11th Anniversary



Hari ini, ulang tahun perkawinan kami yang ke 11. Ingin berbagi kebahagiaan dengan berbagi tweets @idenyadini kepada pembaca ♥

Sebelas tahun yang lalu, jam segini, gw lagi didandanin (˘ﻬ˘) #11thannvry

RT @erwin_noekman: 11 years of togetherness with ♥ @idenyadini & another thousands years to go throughout happiness & sadness, all together ☂

Jangan kan dandan setebal itu, biasanya pakai lipstick aja jarang. Tapi hari itu, gw pasrah aj... Gak mw merusak suasana... #11thannvry

Gw sama sekali gak deg-degan... I was so excited that I couldn't wait to start a new adventure. Sabar din, sabar! :D #11thannvry

Ada beberapa hal yang bertentangan dengan keinginan kami dalam pelaksanaan walimah, tapi semua menasehati untuk mengalah pada keinginan ortu. #11thannvry

Menolak awalnya. Tapi berpikir, cuma sehari ini, setelahnya we can do whatever we want to our lives... akhirnya dijalani juga. #11thannvry

Ternyata mengalah itu untuk menang. Kalau tetap memaksakan kemauan kami, bisa-bisa bubar semua rencana karena ortu ngambek. #11thannvry

Jam 7.20 11th lalu, lagi sibuk sms-an dengan rombongan yang sudah menunggu depan dwima. 10 menit lagi mereka datang, katanya. #11thannvry
Ngintip dari balik gorden kamar pengantin... yang di depan pakai baju betawi putih gading itu ganteng juga *wink* #11thannvry

Alhamdulillah, ijab qobul lancar tanpa pengulangan. Lalu dilanjutkan dengan upacara adat selama 3 jam. Capek, tapi happy ☺ #11thannvry

Upacara adat, waktunya mendengarkan nasihat2 dari yang dituakan. Nangis pastinya, tapi bukan karena kaki kram akibat duduk bersila berjam-jam :D #11thannvry

Paling serem waktu acara suap-supan pengantin... Kepala kambing ngejogrok gitu di nampan, melototin gw (ˇ_ˇ'!l) #11thannvry

Paling seru waktu acara bagi-bagi duit supaya pengantin perempuannya boleh dibawa pergi. Sayang gw gak boleh ikutan dapat duitnya #yaeyalaah #11thannvry

Tanpa sempat istirahat, untungnya masih sempat mandi, langsung meluncur ke gedung utk persiapan resepsi malamnya. #11thannvry

Udahlah gak sarapan, makan siang cuma beberapa suap, eeeh masak pengantin laki-lakinya beli McD gak bagi-bagi?! *ngambek* #11thannvry

Mungkin karena baru beberapa jam nikah, belum terbiasa dengan konsep "punya istri" jadi lupa untuk berbagi :D *kitikin @erwin_noekman #11thannvry

19.30 acaranya dimulai. Kaki gemeteeerr ngelewatin orang2. Grogi diliatin. Rasanya jalan dari pintu ke pelaminan jauuuuh bener. #11thannvry

Sebelum duduk dipelaminan, pengantin harus manortor (menari tortor). Saking groginya lupa semua gerakan yg sdh dipelajarin kemarin-kemarin. #11thannvry

Setelah manortor, tetap gak bisa duduk karena harus nyalamin tamu-tamu. Walau diadainnya hari Kamis saat sidang mantan Presiden OrBa tapi yang datang banyak. #11thannvry

Jadilah gw 3 jam berdiri dengan perut kram karena datang bulan, tapi senyum tetap mengembang. #11thannvry

Sebelas tahun, waktu berlalu begitu cepat. Hanya 1 yang gw sesali.... Kenapa gak nikah dr duluuu?? :D #11thannvry

I Have A Dream

Saya punya mimpi. Tidak disebut cita-cita, karena masih belum berani melangkah untuk mewujudkannya. Masih mimpi. Mimpi setinggi langit.

Awalnya karena saya gemas dengan banyaknya orang yang mengeluhkan tanggal tua lewat status di fb, bb atau TL. Padahal, saya kenal orang-orangnya, dan tahu banget kalau orang-orang itu pengunjung tetap mal, klinik kecantikan, salon, spa bahkan online shop. Artinya, dari sisi pendapatan, mereka berkecukupan. Tapi, mereka tidak atau belum bisa mengelolanya dengan baik. Buktinya, tiap akhir bulan selalu merasa tersiksa dengan isi dompet dan rekening tabungan yang nyaris nol.

