Tidak, Terima Kasih

Siang tadi saya sedang di sebuah bank untuk melakukan transfer. Sambil menunggu transaksi saya di proses Teller, Supervisor-nya nyamperin dari belakang counter. Berikut percakapan kami:

SB (Supervisor Bank): "Lagi renovasi apa bangun baru nih, bu?"
S (saya) "Renovasi"
SB: "Apa butuh bantuan pinjaman dana dari bank kami?"
S: "Tidak, terima kasih. Saya tidak suka hutang, bu"
SB: "Wah, kalau saya sih kebalikannya, hutang kan bikin semangat kerja karena dikejar due date"
S: "Kalau saya, hutang malah bikin tidur tidak nyenyak tuh. Yang bikin semangat kerja itu kalau nyicil investasi bukan hutang"

Pantang menyerah, si supervisor pun menawarkan produknya yang lain.... Jreeng jreeeeng...

SB: "Oooh kalau investasi kami juga punya bu yang syariah, ada proteksinya sekalian."
S: "Unitlink maksudnya? Tidak, terima kasih"
SB: "Kenapa bu, kan diinvestasikannya di reksadana syariah, otomatis saham-sahamnya juga yang syariah. Bukan saham perusahaan minuman keras atau rokok gitu. Blue chips, lagi."
S: "Kalau investasi reksadana, alhamdulillah saya sudah punya, bu. Saham juga. Langsung saya cicil di bank atau ke sekuritas belinya. Tapi tidak bundling dengan asuransi. Soalnya kalau digabung, hasilnya tidak maksimal."
SB: "Kok tidak maksimal?"
S: "Coba deh dihitung, beli asuransi dipisah dengan investasi, pasti premi yang dibayarkan dan hasil investasi reksadana jauh berbeda bila dibandingkan kalau beli unitlink yang digabung keduanya. Lagian kalau di unitlink, saya tidak tahu investasinya kemana, biayanya tidak jelas berapa. Kurang kontrol atas uang sendiri, rasanya"
SB: "Oooh gitu ya, bu." (suaranya menjadi tidak sesemangat sebelumnya)

Penawaran untuk produk unitlink, mungkin karena sebagian masyarakat mulai mengerti kenapa tidak perlu beli unitlink, sekarang ini diganti-ganti cara penawarannya. Tidak tegas menyebutkan produknya sebagai unitlink, tetapi sebagai produk investasi yang dilindungi asuransi jiwa. Malah ada yang membandingkannya dengan deposito. Duh, macam-macam lah triknya.

Kalau saya pernah juga ditawarinya asuransi jiwa yang ada nilai investasinya. Waktu itu ditawari oleh teller di bank yang sama dengan si SB tadi. Jawaban saya, "Maaf, tidak terima kasih. Saya bukan tulang punggung keluarga, jadi tidak perlu asuransi jiwa."

Kejadian seperti di atas, sudah seriiiing sekali terjadi sama saya. Lagi, lagi dan lagi. Tapi jawaban saya tetap sama. Tidak, terima kasih.

Saran saya sih, semua front officers di bank atau pun marketing and sales officer sebuah produk keuangan wajib menguasai product knowledge dari barang dagangannya. Jangan mau mengejar komisi saja. Tapi juga harus mengerti kebutuhan calon konsumennya.

Tawarkan produk yang memang dibutuhkan si calon konsumen tersebut. Kan jadinya win-win solution tuh. Yang jual dagangannya laku dan dapat komisi, yang membeli pun beruntung mendapat proteksi dan investasi yang maksimal.

Perlu dibaca:

http://sikapiuangmu.ojk.go.id/id/article/10/ayo-pahami-risiko-unit-link

[Resep] Bola Ubi Madu Muncrat

Resep ini saya coba bikin pertama kali saat Ramadhan yang lalu. Makan malam di bulan puasa biasanya setelah pulang shalat tarawih. Jadi saat berbuka, takjil-nya tidak boleh terlalu mengenyangkan tapi juga jangan terlalu ringan. Nah loh! Takjil apa ya?

Kebetulan, dekat rumah ada warung yang menjual ubi cilembu. Ada yang mentah juga ada yang dibakar. Yang mentah, sekilonya cuma Rp.15.000. Lumayan nih kalau dibikin takjil, pikir saya.

Coba tanya mbah gugel, ketemu beberapa resep yang agak ribet bikinnya. Sebagai orang yang anti ribet, saya coba memodifikasinya sedikit, dan jadilah Resep Bola Ubi Madu Muncrat ini.

