Bersyukur Dalam Sakit





Manusia hanya bisa berencana, Allah yang maha menentukan. Saya yang biasanya aktif 18 jam sehari, sudah 3 hari ini terkapar di tempat tidur. Berawal dari flu Sabtu kemaren, kemudian diperparah dengan infeksi telinga yang membuat kepala sakit sampai meneteskan air mata.

Saya bukan tipe yang suka mengeluh. Jadi kalau saya sampai menangis menahan sakit, itu tandanya benar-benar tidak tertahankan. Sambil menyetir, di bank, di tempat les anak, tidak berhenti saya meringis dan berurai air mata. Cengeng sekali. Memalukan. Apalagi sampai mengundang komentar dari tukang parkir dan teller bank.

Terus terang, saya benci sekali keadaan seperti ini. It's soooo not me! Saya kan biasanya tidak gampang sakit dan selalu aktif, mana bisa betah tiduran terus? Tapi mungkin ini cara Tuhan menegur kesombongan saya.

Beruntung saya memiliki hubby yang baik hati dan pengertian. Pulang kantor, langsung membantu menjemur baju (iyaaa, saya masih nyuci. Tapi kan pakai mesin cuci :p ), menyiapkan makanan anak-anak, mencuci piring dan mengurusi saya. Can't thank you enough, hon :*

Anak-anak yang sudah mandiri juga mengurangi beban pikiran saya. Mereka makan, mandi, ke toilet, main dan bikin PR sendiri. Zi yang kebetulan sedang libur bertanggung jawab mengawasi adik-adiknya saat bikin PR dan mengantar jemput Zu dari sekolah. So proud of you, kiddos!

Saat sakit ini, saya jadi bisa tidur siang. Kegiatan yang tidak pernah lagi saya lakukan sejak Za lahir. Ternyata, sakit ini membawa banyak hikmah yang bisa disyukuri. Alhamdulillah.

Ampuni kesombongan saya, ya Allah. Selama ini selalu sok kuat, sok bisa melakukan segalanya, sok jadi super woman. Tapi kalau boleh meminta, sakitnya jangan lama-lama, ya Rabb. Kasian hubby nanti kecapekan. #doaedisinawar :D


Ilustrasi: http://bit.ly/KsrbsH


Penawaran Investasi Emas



Sejak jadi sentra penjualan emas dan no PIN diiklanin oleh supplier kemana-mana, banyak yang add. Selain teman bertambah dan network meluas, banyak juga penawaran yang saya dapatkan. Diantaranya, penawaran investasi emas.

Salah satu dari penawaran itu datang dari PT A di Jakarta, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jual beli emas sejak lebih dari 30 tahun lalu. Toko emasnya memiliki reputasi baik, info dari milis keuangan yang saya ikuti. Kalau dulu mereka memiliki produk pool account, sekarang mereka menawarkan investasi emas dalam bentuk lain.

Untuk berinvestasi, investor harus membeli emas dengan harga 30% di atas harga spot dan membuat kontrak minimal setahun. Sebagai imbalannya, investor menerima hasil investasi yang dibayar dimuka sebesar 10%, emas dengan ukuran sesuai yang dibayarkan dan jaminan pembelian kembali di harga yang sama. Jaminan ini maksudnya bila sampai akhir masa kontrak harga emas ternyata lebih rendah dari harga saat beli, maka investor dapat menjualnya kembali ke PT A seharga saat membelinya. Tapi bila ternyata lebih tinggi, investor bebas apakah ingin menjualnya/tidak.

Ilustrasinya begini: bila hari ini harga spot emas adalah Rp.500.000/gram, maka bila saya ingin berinvestasi harga yang harus dibayar adalah Rp.650.000/gram (30% diatas harga spot). Karena ingin berinvestasi senilai 100 gram emas, saya membayar ke PT A sebesar Rp65.000.000 (100gr x Rp650.000/gram). PT A kemudian akan memberikan 100 gram emas ditambah uang kontan Rp6.500.000 (10% dari Rp65juta) kepada saya sebagai bagi hasil yang dibayar dimuka.

Lalu dibuat kontrak kerjasama setahun di hadapan notaris, yang bila dilanggar (misalnya saya ingin menjual emas saya sebelum masa kontrak habis) maka saya harus mengembalikan emas yang 100 gram plus Rp6,5juta dan membayar denda sesuai yang telah ditetapkan dalam kontrak. Uang yang investasikan dikembalikan setelah dikurangi denda dan diberlakukan harga beli (buyback price) hari itu, saat kontrak dibatalkan.

