Menjagamu Kewajibanku


Miris sekali membaca berita pelecehan anak TK di internet. Sudah sepatutnya pelakunya dihukum mati karena sudah merusak masa depan seorang anak tak berdosa. Bahkan seorang teman mempertimbangkan untuk meng-home schooling-kan anaknya, agar anaknya aman di rumah.

Jangan salah, pelecehan tidak hanya terjadi di luar rumah, loh. Di dalam rumah sendiri, yang seharusnya aman, bisa juga terjadi. Biasanya justru orang terdekat pelakunya. Bisa kakek, orangtua, paman atau bahkan pekerja di rumah kita.

Tapi tidak mungkin juga kita mengurung anak di rumah sampai dia dewasa agar terhindar dari hal-hal buruk. Tugas kita selain mengajarkan cara mengantisipasinya, memberikan anak lingkungan yang baik, juga harus banyak berdoa sama Allah agar anak kita selalu dalam lindungan-Nya. Karena Dia adalah sebaik-baiknya pelindung, kan?

Jaman sekarang, lebih banyak orang sakit jiwa. Pelecehan seksual banyak terjadi dimana-mana. Dulu waktu saya masih SD, orangtua saya mungkin merasa aman meninggalkan anak-anaknya di rumah hanya dengan Asisten Rumah Tangga (ART) dan supir. Walau ibu selalu pulang saat makan siang untuk shalat dan menyiapkan makan siang anak-anaknya, kami ke sekolah dan les hanya diantar supir dan di rumah bersama ART sampai sore.

Tapi anehnya, menyadari jaman yang semakin edan ini tidak membuat orangtua semakin berhati-hati. Sekarang, malah banyak terjadi anak yang diantar jemput oleh supir atau bahkan tukang ojek untuk di drop di sekolahnya lalu pulangnya dijemput dan diantar ke rumah atau tempat les oleh supir/tukang ojek itu.

Banyak juga yang les di rumah, tapi di rumah kosong, hanya ada ART. Sementara si ART sibuk dengan pekerjaan di belakang, si guru les mengajar les di ruang tamu tanpa ada yang mengawasi.

Untuk ibu bekerja, jangan sewot dulu yah. Saya menulis ini bukan untuk mendiskreditkan ibu bekerja. I'm sure, every mother has her own battle. Apalagi single mother. Harus berjuang sendirian menafkahi dan membesarkan anak. Tapi masalahnya, tidak semua ibu bekerja ingin cepat pulang ke rumah untuk ketemu buah hatinya. Banyak yang lebih memilih ngerumpi di cafe bersama teman setelah jam pulang kantor.

Ibu tidak bekerja pun banyak yang jadi pengacara alias pengangguran banyak acara. Pengajian di sana disini, Arisan ini arisan itu. Sibuk terus pokoknya, lebih banyak di luar rumah daripada di rumahnya. Saat tiba di rumah, anak sudah terlelap kecapekan setelah seharian les ini-itu sepulang sekolah.

Begitu juga saat wiken. Hanya 1 hari atau beberapa jam yang disisakan untuk menemani anak. Itupun paling ke mal, makan, nonton, atau main di playground. Sisa 1 hari wiken lagi untuk 'me time'. Apa cukup? Yang penting 'quality time' bukan 'quantity' itu selalu yang dijadikan dalih dalam menghindar dari kewajiban mendampingi anak.

Memang berapa sih gaji di kantor? Segitu sajakah nilai keselamatan anak kita sampai kita lebih senang bekerja di kantor dan menitipkan anak kita ke orang lain? Memang sebegitu pentingkah pengajian dan arisan itu sehingga waktu habis di luar rumah? Bandingkan dengan harta benda kita yang dijaga sedemikian rupa, dititipkan di Safe Deposit Box di bank, di brankas pribadi, di cover asuransi, dan sebagainya. Kok nilai anak kita cuma segitu aja ya? Dititipkan ke tukang ojek *sigh*

Padahal kata Bang Napi, "kejahatan itu terjadi tidak hanya karena ada niat dari pelakunya. Tapi juga karena adanya kesempatan!"

Apa kita harus menunggu sesuatu yang buruk, seperti pelecehan atau penculikan terjadi pada anak kita baru menyesal? Kenapa tidak mencegahnya sebelum terjadi?

Menjagamu, adalah kewajibanku, Nak. Karena kau adalah harta paling berharga dalam hidupku.










Mencicipi Es Durian Salju

Beberapa kali melewati tempat ini saat mengantar jemput abang Zi, membuat saya jadi penasaran ingin mencicipi Es Durian Salju-nya. Toko kecil berkapasitas sekitar 30 orang ini menyediakan berbagai menu es krim dan camilan rasa durian. Letaknya di Jalan Raya Pemuda, pas di seberang gedung sekolah Labs School Rawamangun.

Akhirnya di suatu wiken, saya dan keluarga pun meluncur ke sana. Sore itu kami memesan es krim campur spesial, es krim durian dan es krim durian dalam cup.

Es campur special isinya seperti es campur biasa yang terdiri dari cendol, kolang kaling, kelapa kopyor dan kacang merah yang atasnya ditutup es serut dan sirop. Tapi istimewanya, ditambahkan seiris daging durian. Semangkuk harganya Rp.23.000.