Maaf kalau tersinggung, tapi menurut saya, banyak istri yang hanya berperan sebatas PGS (Penikmat Gaji Suami). Suami menjatahkan istrinya sebagian dari penghasilannya tiap bulan untuk kebutuhan rumah tangga. Sisanya dipegang suami. Hal seperti inilah yang mendorong para istri cenderung tidak mau tahu, kemana sisa penghasilan itu. Pokoknya saat perlu uang untuk beli sesuatu diluar jatahnya, tinggal minta suami. Sebaliknya suami merasa heran, kenapa uang belanja yang dijatahkan tidak pernah ada sisanya?

Pernah gak sih terpikir, bagaimana kalau si kepala keluarga tiba-tiba mengalami musibah? Sakit atau bahkan meninggal. Apa yang terjadi dengan istri dan anak-anaknya? Tenaaaang, ada asuransi jiwa (asji) dan asuransi pendidikan (aspen), mungkin begitu jawab anda. Yakin tenang? Memang berapa UP (Uang Pertanggungan)-nya? Aspend-nya cukup untuk biaya sekolah anak sampai kuliah? #mendadakhening

Believe or not, beberapa teman saya bahkan tidak tahu apakah suaminya punya asji atau tidak. Beberapa malah tidak tahu apakah suaminya sudah menyiapkan dana pendidikan untuk anak-anak mereka, atau belum. Terus terang, hal ini membuat saya sedih sekaligus geregetan mendengarnya. Mereka yang memiliki pola keuangan tertutup seperti ini di keluarganya, umumnya cenderung memiliki sistem komunikasi tertutup juga :(
Kalau Freddy Pielor bilang, dalam suatu pernikahan itu harus mau buka-bukaan. Buka hati, buka dompet dan buka celana (maaf). Arti ringkasnya, tidak boleh ada yang ditutupi dalam pernikahan. Kalau suami belum mempercayakan penghasilannya untuk dikelola istrinya, jangan ngambek dong, Jeung. Coba intropeksi diri dulu. Anda sudah pantas belum diangkat jadi mentri keuangan keluarga? Punya ilmunya? Bisa disiplin dan tidak boros? Apakah anda impulsive buyer?

Nah, rasa gemas dan geregetan saya tadi yang membuat saya punya mimpi ini. Mimpi ingin mengedukasi para ibu rumah tangga agar mereka melek finansial. Jadi tidak sekedar sebagai PGS, tapi juga bisa dipercaya sebagai mentri keuangan keluarga. Bersama suami, bekerja sama mengelola keuangan keluarga sehingga bisa mengantarkan anak-anak mewujudkan cita-citanya dan menikmati masa pensiun dengan nyaman.

Doakan ya, mimpi ini suatu saat akan terwujud. Belum bisa dimulai sekarang. Saya masih harus mendahulukan prioritas utama dulu, suami dan anak-anak. Insya Allah 2 tahun lagi, langkah pertama untuk mewujudkan mimpi ini akan saya mulai. Masih ada 2 tahun untuk menabung mengumpulkan dananya. Wish me luck! :)



[Sharing] Potty Training



Potty Training atau melatih anak untuk BAK dan BAB di kloset, sebenarnya bisa dimulai di usia lebih muda dari Za sekarang kalau saja dia mau diam di tempat bila BAK/BAB. Ketakutan akan kemungkinan Za terjatuh karena licin dan najisnya bisa kemana-mana, yang membuat saya menunda-nunda terus program ini.

Mungkin bagi yang punya asisten atau sedikit cuek tentang najis, tidak akan terlalu susah untuk melaksanakan potty training ini. Kasur kena ompol cukup dijemur. Lantai kena pipis, cukup dipel 1-2x. Sementara saya, ribet banget membersihkannya. Takut wudhu dan shalat menjadi tidak sah, apalagi disekitar rumah sulit menemukan tanah bersih untuk membersihkan najis, saya jadi cenderung berlebihan membersihkan bekas ompol. Gak apa-apa repot, asal hati tenang, kan? ;)

Biasanya, saya membersihkannya dengan cara mengelap tempat yang terkena najis sampai 7x. Di lap 2x untuk mengangkat najisnya, 2x untuk mengelapkan dengan lap yang diberi sabun+air, dan terakhir 3x untuk mengangkat sabunnya sampai bersih. Lebay ya? X_X

Program potty training ini dimulai dari mengajak Za diskusi tentang keinginannya untuk masuk sekolah. Kami menjanjikan, Za boleh sekolah kalau sudah tidak minum susu dari botol dan sudah tidak pakai diaper. Botol sudah berhasil. Tinggal diaper nih, saya masih maju mundur. Soalnya, peraturan apapun yg diterapkan ke anak, baru akan efektif bila kita konsekuen menjalankannya. Jadi begitu program ini dimulai, gak bisa tuh berhenti 1-2 hari trus dilanjutin lagi. Nanti anaknya jadi bingung. Sementara saya takut repot harus mengawasi Za sepanjang hari.

