, zi sangat meminati saham. Bahkan zi sempat ikut short course pengenalan saham di BEJ. Kata zi, kursus saham hanya ada di hari kerja. Jadi tidak mungkin bisa ikut kursus semacam itu kalau mondok. Karena santri hanya boleh pulang 2x setahun (saat Maulid dan Ramadhan-Syawal).

Tidak ingin memaksa, akhirnya saya turuti kemauannya. Zi kemudian masuk ke SMP umum di Rawamangun.

Tahun ini, zu masuk SMP. Kembali rencana mondok ini saya utarakan padanya. Alhamdulillah, seperti juga zi dulu, zu setuju untuk mondok.

Awalnya zu ingin mondoknya nanti kalau sudah SMA. Tapi karena pesantren tujuannya memakai kurikulum KMI (Kulliyatu-l-Mu'allimin Al-Islamiyah) bukan diknas, menurut saya akan berat bagi zu untuk mengejar ketinggalannya nanti. Apalagi kalau SMP-nya dari sekolah umum yang tidak diajarkan Bahasa Arab dan Imla.

Akhirnya zu setuju untuk mondok setelah kelulusan SD. Bahkan saking semangatnya, zu bilang mungkin kalau libur tidak akan pulang :D

Rencana zu mondok ini, tidak saya ceritakan ke keluarga besar. Bagaimana tidak, baru beberapa orang saja yang tahu, semuanya berkomentar negatif :(

Tega amat sih buang anak jauh-jauh? Gak kangen apa? Anak cewek loh din, nanti nyesel kalau dia jadi gak deket sama elo,  ibunya. Bla bla bla.

Jangan ragukan cinta saya buat 3pzh. Nyawa pun saya pertaruhkan untuk mereka. Tapi sebagai orangtua, saya dan ayahnya ingin anak-anak mendapatkan lingkungan yang baik dan mendalami ilmu agama.

Masuk pesantren akan membuat anak belajar mandiri selain belajar agama. Tidak masalah kalau saya harus menangis setiap hari merindukannya, tapi setidaknya saya tahu zu ada di lingkungan yang baik. Daripada menangis setiap hari karena kuatir dengan pergaulannya di luar rumah?

Kenapa pilih pesantren yang jauh di Ponorogo? Jawabannya adalah karena biaya di sana sesuai dengan kemampuan kami. 

Memang banyak pesantren di Jabodetabek yang bagus. Kami sudah survey ke beberapa tempat, rata-rata di atas Rp.15.000.000 untuk uang pangkal dan Rp.3.000.000 untuk uang bulanannya.

Apakah karena ponpes di Jabodetabek lebih komersil? Belum tentu juga. Biaya hidup di Jabodetabek dengan di Jawa Tengah kan beda jauh. Jadi wajar saja kalau biaya mondok juga lebih mahal di Jabodetabek.

Tidak terasa, sudah hampir sebulan zu mondok. Dalam 2x kesempatan menelpon, saya selalu tanyakan apakah dia senang disana. Alhamdulillah, zu selalu bilang dia betah di sana. Walau pelajarannya banyak dan capek karena banyak kegiatan, tapi teman-temannya seru-seru, katanya. Udara di Ponorogo yang sejuk juga menjadi salah satu alasan yang membuatnya betah.

Semoga zu dan teman-temannya, betah di pondok dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin yaa Rabbal'alamiin 👼




FPI : Antara Fakta dan Fitnah

Tulisan ini saya buat tanggal 22 Mei 2017. Saya menemukannya di antara beberapa draft tulisan yang tersimpan di hp. Sepertinya lupa di posting. 

Kalau akhirnya saya posting pagi ini, itu karena ingin membagikan sebuah fakta tentang FPI yang kebetulan saya alami sendiri. Bahkan foto yang jadi ilustrasi tulisan ini pun hasil jepretan amatir dari hengpon jadul :D



FPI (Front Pembela Islam) adalah nama ormas yang banyak mendapat sorotan belakangan ini. Banyak media memberitakan seolah-olah FPI adalah ormas Islam yang sering melakukan kekerasan.

Saya pun termasuk salah seorang yang termakan berita-berita yang mendiskreditkan FPI itu. Tapi itu dulu.... Dulu saya anti banget sama yang namanya FPI. Dengar namanya aja sebal bukan main. Apalagi dengar imam besarnya FPI yang kalau ceramah sering teriak-teriak.

Dulu saya berpikir, FPI kok gitu banget ya? Katanya Front Pembela Islam, tapi kok malah bikin nama Islam menjadi buruk di mata orang lain, baik yang muslim mau pun non muslim? Islam itu kan rahmatan lil 'alamin, tapi kenapa FPI selalu menggunakan kekerasan dan terkesan menakutkan?

Ternyata jawabannya ada di media. Media yang kita pilih akan mempengaruhi pikiran kita dengan berita-berita yang disajikannya. Media-media mainstream cenderung berpihak dan memberitakan sebuah informasi dengan cara yang tidak berimbang.

Kalau saja Ahok tidak menistakan Al Qur'an, mungkin sampai detik ini saya masih termasuk yang anti FPI. Tapi bukan hanya media yang kemudian mengubah cara saya memandang FPI. Bukan juga karena mendengarkan ceramah Habaib Ridzieq.

Tapi saat mengikuti beberapa aksi damai yang di organisir FPI dan GNPF - MUI, dari 411 sampai yang terakhir 55 kemarin, barulah saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana sesungguhnya perilaku laskar FPI itu.