Sementara itu Es krim durian yang harganya Rp.20.000 semangkuk ini terdiri dari es krim rasa durian ditambah seiris daging durian dan disiram coklat cair diatasnya. Durian yang dipakai disini umumnya adalah durian monthong.

Untuk es krim cup pilihannya terdiri dari 3 rasa: durian, stroberi dan coklat. Dengan 1 cup seharga Rp.12.000, duriannya tidak terlalu terasa, hanya aromanya saja.

Ada juga camilan rasa durian, seperti pancake durian seharga Rp.12.000 dan lempok (dodol durian). Sedangkan bagi anda yang tidak suka durian, tersedia juga camilan seperti roti bakar dan siomay.

Untuk rasa dari 1-10 ada di level 7 menurut saya. Mungkin karena saya lebih suka makan buahnya langsung daripada es krimnya :D

Belajar Bersabar

Seringkali kali kita emosi jiwa alias marah karena menghadapi suatu masalah. Padahal sebenarnya, masalahnya tidak terlalu besar kalau saja kita mau sedikit bersabar. Mencoba melihatnya dari sisi yang berbeda.

Saya termasuk orang yang spontan dalam artian kurang berpikir panjang bila melakukan sesuatu, termasuk dalam hal marah *tutupmuka* Karena sangat menyadari sifat ini tidak baik, maka belakangan saya lebih berusaha untuk bersabar. Susah? Pasteeee. Tapi saya tidak ingin 3pzh meniru sifat buruk bundanya.

Jadi saya melakukan beberapa cara untuk mencoba mengatasinya. Selain istighfar dan berwudhu, salah satu caranya adalah dengan menarik nafas beberapa kali sebelum bicara saat emosi sedang terpancing. Pernah saya baca di sebuah artikel, beberapa orang malah melakukannya dengan menghitung 1-10 sebelum mulai bicara. Alhamdulillah, walau belum bisa menjadi penyabar, minimal saya bisa terhindar dari masalah dengan menahan lidah saya saat sedang emosi.

Seperti waktu sampah di rumah kami menumpuk berhari-hari. Sudah seminggu ini sampah tidak diangkut tukang sampah langganan di lingkungan perumahan kami. Selain bau, sampahnya juga berulang kali diacak-acak kucing, sehingga jadi kerjaan tambahan bagi saya maupun hubby untuk menyapunya lagi dan lagi.

Saat di hari ke delapan akhirnya si tukang sampah datang, saya menarik nafas beberapa kali sebelum membuka pintu dan bertanya, 'Kok lama gak kelihatan, mas?' Dengan raut sedih, si mas nya menjawab, 'Anak saya sakit bu, di kampung. Maaf.'
Astaghfirullah. Untung saya belum meninggikan suara dan berhasil menekan emosi sebelumnya. Bayangkan kalau tadi saya marah-marah, bagaimana perasaan si mas itu yang sedang sedih tertimpa musibah, malah dapat omelan.

Kejadian lainnya saat saya baru pulang dari bepergian, sementara 3pzh ditinggal di rumah. Belum lagi sempat kelihatan mukanya, suara tangisan za yang melengking sudah terdengar dari dalam. Badan yang lelah, mendengar suara tangisan anak itu rasanya... Haduuuh kenapa lagi niiih?? Emosi pun mulai naik. Susah sekali menahan mulut agar tidak mulai merepet saat sedang lelah.

Masuk ke dalam rumah, terlihatlah za yang nangis sambil memandangi gelas yang pecah dekat kakinya. Lantai basah bercampur pecahan gelas. Si abang dan kakaknya segera mengambil sapu dan lap. Mereka sigap merapikan.

Seperti biasa, saya lebih memilih diam kalau mereka sudah berinisiatif membereskan. Masuk ke kamar, saya hidupkan AC dan duduk di tempat tidur. Menunggu penjelasan dari anak-anak sekalian mendinginkan badan dan kepala (biar tanduknya gak keluar!).

Benar saja, tidak lama za masuk ke kamar. Kepalanya menunduk, suaranya terdengar pelan bercampur isakan, 'Maaf ya bun, adek jatuhin gelas. Tadi adek mau ngambilin minum untuk bunda. Tapi adek lari, jadi jatuh'

Subhanallah. Anak balita ini, dengan caranya ingin menunjukkan perhatian pada bundanya, yang menurutnya pasti sedang capek. Untung saya tidak memarahinya tadi. Abang dan kakaknya juga hebat, berinisiatif merapikan pecahan kaca segera agar adiknya tidak terluka. Alhamdulillah ya Allah, sudah menitipkan anak-anak hebat ini pada kami.

Dari dua kejadian itu saya jadi mengerti, bahwa dengan menahan emosi, walau pun hanya beberapa menit, kita dapat terhindar dari menyakiti hati orang lain.

Agar bisa menjadi contoh yang baik bagi 3pzh, saya masih perlu banyak belajar. Diantaranya belajar menjaga lidah dari mengucapkan hal-hal yang menyakiti hati orang lain, dan belajar menjaga jempol saat mengetikkan kata-kata yang mungkin akan saya sesali dikemudian hari.