Jajan




Belum ada seminggu zu di sekolah barunya, banyak hal baru yang saya temui. Salah satunya kebiasaan jajan murid-murid di SD negri tersebut.

Seperti hari itu, saya sedang mengikuti rapat komite kelas dan tidak sengaja mencuri dengar perbincangan para ibu. Ibu X cerita, anaknya setiap berangkat ke sekolah diberi uang saku Rp5.000. Tapi saat dijemput, sering minta jajan lagi seribu-dua ribu. Bahkan saat si ibu sedang mengikuti rapat, anaknya pun datang beberapa kali merengek minta uang jajan. Mungkin karena malas mendengar rengekan anaknya, si ibu terpaksa memberikan.

Beli apa sih, sampai habis Rp10.000an sehari? Anak itu badannya kecil, sepertinya tidak mungkin kalau cuma jajan makanan. Daaaan benar saja, tidak lama si anak membawa 2 ikan mas kecil dalam plastik berisi air. Si ibu pun ngomel panjang lebar x_x

Di rumah Zu cerita, tadi teman-temannya membeli balon-balon kecil berisi air untuk main lempar-lemparan dan yang kena lempar, bajunya basah. Saya tanya, Menurut kakak, kalau jajan mainan balon isi air itu, gimana? Sayang uangnya, bun. Mending dibeliin makanan, jawabnya. Sampai Za pun komentar, kalau SD adek gak mau beli balon ail, bun. Nanti bacah.

Saya memang tidak membiasakan 3pzh jajan barang-barang tidak berguna seperti itu. Kalau membeli makanan/minuman boleh, asal bekal yang dibawa dari rumah, sudah habis. Dan mereka juga sudah tahu kalau jajan sembarangan bisa mengganggu kesehatan.

Kebiasaan jajan ini sepertinya tidak hanya dikalangan menengah ke atas. Tapi sudah merata. Contohnya pengemis yang sering datang ke perumahan kami. Ibu 3 anak itu pernah saya lihat jajan di warung. Si ibu minum soft drink sambil menggendong bayinya, sementara 2 anaknya yang lain jajan coklat dan kue -_-"

Membuat camilan sendiri memang merepotkan bagi ibu-ibu sok sibuk seperti saya. Tapi sesekali bisa dong membuatnya di akhir pekan dengan melibatkan si kecil? Puding coklat atau pisang goreng keju kan tidak terlalu memakan waktu membuatnya. Selain sehat, hemat, juga menghangatkan hubungan dengan keluarga. Kalaupun tetap harus beli, pilihlah yang homemade. coba tanya-tanya ke class moms, biasanya ada saja yang jualan camilan bikinan sendiri, seperti frozen risol, cupcakes dan lain-lain. Makanan homemade biasanya harus segera disantap karena tanpa pengawet.

Jajan itu kebiasaan buruk yang bisa berdampak pada kesehatan tubuh maupun kantong. Menghilangkan kebiasaan jajan pada anak tergantung apakah orangtuanya bisa tegas dan konsisten, menurut saya. Orangtua pun harus bisa jadi role model bagi anaknya. Kalau ibunya saja suka jajan sambil menunggu anaknya di sekolah, bagaimana anaknya tidak ikut-ikutan?