Akhirnya, karena bulan depan Za sudah berulang tahun ke 3, saya memutuskan untuk segera memulai program potty training ini. Wooossaaaaahh!!

Hari pertama, Za lepas diaper sejak mandi pagi. Setiap 10-15 menit saya tanya, adik mau pipis? Mau pup? Jawabannya selalu tidak. Hasilnya? 3x BAK dan 1x BAB di celana X_X huhuhu. Jam 2 sore, saya menyerah. Pekerjaan saya keteteran karena saya berkali-kali mengepel. Cucian dan setrikaan sudah semakin menumpuk. Akhirnya Za dipakaikan diaper dengan janji besok akan dicoba lagi. Malamnya saya curhat ke hubby dan disarankan untuk mencoba program ini saat weekends, jadi dia bisa membantu mengawasi Za.

Hari kedua, entah kenapa, saya ingin mencoba lagi. Padahal, wiken masih 2 hari lagi. Kali ini, caranya sedikit saya ubah. Kalau kemarin saya hanya mengingatkan Za untuk memanggil saya bila mau ke toilet, hari ini berbeda. Setiap 10-15 menit, walau Za bilang tidak mau, saya dudukkan Za di kloset sambil berulang-ulang mengatakan, "hayo, adik kan sudah besar, sudah mau sekolah, berarti sudah bisa pipis di kloset. Bila 5 menit tetap tidak ada yang keluar, saya pakaikan lagi celananya. Begitu terus sampai akhirnya Za bisa BAK di kloset. Saat Za berhasil melakukannya, saya tepuk tangan, memuji dan memeluknya.

Siangnya, Za sudah bisa bilang bila mau BAK. Sorenya, Za bahkan berhasil BAB di kloset, walaupun dia masih sering tertukar antara BAK dan BAB. Seharian itu, program berhasil 80%. Belum 100% karena saat tidur siang dan malam, diaper tetap saya pakaikan supaya tidak mengompol. Itupun diapernya harus dipakaikan setelah Za tidur, karena merasa sudah besar dia menolak memakainya lagi. Tapi setelah Za bangun, segera saya buka diapernya dan mendudukkannya di kloset.

Hari ketiga, karena harus pergi ke suatu acara, Za terpaksa dipakaikan diaper lagi. Awalnya Za menolak karena merasa sudah besar :D Tapi akhirnya mau setelah diberi pengertian, di tempat yang akan didatangi jalanannya macet, mungkin akan susah mencari toilet.

Ternyata, pergi dari jam 4 sore dan sampai di rumah jam 10 malam, diapernya sama sekali tidak basah. Za rela menahan BAK karena dikiranya melakukannya di diaper sama artinya dengan mengompol. Sepertinya keinginan Za untuk sekolah sangat besar, sehingga dia benar-benar ingin menepati janjinya untuk tidak ngompol lagi.

Alhamdulillah, proses potty training ini hanya memakan waktu 4 hari. Hari pertama gagal total, hari ke 2 dan 3 penyesuaian, dan hari ke 4 dan seterusnya sudah lancar jaya *dancing*

Buat yang belum berhasil potty training-nya, tetap semangat ya. Coba diganti caranya. Berikan rewards agar anak merasa dihargai usahanya. Pasti selalu ada cara untuk melatih si kecil meninggalkan kebiasaan "bayi"-nya. Anak yang pintar, hasil didikan orangtua yang pintar kan? ;)


Warisan

Pagi tadi rumah kami kedatangan tamu. Teman main hubby dari kecil. Karena sudah seperti saudara sendiri, mereka tidak sungkan untuk saling curhat termasuk masalah keluarga. Kali ini, R, sebut saja begitu, curhat tentang keluarganya yang sedang meributkan warisan neneknya yang belum 40 hari meninggal dunia.

Sebagai anak satu-satunya dari anak tertua si nenek, R merasa harus memperjuangkan hak ibunya. Ibunda R adalah adalah anak pertama dari 4 bersaudara, wanita semua. Kalau dari hukum waris Islam, seharusnya pembagiannya sangat mudah dan tidak berbelit-belit bila dibandingkan ke 4 bersaudara itu ada perbedaan jenis kelamin. Ini sih pendapat saya atas pengalaman pribadi.

Kenapa warisan (hampir) selalu memicu pertengkaran? Padahal memperebutkan harta waris itu tidak berkah loh. Apalagi bila pembagiannya tidak sesuai hukum waris Islam. Dan yang membuat saya lebih tidak habis pikir adalah, jaman sekarang ini, banyak anak yang menuntut orangtuanya untuk membagi harta warisan, bahkan sebelum si orangtua meninggal!