Kedengarannya menguntungkan ya? Resikonya kecil, kan imbal hasilnya dibayar dimuka. Itu yang sedetik pertama terlintas di otak saya. Tapi saya segera sadar, keuntungan 10% yang dibayar dimuka itu sebenarnya adalah bagian dari 30% dari harga emas yang saya bayarkan. Jadi saya memberikan 20% ke PT X secara cuma-cuma. Enak bener yah? Cuma modal cuap-cuap mereka dapat modal gratis 20% dari para investornya. Ckckckck (ˇ_ˇ'!l)

Kalau memang mau investasi, untuk apa repot-repot pakai perjanjian notaris segala? Dengan uang Rp65juta saya bisa langsung membeli sekitar 130gram emas. Untuk apa bayar lebih mahal tapi malah dapat lebih sedikit?!

Bagi saya pribadi, investasi emas tidak untuk mendapatkan keuntungan berlipat-lipat. Saya membelinya untuk melindungi nilai harta yang kami miliki. Misalnya saat hubby dapat bonus dari kantor, uangnya langsung saya belikan emas bila memang tujuannya untuk uang sekolah anak-anak yang baru akan dipakai minimal setahun lagi. Kalau tidak segera diinvestasikan, pasti uang itu tidak akan bersisa akhirnya. Apalagi kalau hanya disimpan di rekening bank, sedikit-sedikit diambil melalui ATM. Habis deeeeeh.

Kenapa tidak deposito? Karena deposito itu hasilnya cuma 6%, dipotong pajak 20% dan buktinya hanya selembar kertas. Sedangkan bila dibelikan emas, hasilnya rata-rata bisa mengalahkan inflasi, tidak bayar pajak (tapi ada zakatnya) dan yang terpenting, saya pegang fisik emasnya tidak hanya selembar kertas.

Tapi jangan salah, emas bukan satu-satunya bentuk investasi yang kami jalankan saat ini. Kenapa? Karena kita tidak disarankan meletakkan semua telur di satu keranjang. Diversifikasi. Sudah sering ya saya bahas tentang diversifikasi disini. Intinya, semua instrumen investasi itu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Untuk masing-masing tujuan keuangan dan profil resiko, beda-beda instrumen investasinya.

Dengan semakin banyaknya penawaran investasi, calon investor harus semakin teliti dan bijak dalam memilih. Sebelum terlena dengan imbal hasil selangit yang dijanjikan, sebaiknya cari info sebanyak-banyaknya sebelum mengambil keputusan. Rajin-rajin googling, search di twitter atau gabung ke milis-milis keuangan. Jangan gampang percaya, walaupun yang menawarkan adalah orang yang telah lama anda kenal.



Ketidakpedulianmu Membunuhnya







Alika sudah berpulang. Hari ini, Jumat 13 April 2012. Dari pagi saya ingin segera meluncur ke Dharmais, saat mbak ina mengabarkan Alika kejang-kejang. Tapi telpon dari ibu saya yang sakit dan minta ditengok cucu-cucunya, tidak mungkin saya tolak. Ingin rasanya bisa membelah diri jadi 2.

Zu dan Za yang biasanya ribut di mobil, seperti mengerti perasaan saya. Mereka diam saja sambil melihat dengan muka cemas ke bundanya yang menyetir dengan mata basah. Za bahkan menepuk-nepuk kepala saya, seolah ingin menenangkan.

Sungguh, bukan saya tidak ikhlas. Sangat ikhlas, bahkan sangat lega Alika akhirnya bisa terbebas dari penderitaannya. Yang selalu saya tangisi adalah betapa di usianya yang masih sangat muda, sudah demikian berat cobaan yang diterimanya. Betapa sedih ibundanya melihat putri kecilnya berjuang melawan kanker retinablastoma dan akhirnya harus mengikhlaskan kepergiannya. Betapa putus asanya saya ketika permintaan donor apheresis melalui status bb/fb/twitter ASELIK dicuekin! Tidak seorang pun menanggapi (ˇ_ˇ'!l)

Meneruskan permintaan donor apheresis melalui broadcast message, hanya akan mendapat respon: icon jempol, tidak ada respon sama sekali, atau jawaban-jawaban seperti: gue takut jarum! Gue takut ketularan penyakit! Gue sibuk, anak gue kan 3! Gue kan sudah nyumbang!

Takut jarum?! Apakah rasa takut itu lebih besar dari rasa takut seorang ibu kehilangan anaknya? Takut ketularan penyakit?! Justru dengan donor apheresis ini si donatur menjadi lebih sehat karena harus melalui berbagai macam tes dan harus hidup sehat untuk bisa lolos jadi donatur apheresis. Sibuk? Anak 3?! Sama dong! Anak saya juga 3, tanpa asisten pulak! Udah nyumbang?! Terima kasih loh, sudah bersedia menyumbang. Tapi aksi nyata juga boleh dong, sekali-sekali. Supaya belajar berempati, tidak sekedar simpati.

Tapi saya yakin, di luar sana, masih banyak yang mau perduli untuk berbagi. Mungkin anda salah satunya. Jangan biarkan ketidakpedulianmu membunuhnya.



Links:

Apa itu Apheresis http://dlvr.it/mXqtH