Jangan Di Bulan Puasa Saja

Selama ini ada beberapa komunitas yang saya ikuti on/off. Saat saya ingin bergabung dalam sebuah komunitas, yang saya cari adalah apakah pemimpinnya amanah, cara penyaluran bantuan dan fleksibilitasnya.
Pemimpin yang amanah, ini kriteria terpenting menurut saya. Kenapa? Agar saya yakin, bantuan yang disalurkan melalui komunitas tersebut sampai ke tangan yang berhak atau tidak. Ada banyak komunitas yang mengatasnamakan orang-orang tidak mampu tapi pada akhirnya hanya menjadi sarana memperkaya diri sendiri para pengurus komunitas tersebut. Banyak-banyak cari info tentang suatu komunitas sebelum memutuskan bergabung atau sekedar mentransfer donasi. Kecuali tidak perduli kemana larinya uang anda.
Cara penyaluran bantuan. Kalau hanya menyalurkan bantuan lalu difoto untuk dokumentasi tanpa ada pendampingan lebih lanjut, membuat bantuan itu hanya sekedar memberi ikan, bukan kail dan umpan. Tidak mendidik. Mungkin membantu sedikit di awal, tapi tidak menyelesaikan masalahnya. Hal ini juga mendorong mereka yang dibantu untuk selalu menadahkan tangan, meminta.
Terakhir, fleksibilitasnya. Bukannya sok sibuk, tapi sebagai ibu dari 3 anak yang tidak memiliki asisten, saya memang tidak memiliki banyak waktu. Kalau sedang ada acara berbagi, 3pzh biasanya saya titipkan ke ayahnya. Itupun bila ayahnya tidak keluar kota. Seringnya sih, 3pzh saya bawa atau malah tinggal di rumah saja bila memang hanya sebentar (2-3jam) atau darurat (seperti dondar siaga).
Kalau ada yang bilang, jangan bulan puasa saja dong, ikutan kegiatan sosialnya. Rrrrr yang ngomong gitu mungkin perlu saya kasih my daily routines ya? Atau mau coba jadi "saya" sehariiiii aja? :D
Beberapa teman yang saya ajak ikutan komunitas-komunitas sosial ini, umumnya juga "takut" tidak bisa ikutan saat ada acaranya. Well, fyi saja, untuk kita-kita ibu RT, bisa kok mencari komunitas yang fleksibel. Saya yakin, tiap komunitas memiliki banyak pegiat, tetapi anak-anak kita hanya memiliki 1 ibu. Jadi tidak usah terlalu dipikirkan kalau 'tidak bisa'-nya. Pantengin jadwal komunitasnya, ikut saja kapan anda bisa. As simple as that.
Saya yakin sekali, selama ada niat dan kemauan, Allah akan mempermudah jalannya. Jadi gak perlu nunggu bulan puasa kan, untuk berbagi?
Dibawah ini beberapa komunitas yang saya ikuti. Bila berminat, sila di klik link-nya untuk informasi lebih lanjut.
1. Komunitas Berbagi:
www.gerakanberbagi.com
2. Mukena10ribu
http://mukena10ribu.posterous.com/
3. Shoebox project
http://shoeboxproject.wordpress.com








Bukber

Sudah bulan puasa lagi. Dan undangan bukber (buka bersama) pun berdatangan. Dari teman-teman arisan, class moms, dan yang lainnya. Sayangnya, semua tidak dapat saya penuhi. Bukannya sombong, tapi memang di bulan puasa selalu saya khususkan untuk ibadah dan keluarga. Sudah bertahun-tahun kami sekeluarga tidak pernah buka puasa di luar rumah (kecuali untuk berbagi).
Di Indonesia angka konsumsi justru melonjak saat memasuki bulan suci ini. Mal penuh sesak, rumah makan pun demikian. Di rumah, lauk-pauk istimewa disediakan. Semua itu dengan dalih: sekali setahun ini.
Ada juga yang justru di bulan puasa berjualan dengan alasan: untuk biaya lebaran. Tapi saat jualan, jangankan meningkatkan ibadah sunnah, yang wajib saja jadi sering terlambat. Karena mengejar "baju lebaran" kita jadi lalai dengan ibadah yang seharusnya kita perbanyak di bulan penuh hikmah ini.
Lupakah kita apa sejatinya makna puasa itu? Puasa bukan sekedar menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan hawa nafsu. Mulai dari nafsu syahwat, emosi, juga keinginan yang konsumtif.
Tentu tidak salah menghidangkan makanan yang istimewa di meja makan sekali-sekali. Tetapi bukan berarti menyediakan menu berbuka beraneka ragam karena lapar mata, dong? Kalau sampai di 1 meja ada puding, cendol, kue-kue, kolak di luar nasi dan lauk pauknya, sepertinya itu sudah berlebihan ya? Berbukalah dengan yang manis, bukan berbukalah dengan menu yang banyak kan?
Kalau ada kelebihan rezeki, kenapa tidak berbagi dengan mereka yang lebih membutuhkan? Kalau ada waktu luang, kenapa tidak dipakai untuk kegiatan yang lebih bermanfaat? Beribadah itu tidak hanya mengaji dan shalat, loh. Ada banyak caranya dan Islam itu selalu memudahkan. Daripada bukber dengan teman-teman yang ujungnya berghibah, mendingan bukber dengan anak yatim. Daripada waktu dihabiskan untuk nge-mal nyari baju lebaran, lebih baik bila dipakai untuk mengunjungi anak cacat ganda di Sayap Ibu, misalnya.
Mari jadikan bulan Ramadhan sebagai waktunya untuk menambah catatan amal kita. Jalankan yang wajib, jauhi yang dibenci oleh-Nya dan perbanyak yang sunnah. Semoga di bulan suci ini ibadah kita dimudahkan dan diterima Allah SWT. Aamiin.
Bingung mau ikut kegiatan sosial dimana bulan Ramadhan ini? Atau bingung mau menyalurkan bantuan kemana? Yuk gabung dengan Gerakan Berbagi.
Email:
info@gerakanberbagi.com
Website:
www.gerakanberbagi.com
Rekening Donasi:
Bank Permata
A/n Gerakan Berbagi 0701432797
Bank BCA
A/n Eric Gunawan 2371528450