Menurut pendapat saya, warisan itu hak orangtua untuk membaginya/tidak. Bukan kewajiban. Kewajiban orangtua hanyalah melahirkan, membesarkan, mendidik, hingga si anak mencapai usia dewasa, dan memberikan kasih sayang.

Bila dikatakan orangtua tidak boleh meninggalkan anaknya dalam keadaan lemah, bukan berarti si anak bisa terus menadahkan tangan, merongrong orangtuanya. Anak yang sudah dewasa selayaknya mencari nafkah sendiri untuk menghidupi dirinya maupun keluarganya, bila sudah menikah. Kecuali bila dia tidak mampu secara fisik dan mental untuk mencari nafkah.

Menurut saya, bila salah satu orangtua meninggal, sebaiknya hartanya tetap dikuasai oleh pasangannya yang masih hidup. Misalnya: bila ayah meninggal, maka harta mereka tetap dikuasai oleh si ibu. Dan sebaliknya. Kenapa? Karena si ibu juga berhak untuk mengelola keuangannya sendiri. Uang yang sudah dikumpulkan orangtua sejak mereka masih muda, tentu tujuannya selain untuk menyekolahkan anak-anaknya juga untuk dinikmati di masa tua mereka. Untuk jalan-jalan, biaya kesehatan atau sekedar mentraktir cucu-cucunya. Tidak percaya? Coba deh tanya ke orangtua anda masing-masing: apa tujuan mereka berinvestasi dan menabung sejak dulu?

Jadi kok rasanya tega sekali anak yang memaksa orangtuanya (ibu/ayahnya) untuk segera membagi harta waris sebelum mereka meninggal dunia :( Apakah mereka tidak berhak menikmati hasil jerih payah yang dikumpulkan sejak masih muda? Apakah anak-anak mereka tidak bisa mencari nafkah sendiri? Bagaimana dengan dengan kewajiban anak mengurus orangtuanya?

Betul, Islam membolehkan hal ini terjadi. Tetapi alangkah baiknya, bila anak mengikhlaskan bagiannya untuk orangtuanya. Cukuplah bagi si anak penghasilan yang diperolehnya sendiri. Lain cerita bila kedua orangtua sudah tiada dan masih ada harta waris yang bisa dibagi di antara para ahli warisnya.

Islam mengatur pembagian harta waris dimana anak laki-laki mendapat bagian 2x dari bagian anak perempuan, itu juga bukan tanpa maksud loh. Laki-laki mendapat bagian lebih besar karena juga memiliki tanggung jawab lebih besar. Bertanggung jawab mengurus orangtua dan/atau saudara perempuannya yang belum/tidak menikah. Jadi hak dan kewajiban dalam Islam itu adalah 2 hal yang saling mendukung. Janganlah menuntut hak bila belum melaksanakan kewajiban.

Maka bagi anak yang menuntut dibaginya harta waris sebelum orangtuanya meninggal, coba tanyakan pada diri sendiri: apa yang sudah saya lakukan untuk orangtua saya?

Apapun yang kita lakukan sekarang untuk orangtua kita, belum tentu dapat membalas semua jasa mereka. Merasa jadi anak berbakti sudah mengurus orangtua, taunya dikemudian hari semua biaya yang dikeluarkan ditagih kembali ke orangtua sebagai alasan untuk menuntut harta waris. Merasa hebat mengajak orangtua liburan, sudah lupa semasa kecil dibelikan mainan dan diajak liburan tanpa orangtua pernah berhitung satu sen pun? Merasa sudah memperhatikan orangtua, padahal hanya menelpon/berkunjung sesekali saja. Tidak ingat bagaimana orangtuanya dulu tidak tidur berhari-hari saat kita sakit.

Coba dibalik, bagaimana kalau orangtua menyusun daftar pengeluaran selama mengurus anda sejak dalam kandungan hingga mandiri? Apa anda mau dan bisa mengembalikan uang tersebut? Tentu saja orangtua anda tidak akan melakukan itu. Karena bagi mereka, semua itu adalah bagian dari kewajiban mereka sebagai orangtua. Kalau sudah begitu, apa masih keukeuh mau minta pembagian harta warisan saat mereka masih ada? ;)


Catatan:
Harta waris adalah harta seseorang yang sudah meninggal yang dibagikan kepada ahli warisnya
Hibah adalah pemberian seseorang kepada orang lain ketika keduanya masih hidup
Harta wasiat adalah harta seseorang yang sudah meninggal yang diberikan atas dasar surat wasiat kepada orang lain yang tidak termasuk dalam ahli warisnya



Links: