Jangan Menyerah

Duduk di ruang tunggu praktek dokter di suatu sore dan membuka percakapan dengan sesama pasien dan pendampingnya, saya mendengar beberapa cerita menarik yang salah satunya ingin saya bagi disini agar kita semua dapat mengambil hikmahnya.

Cerita ini dari seorang ibu berusia sekitar 70 tahunan. Beliau menderita kanker payudara di tahun 80an, yang kemudian mengharuskannya merelakan kedua payudaranya untuk diangkat. Saat itu, ilmu kedokteran pastinya belum setinggi sekarang. Tapi beliau tidak putus asa, tetap berobat dan berkeinginan untuk sembuh.

Sempat dinyatakan sembuh dan bersih dari kanker, di tahun 90an beliau kembali harus menelan pil pahit. Kali ini kanker menyerang liver-nya. Sebagian dari liver-nya harus dibuang untuk menghindari penyebaran. Kemoterapi dan radiasi pun kembali dijalaninya dengan penuh semangat.

Kembali dinyatakan sembuh, ternyata 2 tahun belakangan ini kankernya datang lagi. Kali ini bersarang di otaknya. Kita tentu berpikir, kali ini si ibu pasti akan menyerah. Eits, jangan salah. Beliau tetap tersenyum dan penuh semangat menjalani pengobatannya. Katanya, selama nyawa masih di badan jangan pernah putus asa, karena kita tidak pernah tahu apa rencana Tuhan.

Duh, jadi malu. Ketidaknyamanan kecil saja dapat membuat saya mengeluh. Padahal, situasi dan kondisi terburuk yang pernah saya alami selama ini tidak ada separuh dari yang dialami ibu itu. Usia beliau pun jauh lebih tua dari saya, tapi kenapa setiap ada masalah besar rasanya selalu ingin menyerah saja, seolah tak percaya pada pertolongan Allah? *jitakkepalasendiri*

Terima kasih ibu, yang sudah berbagi cerita sore itu. Pertemuan singkat kita mengajarkan saya untuk jangan pernah menyerah, seburuk apapun cobaan yang sedang dijalani.