Bahan-bahan:

1kg ubi cilembu
10 sdm tepung sagu
3 sdm gula pasir
5 sdm Mentega
1 liter Minyak goreng

Cara membuat:

1. Potong semua ubi jadi 2, lalu kukus sampai matang
2. Tunggu sampai tidak terlalu panas, kupas, taruh dalam wadah besar
3. Haluskan ubi, tambahkan tepung sagu, aduk sampai rata
4. Ambil sekitar 2 sdm adonan, pipihkan, letakkan 1/2 sdt mentega dan 1/2 sdt gula pasir di bagian tengahnya, bentuk menjadi bola-bola
5. Lakukan sampai adonan habis, simpan sekitar 1 jam di kulkas
6. Keluarkan bola ubi madu, panaskan minyak di penggorengan, goreng hingga kuning kecoklatan, tiriskan
7. Setelah tidak terlalu panas, susun bola ubi di piring, taburi atasnya dengan gula bubuk
8. Bola ubi madu siap dinikmati selagi hangat

Bola Ubi Madu ini kalau dimakan seperti kelepon, harus langsung masuk mulut sekaligus. Karena ada cairan asin manis ditengahnya yang muncrat begitu tergigit. Enyaaaakk!

Perubahan

Abang zi sering mengkritik, diantaranya tentang cara saya berpakaian. Bun, kok jilbabnya transparan?... Bun, gak pakai kaos kaki? Kaki kan juga aurat... Tau gak bun, tanda-tanda kiamat sudah dekat salah satunya adalah saat wanita berpakaian seperti laki-laki dan sebaliknya.... *maluuu*

Saya memang selalu menghindari pemakaian rok atau pakaian yang feminim. Sukanya pakai celana cargo, kaos gombrong dan sendal jepit. Pokoknya alergi deh dandan rapih seperti perempuan pada umumnya. Jangan kan memakai make up, sekedar bedak dan lipstick aja males banget.

Alhamdulillah, hubby tidak pernah protes dengan gaya super cuek istrinya. Jadi saya pun semakin menunda-nunda memakai pakaian 'wanita'. Alasannya banyak. Dari soal selera sampai ogah ribet karena sering naik motor.

Tepat pada Tahun Baru Islam setahun lalu, seperti mendapat hidayah, saya ingin merubah cara berpakaian yang selama ini tidak Islami. Gak ada angin, gak ada hujan. Tiba-tiba saja memutuskan ingin berubah menjadi lebih baik dalam berpakaian.

Jilbab yang tadinya sesiku, dipanjangkan lagi sampai pergelangan tangan. Celana-celana cargo dan jeans diganti dengan rok dan gamis. Kaos kaki pun mulai dipakai tiap kali keluar rumah. Lipstick yang biasanya hanya dipakai saat bepergian juga saya singkirkan selama-lamanya.

Prosesnya tidak bertahap. Sekaligus. Tanggal 1 Muharram tahun lalu, saya pun merubah cara berpakaian tanpa ba-bi-bu lagi.

Awalnya kagok juga pakai rok sambil naik motor. Suka lupa pas mau naiknya. Main angkat kaki aja serasa masih pakai celana panjang. Untungnya saya selalu pakai legging sebagai dalaman rok. Kalau nggak... x_x

Sebelum memulai perubahan ini, saya takut ribet dan merasa gerah bila semakin tertutup pakaiannya. Ternyata setelah dijalani, alhamdulillah biasa saja. Malah panas menyengat jadi tidak terlalu terasa di kulit karena nyaris seluruh tubuh tertutup rapat.

Ajaibnya, perubahan pada cara saya berpakaian ini, tanpa direncanakan juga merubah beberapa kebiasaan buruk saya, loh.

Salah satunya kebiasaan melanggar peraturan lalu lintas. Biasanya, saat menjemput si abang, saya memutar di tempat yang tidak seharusnya. Habis lampu merahnya masih jauh sih, alasan saya waktu itu.

Sekarang, walau matahari bersinar garang, saya dengan senang hati memutar di lampu merah sesuai peraturan. Tidak masalah jauh dan harus lama menunggu giliran. Polisi mungkin tidak melihat, tapi Allah kan ada dimana-mana.

Tidak terasa sudah setahun berlalu. Dan saya berusaha untuk terus memperbaiki diri dengan melakukan perubahan-perubahan yang dimulai dari diri sendiri. Kita tidak bisa merubah dunia kalau kita sendiri tidak mau berubah kan? ;)