Ketagihan

Pernah merasa ketagihan? Merasa ingin (melakukan) sesuatu dan baru merasa tenang/senang setelah berhasil melakukan/mendapatkannya? Ada banyak macam ketagihan, diantaranya: ketagihan rokok, kopi, belanja, main online game atau twitter-an!

Bagi mereka yang ketagihan, susah sekali menghilangkan atau bahkan hanya mengurangi rasa ketagihan ini. Ada yang mencoba melalui jalan medis, bahkan sampai non-medis.

Seorang teman yang ketagihan rokok, sudah mencoba berbagai cara untuk menghentikan kebiasaannya merokok. Dari memakai nicotine patch sampai terapi hipnotis pernah dicobanya. Tetapi entah karena lingkungan yang tidak mendukung atau tekad yang kurang kuat, akhirnya setiap usahanya untuk berhenti tidak pernah berhasil lebih dari 3 minggu.

Kalau saya, satu-satunya adiksi/ketagihan paling parah yang pernah dialami adalah online game di facebook! Terutama yang namanya farmville. Duh, kalau sudah main itu, benar-benar lupa waktu. Alhamdulillah, sekarang sudah tidak ketagihan lagi. Cara mengatasinya memang gampang-gampang susah. Kuncinya adalah pertama-tama kita harus menyadari dulu bahwa kita ketagihan. Lalu, disinilah ego berperan. Saya yang pada dasarnya tidak suka diatur, merasa ego saya terusik karena tidak rela diperbudak oleh sesuatu, yang dalam kasus ini, farmville :)

Jadi, saat saya merasa sudah mulai ketagihan, ya tidak saya mainkan sama sekali farmville-nya. Memang sesekali setan di kepala ini menggoda dengan pertanyaan: "Nanti tanamannya gagal panen looh, apa gak rugi?" Biasanya, kalau pertanyaan itu sudah muncul di kepala saya, ada malaikat yang sudah siap menjawab, "So what?! It's just a game" :)

Begitulah, akhirnya saya bisa menghentikan ketagihan farmville. Tekad yang kuat dan lingkungan yang mendukung juga sangat membantu "sembuh"-nya saya dari penyakit kronis ini. Sekarang, saya jarang membuka facebook, karena kebetulan laptop sedang rusak. Kalaupun membuka facebook, sudah saya tekadkan untuk tidak mengakses game-nya. Pokoknya saya tidak mau diperbudak! Itu tekad saya.

Nah, buat anda yang sedang berjuang mengatasi suatu ketergantungan/ketagihan/adiksi, jangan putus asa. Ada banyak caranya, tapi keberhasilannya ada di tangan anda sendiri. Kalau anda memang mau berubah, pasti bisa! Selamat berjuang!

Jangan Terlambat

Berita mengenai wafatnya Ibu Ainun Habibie beberapa waktu lalu mengundang banyak simpati. Liputan acara pemakamannya di TMP Kalibata disaksikan dengan deraian air mata oleh sebagian besar kaum wanita (kalau yang laki-laki pada pura-pura ke WC ya, biar gak ketauan nangis? *_O ) Saya saja yang tidak menonton liputan tersebut, hanya mengandalkan laporan pandangan mata dari twitter, juga ikut terharu. Saya tidak kenal bu Ainun, bahkan tidak pernah mengikuti berita tentang beliau. Tapi yang membuat saya terharu adalah pemikiran tentang, bagaimana dengan Pak Habibie setelah ini? Pasti beliau merasa kehilangan sekali. Ditinggal istrinya yang selama ini selalu mendampinginya dalam suka dan duka selama bertahun-tahun. Kesetiaan Pak Habibie menunggui istrinya selama 2 bulan di rumah sakit, benar-benar patut diacungi 4 jempol! Pak Habibie sendiri kan sudah tidak muda lagi. Menginap di rumah sakit itu bukan pekerjaan mudah, loh. Tapi beliau berjanji untuk tidak akan keluar dari rumah sakit tanpa Ibu Ainun. Dan itu ditepatinya. Pastinya banyak di antara kaum wanita yang dalam hati berdoa, semoga pasangan saya bisa setia seperti Pak Habibie. Ya kan? Hayooo, ngaku! ;) Saya juga, kok. Siapa sih yang tidak mau dicintai sampai akhir hayat kita oleh pasangan? Selalu bersama dalam sehat dan sakit. Saling mendukung, saling mengingatkan. *berdoa dengan khusyuk* Peristiwa ini sekaligus mengingatkan saya untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan Tuhan saat orang-orang yang saya sayangi masih ada. Umur, hanya Tuhan yang tahu kapan berakhirnya. Jangan sampai kita menyesal belum mengatakan yang seharusnya kita katakan. Belum melakukan yang seharusnya kita lakukan. Sudahkah anda bilang sayang ke orang yang anda sayangi hari ini? Jangan terlambat!

