Pendidikan Agama Dihapus?

Cuti panjang di dunia maya terpaksa saya hentikan sejenak. Ada topik yang sangat mengusik hati saya sebagai seorang ibu yang memiliki 3 anak di usia sekolah. Saya harus menulis tentang ini. Dibaca atau tidak, tidak masalah. Minimal, saya sudah menyuarakan pendapat.

Belum lagi selesai keriuhan wacana Full Day School, tiba-tiba terdengar wacana penghapusan pelajaran agama di sekolah.

Entah benar atau tidak, tetapi berita ini sungguh meresahkan. Apalagi ditambah dengan kuatnya arus pluralisme: semua agama sama.

Siapa pun pencetusnya, baik mengenai penghapusan pelajaran agama maupun pluralisme, hampir dapat dipastikan dia bukanlah orang yang beriman.

Kenapa? Mari kita coba bahas satu persatu.

Penghapusan pelajaran agama di sekolah bertentangan dengan dasar negara kita. Pancasila yang sila pertamanya adalah KeTuhanan Yang Maha Esa, jelas-jelas mengakui adanya agama dan prinsip keTuhanan. Indonesia tidak mengakui atheisme, komunisme atau yang sejenisnya.

Lalu apa dasarnya pelajaran agama dihapuskan di sekolah? Dengan keadaan sekarang saja dimana agama menjadi salah satu mata pelajaran yang selalu ada sejak SD sampai kuliah, sikap dan moral manusia masih banyak yang tidak baik. Apalagi kalau dihapuskan?

Coba bayangkan, apa yang terjadi di jalan raya bila tidak ada lampu dan rambu lalu lintas? Macet pastinya. Kalaupun ada, tanpa ada polantas yang mengawasi, kemacetan masih bisa terjadi karena pengguna jalan yang tidak menghormati pengguna jalan lainnya.

Lampu dan rambu lalu lintas itulah ibaratnya agama yang berfungsi untuk mengatur. Sedangkan polantas dapat ibaratkan sebagai ulama, pendeta, biksu dan sebagainya. Mereka berfungsi untuk mengawasi apakah peraturan sudah dijalankan dengan benar.

Betul, para ulama, pendeta, atau biksu itu tidak memiliki hak untuk memberikan konsekuensi kepada mereka yang melanggar peraturan. Tapi dari mereka lah kita selalu diingatkan kembali pada peraturan-peraturan (baca: agama) yang ada.

Jadi agama adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Mereka yang ingin menghapuskannya atau menganggapnya bukan hal penting untuk dipelajari, semoga bukan mereka yang berteriak lantang #KamiPancasila.

Karena kalau ya, artinya mereka hanya meneriakkan slogan kosong. Mengaku Pancasilais kok tidak mengakui sila pertama Pancasila? Aneh.

Lalu soal pluralisme. Dulu, dengan sangat malu saya akui, saya juga mengakui bahwa semua agama sama. Semoga Allah mengampuni kekeliruan saya ini.

Semua agama tidak sama. Saya beriman kepada Islam yang meyakini bahwa Islam adalah agama terbaik dari semua agama di dunia ini. Kalau ada yang berbeda agama dan mengakui agamanya lah yang terbaik, itu haknya. Tapi saya tidak bisa mengatakan semua agama sama hanya demi alasan perdamaian atau kebhinekaan.

Terus terang saya sangat kuatir dengan ide pluralisme ini. Awalnya mengakui semua agama adalah sama. Kalau sama, berarti tidak perlu dipelajari toh tidak ada bedanya. Isinya begitu-begitu saja, hanya memberatkan kurikulum.

Karena sama, di KTP tidak perlu dituliskan agamanya apa. Lama-lama.... Ya sudahlah, tidak usah punya agama saja. Astaghfirullahaldzim.

Itulah kenapa saya bilang diatas, mereka yang mencetuskan 2 ide ini sudah dapat dipastikan bukanlah orang beriman. Karena kalau beriman dia tidak mungkin menafikkan agama dan isi dari kitab sucinya.

Siapa bilang agama tidak penting? Di sekolah, anak-anak kita seharusnya tidak saja diberikan bekal ilmu tetapi juga bekal iman. Ada pepatah mengatakan iman tanpa ilmu buta, ilmu tanpa iman lumpuh.

Artinya kira-kira adalah orang yang beriman tetapi tidak berilmu seperti orang buta yang bisa berjalan mencapai tujuannya tapi tidak tahu harus berjalan ke arah mana karena tidak bisa melihat.

Sementara orang berilmu tetapi tidak memiliki iman seperti halnya orang lumpuh yang tahu mau kemana tetapi tidak bisa mencapai tujuannya karena tidak bisa berjalan.

Maka yang terbaik adalah membekali anak-anak kita secara seimbang, baik dalam hal ilmu maupun iman.

Jadi masih mau menghapus pelajaran agama di sekolah? Maka bersiaplah untuk kehancuran negeri ini dalam waktu dekat. Karena generasi mudanya tidak lagi diberi bekal ilmu dan iman yang memadai.

Semoga Indonesia tetap berpegang teguh pada Pancasila dan UUD 1945 selamanya.