Kurang (Di) Ajar




Ada dengan tata krama anak muda sekarang? Apakah mereka kurang diajar oleh orangtuanya? Atau memang tata krama tidak lagi menjadi hal penting untuk diajarkan kepada anak?

Dalam perjalanan saya naik kereta saat mudifah si kakak, beberapa kali saya temui kejadian anak-anak muda yang tidak merasa sungkan mengangkat kakinya ke kursi.

Walau pun ada orang yang jauh lebih tua darinya sedang duduk di bangku tersebut atau setidaknya duduk di dekatnya, mereka santai saja mengangkat kakinya. Lengkap dengan sepatunya! x_x

Terus terang, saya risih melihatnya. Mungkin karena sedari kecil sudah diajarkan orangtua bahwa hal semacam itu ora ilok (tidak bagus/tidak pantas). Bila saya tetap melakukannya, kaki saya akan ditepuk atau paling parah di cubit.

Parahnya lagi, mereka yang melakukannya adalah anak-anak yang memiliki latar belakang pengetahuan agama. Ada yang lulusan pondok, ada yang kuliah di universitas Islam.

Darimana saya tahu? Ya dari percakapan dan obrolan yang saya lakukan langsung maupun yang tidak sengaja terdengar.

Miris sekali kan? Pengetahuan agamanya cukup luas, tapi tidak tercermin pada perilakunya.

Duh kok saya jadi rese begini ya? Biarin aja sih, toh dosa masing-masing ini. Dosa memang ditanggung sendiri. Tetapi mendiamkan sesuatu kedzaliman yang terjadi di depan kita, sama artinya kita juga berbuat dzalim. Bukankah sesama muslim wajib saling mengingatkan?

Dari ilmu agama yang sangat sedikit ini, setahu saya menghormati yang lebih tua juga termasuk dalam ajaran agama juga.

Seseorang (saya lupa namanya) pernah mengatakan, bila seseorang semakin mempelajari agama maka dia akan semakin sunguh-sungguh belajar, semakin menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda.

Di rumah saya menerapkan ajaran yang sama pada anak-anak. Kalau 3pzh terlihat mengangkat kakinya saat saya atau ayahnya ada di sekitarnya, pasti akan saya ingatkan bahwa perilakunya itu tidak sopan.

Jadi wajar kan kalau saya merasa anak muda sekarang, khususnya yang saya temui di kereta itu, kurang diajarkan mengenai sopan santun atau tata krama.

Apa iya sih orangtuanya tidak mengajarkan? Padahal kalau dari bahasanya, mereka dari etnis yang tutur bahasanya halus loh.

Sampai disini saya bisa dituduh rasis nih. Padahal kita pasti tahu, di Indonesia selain ada etnis yang tutur bahasanya halus, juga ada yang kalau berbicara seperti orang berantem 😋 Jadi itu bukan rasis ya, tapi realita perbedaan kultur budaya.

Tidak hanya mengangkat kaki, tapi juga tidak melakukan beberapa kebiasaan Islami. Contohnya makan minum dengan tangan kiri atau beberapa kebiasaan lainnya yang saya lihat dalam hampir 12 jam perjalanan.

Mereka kan punya latar belakang agama yang cukup kuat, kok tidak ada bedanya dengan mereka yang tidak? Apa saya berharap terlalu tinggi?

Jangan dikira saya hanya berani menulis di blog sementara saat terjadi di depan mata, saya diam saja. Tegas tapi tetap sopan saya ingatkan, kok.

"Maaf dik, sebaiknya makan minum dengan tangan kanan." Dan dijawabnya dengan sangat sopan, "Nggeh, bu. Suwun."

Kalau dari reaksinya tersebut, saya rasa mereka hanya kurang diajarkan tata krama. Karena tata krama tidak ada mata pelajarannya, tetapi harus diajarkan oleh orangtua di rumah sejak kecil.

Bukan kah kita juga orangtuanya yang malu bila anak kita dinilai orang lain sebagai pribadi yang kurang tata krama? Begitu pula sebaliknya. Kita akan bangga bila anak kita dinilai sangat bertata krama dalam pergaulan.

Apalah artinya anak berprestasi tapi tidak memiliki sopan santun? Malu dong, kalau sampai anak kita di cap orang 'kurang diajar' 😉