The days I've been trying to forget

Sudah hampir jam 4 pagi. Sedikit pun mata tidak ingin terpejam. Buku-buku tebal sudah dibaca, tapi menguap saja tidak. Mungkin karena saya sedang memikirkannya. Di mata saya terbayang-bayang wajahnya.
Beberapa hari lalu, saya mimpi tentang dia. Mimpi buruk, dua hari berturut-turut. Saya terbangun dalam keadaan menangis dan menggigil ketakutan. Takut itu merupakan firasat buruk, saya mencoba menelponnya. Dan seperti yang sudah saya duga, telpon tidak diangkat. Saya kirimkan sms menanyakan keadaannya dan menceritakan bahwa saya bermimpi buruk tentang dia, juga tidak lupa mendoakan agar dia selalu dalam lindungan Allah SWT. Hasilnya? Sampai sekarang pun belum dibalas. *sigh*
Pantang menyerah, saya YM adik saya. Saya forward sms itu dan menanyakan kabarnya. Keesokan harinya adik saya mengabarkan, memang beberapa hari yang lalu sempat sakit, tapi sekarang baik-baik saja. Legaaaa sekali mendengarnya. Sejak itu, Alhamdulillah belum ada mimpi buruk lagi.
Sampai kemarin. Seperti juga suatu tanggal di bulan Desember, kemarin juga merupakan one of the days I have been trying to forget. Those days remind me of her.
Wherever you are, I hope you're alright. Stay healthy and happy. I just wish oneday you'll forgive me. I really miss you. Love you.

Pilih Kasih

Pilih kasih biasanya sering terjadi di sekeliling kita. Apakah di lingkungan kerja atau bahkan di dalam keluarga. Kalau di dalam keluarga, biasa terjadi pada orangtua dengan anak, kakek nenek dengan cucunya atau mertua dengan menantu.
Yang menjadi topik bahasan kali ini adalah pilih kasih antara orangtua dan anak. Umumnya, entah disadari atau tidak, kita sebagai orangtua sering membanding-bandingkan anak kita. Si Sulung yang dianggap lebih pintar dari adik-adiknya atau si Bungsu yang dimanja habis-habisan karena selalu dianggap masih kecil walaupun sudah menikah dan mempunyai anak.
Biasanya, yang kemudian menjadi korban pola asuh semacam ini adalah anak tengah. Mereka dapat mengalami second child syndrome. Karena kurang mendapat perhatian dan dukungan dibandingkan kakak maupun adiknya, si anak kedua/anak tengah ini kemudian tumbuh menjadi pribadi yang selalu ingin menyenangkan hati orang, kurang percaya diri dan butuh pengakuan atas apa yang dilakukannya. (Catatan: ini pendapat saya sebagai orang awam yang kebetulan mengalaminya sendiri).
Sungguh tidak habis pikir, bagaimana orangtua bisa pilih kasih terhadap anak-anak mereka yang berasal dari darah mereka sendiri dan lahir dari rahim yang sama. Menurut saya, CMIIW, cinta orangtua kepada anaknya, haruslah berupa cinta tanpa syarat. Unconditional love. Bagaimana pun seorang anak adalah hasil didikan orangtuanya. Ibarat sebuah karya tulis, anak terlahir sebagai kertas putih bersih, yang isinya tergantung orangtuanya yang menulisnya. Dengan Tuhan sebagai penentu tema dan pemberi nilainya.
Anak-anak saya, dari yang pertama hingga ketiga, memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Si sulung yang sangat pintar dengan angka, tetapi introvert. Si tengah extrovert, tetapi kurang tertarik pada angka. Sementara si bungsu, walau masih sangat kecil, tapi sudah terlihat sangat pede sekaligus nekat :) Bagaimana bisa saya pilih kasih terhadap mereka? Mereka anak-anak yang terlahir dari rahim saya, yang saya didik dengan tangan saya sendiri, dan yang terpenting, mereka adalah titipan Tuhan.
Mungkin ada beberapa dari kita yang berpikir, seandainya anak saya seperti anaknya si X... Tapi, pernahkah anda berpikir, anak anda juga mungkin saja berpikir, seandainya orangtua saya seperti orangtua si x? Jadi, berkacalah dulu. Sudahkah anda menjadi orangtua yang baik? Pantaskah anda menjadi orangtuanya?
Cintailah anak-anak anda seperti anda mencintai diri anda sendiri, karena mereka adalah refleksi anda dalam cermin kehidupan ini. Cintailah mereka, apa adanya.