Note To Myself




Kenapa mulut ini gampang sekali mengeluh?
Serasa hidup tidak pernah ada senangnya.

Matahari bersinar,
mengeluh kepanasan.
Hujan,
mengeluh kebasahan.

Kerja,
mengeluh kecapekan.
Menganggur,
mengeluh bosan.

Makan,
ribut ingin diet.
Gak makan,
ribut kelaparan.

Punya anak,
mengeluhkan biaya mahal.
Gak punya anak,
mengeluh hidup belum lengkap.

Manusia itu maunya apa sih?
Sedikit-sedikit mengeluh.
Ngeluh pun harus di social media.
Penting banget seluruh dunia tahu kalau hidupnya nelangsa.
Masa sih, dalam hidup ini tidak ada yang bisa disyukuri?

Setiap ingin mengeluh,
ingatlah di luar sana
ada yang punya masalah lebih banyak dan lebih berat.
Jangan lebay!

*keplakkepalasendiri*

Bisa Karena Biasa




Sudah beberapa bulan ini Zi mengumpulkan sisa uang makan siangnya untuk membeli dirham. Kalau ditanya untuk apa, Investasi! jawabnya. Kenapa dirham? Karena kalau emas atau dinar, tidak terjangkau oleh kantongnya. Inginnya sih beli saham atau reksadana, kata Zi. Sayang belum punya KTP dan NPWP :)))

Berhubung tidak diberikan uang jajan (Zi menolak, alasannya sudah membawa bekal dari rumah), hanya mendapat uang makan siang serta ditambah uang bulanan 50ribu, Zi hanya mampu membeli 1 dirham setiap 2 bulan. Setelah membongkar celengan di hari ulang tahunnya kemarin dan dibelikan dirham, sekarang total dirhamnya ada 6 koin atau bila dirupiahkan sekitar 400ribuan.

Zi mulai diberikan uang saku (dalam hal ini uang makan siang) sejak kelas 3 SD. Jumlahnya tidak berubah sampai sekarang. Sepuluh ribu rupiah saja. Baru setelah kelas 4 SD, Zi berhak mendapat uang bulanan sebesar 50ribu. Karena memang tidak dibiasakan, Zi tidak suka jajan. Membawa bekal roti dan air mineral dari rumah plus makanan dan minuman ringan tambahan bila ada ekskul di sekolah, sudah cukup baginya.

Keingintahuannya yang besar membuat Zi selalu pasang kuping bila kami, orangtuanya, berdiskusi. Termasuk saat mendiskusikan masalah keuangan. Saat itulah Zi mengenal istilah-istilah seperti investasi, reksadana, saham, logam mulia, dan sebagainya. Penasaran, Zi tidak sekedar nguping. Ikut nimbrung dan bertanya dari A-Z lalu ke A lagi, sering dilakukannya. Jadi jangan heran bila Zi sudah cukup fasih berbicara tentang investasi di usianya yang ke 11 ini.

Kok bisa, anak kelas 5 SD sudah mengerti investasi? Bisa saja, kan bisa karena biasa. Awalnya melihat, lalu mendengar, akhirnya meniru. Dengan menyediakan berbagai macam bacaan dan permainan, kami ingin mengakomodir rasa ingin tahu anak tanpa bermaksud mengarahkannya ke bidang tertentu.

Dari semua simulasi yang diberikan ke anak, pada akhirnya contoh yang dilihatnya sehari-harilah yang akan menempel di otaknya. Biar mulut sudah berbusa mengajarkan tentang hidup hemat, anak sulit menerapkannya bila orangtuanya sendiri boros. Demikian juga halnya dengan menabung dan berinvestasi. Anak meniru contoh yang diberikan oleh orangtuanya. Bisa karena biasa, kan? ;)