Di setiap aksi itu, laskar FPI selalu menjaga massa agar tetap tertib. Dan cara menegurnya bukan dengan marah-marah apalagi membentak-bentak. Tegas, tapi tetap santun.

Saat aksi 411 di Istiqlal, saya melihat bagaimana mereka membantu ibu-ibu tua yang menyebrang jalan. Dekat halte busway, jalannya agak becek sehingga penyeberang jalan harus menginjak bebatuan kalau tidak mau kakinya terendam genangan air. Saat mengangkat kakinya itulah si ibu tidak sengaja mengotori seragam putih si laskar FPI yang memegangi tangannya.

Ada cap sendal si ibu di celana putih anak muda itu. Ibu itu pun langsung minta maaf, dan yang bikin hati saya tersentuh saat si laskar FPI menjawab sambil tersenyum, "Tidak apa-apa, Ummi. Hati-hati di jalan."

Loh, katanya FPI suka menggunakan kekerasan? Kok ini malah santun banget? Tapi yang saya baca dulu itu.... Hati saya mulai ragu.

Saat di Monas di Aksi 212, saya pun menyaksikan bagaimana laskar FPI menjaga ketertiban selama acara tanpa sekalipun memicu keributan. Jutaan umat bisa berkumpul tanpa ada kerusuhan, apa iya mungkin dilakukan kalau penyelenggaranya biang keributan? Hati saya semakin bimbang.

Terakhir saat Aksi 55 kemarin. Saya dan hubby kebetulan berada di barisan terdepan dekat pagar kawat yang dipasang polisi. Laskar FPI berbaris rapi sepanjang pagar kawat membentuk pagar betis.

Saat ada yang melintasi rumput, diingatkan untuk tidak menginjak rumput. "Mas, tolong lewat pinggir. Rumputnya jangan diinjak." Atau.... "Ummi maaf, rumputnya jangan diinjak."

Kok tidak ada kesan garang? Katanya FPI itu identik dengan kekerasan? Hati saya jadi semakin yakin bahwa media yang saya baca/lihat/dengar selama ini tidak memberitakan FPI secara berimbang.

Kalau saya tidak menyaksikannya langsung, mungkin sulit juga untuk mempercayainya. Apa yang saya saksikan berbanding terbalik dengan apa yang saya baca selama ini tentang FPI.

Saya pun semakin terkagum-kagum dengan FPI dan imam besarnya, Habaib Ridzieq Syihab, setelah membaca tentang mereka di media Islam seperti Republika salah satunya.

Dari media-media Islam lain saya jadi tahu bagaimana mereka menolong korban tsunami di Aceh. Dari mulai mengevakuasi korban tewas sampai membangun kembali rumah dan masjid yang rusak. Sayangnya aksi mereka ini tidak diliput media mainstream.

Yang sering kita baca atau dengar adalah berita tentang bagaimana sepak terjang FPI menutup tempat-tempat maksiat dan narkoba. Itupun tidak diberitakan secara berimbang. Tidak disebutkan bahwa dalam aksinya tersebut bekerjasama dengan aparat setempat.

Parahnya lagi, tidak diberitakan bahwa tempat-tempat yang mereka tutup itu sudah mendapat beberapa kali pemberitahuan dan peringatan sebelumnya karena melanggar Perda atau UU. Jadi terkesan FPI bertindak sewenang-wenang dan melanggar hukum.

Sekarang bila saya mendengar berita miring tentang FPI atau hal lainnya tentang Islam, saya segera mencari kebenaran beritanya di media yang bisa memberikan informasi yang berimbang. Berimbang dalam artian meliput dari semua sisi.

Mirisnya, mereka yang mengaku cerdas, justru berkiblat pada media-media mainstream itu. Semua yang ditulis disitu, langsung dipercaya 100% tanpa berusaha mencari berita dari sumber lain.

Masih ingat tentang si komidian yang mengatakan Zakir Naik adalah teroris setelah membaca berita di.... Dailymail! Media apa itu Dailymail, cari tahu sendiri deh. Nilai sendiri. Tapi si komidian yang katanya cerdas itu kok ya bisa referensinya Dailymail? Gak habis pikir *geleng-geleng*

Hari gini, kalau baca berita jangan langsung percaya. Pertama, cari tahu berita itu sumbernya dari mana. Jangan cuma katanya atau ditulisnya. Tapi benar-benar cari tahu, benar tidak media atau sumber tersebut menuliskan berita tersebut?

Sekarang ini banyak sekali cara memalsukan berita bahkan chat palsu. Aplikasinya banyak pilihan dan bisa di donlot bebas. Sehingga tidak diperlukan seorang ahli IT untuk membuat berita hoax.

Dahulukan tabayyun. Bila kenal dengan yang diberitakan, bisa langsung ditanyakan. Kalau tidak kenal, coba cari berita dari berbagai sumber. Harus hati-hati sebelum mempercayai sebuah berita apalagi sampai menyebarkannya. Pastikan itu bukan berita hoax.

Untuk FPI dan Habaib Ridzieq Syihab, maafkan saya yang pernah salah menilai kalian. Semoga Allah selalu melindungi para ulama dan mujahid-mujahid yang berjuang dijalan-Nya, dari segala fitnah yang keji.

Tidak perlu risau dengan fitnah. Fitnah dapat menggugurkan dosa-dosa bagi yang difitnah. Transferan pahala dari si pemfitnah. Hal tidak benar yang dikatakan orang tentang kita tidak serta merta menjadikan kita seperti yang dikatakannya. Teruslah berbuat baik, semata-mata karena Allah. Allah tidak tidur.