Life Begins At 35

I stop counting my age after my 35th birthday (when was that? *amnesia* ). So when someone asked me how old I am now, I was like... Huh?? Give me a minute! (then I start counting: this year minus my birth year) :D
It is not because I don't like getting older, but in my opinion, life begins at 35. I believe, if you want to change into a better person, it would be more difficult for you to do it if you haven't changed after you're 35 years old. On the contrary, the bad habits you have are more likely to become worst. I'm not saying that it's impossible to change when you're over 35.. But the older you get, the more difficult it becomes.
So the age of 30 should be your turning point. Do you want to change into a better person or stay that way? And 5 years of time should be long enough for the process. Of course, it takes the rest of your life to be a better person, but 5 years should be enough for the start.
You should stop thinking that you're the centre of the earth. There are other things more important than yourself. Then try to have some empathy for other's misfortunes. Last but not least, stop complaining, and start counting your blessings. That, I promise you, will transform you into the-new-you!
So, are you ready to transform now? ;)

Mengajarkan Si Kecil Puasa

Sesuai janji, kali ini saya ingin berbagi pengalaman dalam mengajarkan anak berpuasa. Z (baca: zi) putra sulung kami, mulai belajar puasa umur 4 tahun. Baru setengah hari, tapi selama sebulan penuh. Mengajarkan anak umur segitu untuk berpuasa memang tidak mudah. Tantangan terberat adalah membuatnya mau makan saat sahur. Bagi kita yang dewasa saja, makan dengan mata masih mengantuk, pasti kurang berselera kan?

Untuk menyiasatinya, saya membuatkan makanan yang gampang, porsinya sedikit dan pastinya harus dia sukai. Takut kurang gizi? Kan masih ada susu dan vitamin. Kadang-kadang Z hanya mau nasi dengan lauk nugget, telur ceplok atau dadar. Biasanya saya gunakan mentega, bukan minyak goreng untuk membuat ceplok dan dadar agar rasanya lebih gurih. Atau kalau sedang terburu-buru (bangun sudah menjelang imsyak), bikin menu all in 1 saja, nasi goreng bakso. Asal susunya habis segelas. Air putih 2 gelas (segelas sebelum dan sesudah makan) dan vitamin sayurannya diminum (bisa dicampurkan ke susu kalau dia belum bisa menelan kapsul), insya Allah si anak akan sehat-sehat saja. Well, setidaknya Z sehat-sehat saja :)

Pasti banyak ibu-ibu protes, kalau makannya kurang gizi, bisa sakit dong anak saya? Mending tidak usah puasa saja sampai nanti dia cukup besar! Yaaah, terserah pendapat masing-masing, ya. Prinsip saya, you may have it all, but not all at once! Tujuannya sekarang kan mengajarkan anak berpuasa. Itu dulu yang dikejar. Kurang sayur, bisa dikasih vitamin. Kurang karbohidrat, bisa ditambahkan susu bersereal atau kentang. Tidak mau susu, berikan keju lapis. Makanan pengganti itu banyak loh jenisnya! Rajin-rajin googling ya, bunda. Dan ingat, ini hanya berlaku sementara, hanya sebulan setiap setahun sekali. Tidak perlu takut pertumbuhan anak jadi terganggu. Cara ini juga kerap saya pakai bila sedang dalam perjalanan (berlibur), dimana biasanya anak-anak jadi berkurang nafsu makannya karena terlalu sibuk menjelajah tempat baru.

Untuk buka puasa, sediakan bukaan yang dia sukai. Ajak dia belanja makanan berbuka di pasar atau membuatnya sendiri di rumah. Ini akan membantunya bertahan di menit-menit terakhir sebelum berbuka. Kalau makanan berbukanya tidak disukai anak, bisa jadi dia tidak mau menunggu hingga waktunya berbuka. Jadikan ini semacam reward, kalau dia bisa bertahan hingga waktu berbuka, ada puding coklat dengan vla susu untuknya, misalnya.

Di sekolah, titipkan pada gurunya, katakan si kecil sedang belajar berpuasa. Biasanya, saat teman-temannya membuka bekal, gurunya akan mengajak ke perpustakaan, sehingga dia tidak tergiur untuk makan dan minum seperti teman-temannya.

Di minggu-minggu pertama, Z puasa mulai dari setelah pulang sekolah hingga maghrib. Begitu pulang sekolah jam 945, di rumah saya langsung menyuapinya. Setelah semua makanan, air putih, susu dan vitamin ditelannya, maka dimulailah proses belajar puasa itu, yang berarti bisa jam 11, 12 atau bahkan jam 13 wib. Tergantung dari lamanya Z menyelesaikan "sahur"-nya. Minggu ke 3 dan 4, Z mulai ikut sahur bersama, karena sekolah sudah mulai libur, sehingga tidak usah takut bangun kesiangan. Tetapi, jam imsyak-nya masih fleksibel. Dari mulai seselesainya, jam 7, jam 6, sampai akhirnya sesuai dengan jadwal imsyak yang normal. Memang cara ini tidak sesuai dengan akidah, tapi ini kan proses belajar. Yang terpenting, jangan sampai anak merasa puasa itu sulit dan berat.

Jangan lupa, pantau selalu kondisi kesehatannya. Kalau si kecil sakit, jangan dipaksakan. Tapi kalau dia terlihat normal seperti biasanya, boleh diteruskan. Memang berat badannya berkurang selama puasa, tapi alhamdulillah, Z tetap sehat hingga selesai sebulan penuh berpuasa. Tetap pecicilan seperti biasa :D

Bagaimana dengan kebiasaan orangtua yang memberikan insentif (uang) ke anak bila mereka bisa menjalankan puasa? Menurut saya sih, sah-sah saja, selama diberikan pengertian, uang itu bukan diberikan karena dia berpuasa. Tetapi karena untuk anak seumurannya dia telah melakukan hal yang sangat hebat. Insentif ini sebaiknya hanya diberikan kepada anak yang usianya tidak lebih dari 7 tahun. Seiring dengan semakin matangnya pola pikirnya, anak usia diatas 7 tahun dapat diberi pengertian mengenai kewajiban dalam agama dan hubungannya dengan pahala dan dosa.

Saya tidak tahu apakah kebiasaan saya yang tetap menjalankan ibadah puasa saat sedang hamil dan menyusui dapat mengajarkan anak-anak saya berpuasa sejak dalam kandungan. Tetapi saya percaya, bila orangtua memberi contoh, anak akan meniru. Maka jadilah role model yang baik baginya.

Selamat berpuasa :)