Kesempatan Ketiga






Sudah 2 bulan lebih belum ada lagi kesempatan dondar aferesis. Yang keduluanan orang lah, lagi sakit lah... Adaaaa aja halangannya :(

Selama 2 bulan itu saya tidak tinggal diam menunggu giliran. Selain puasa sunnah untuk detox, juga beli dumble yang 2 kg untuk angkat beban supaya bisa memperbesar vena. Jadi bila tiba saatnya nanti, insya Allah proses dondarnya bisa lebih lancar dari yang sebelumnya.


Tiba-tiba tadi siang pas lagi update status bbm, eeeh mata gak sengaja membaca status kepala suku #BERBAGI, mba @inagibol yang lagi nyari dondar siaga aferesis A+. Langsung buru-buru bbm, ngacung. Takut bener keduluan orang :D

Ternyata kali ini untuk Alika (lagi). Masih ingat Alika? Adik kecil penderita kanker retinoblastoma yang pernah saya ceritakan di postingan bulan Agustus tahun lalu? Kabar dari Dharmais, trombositnya sedang drop :(

Sambil melirik jam, kepala saya berputar menyusun rencana. Zu belum dijemput. Mesin cuci masih muter. Harus berpacu dengan waktu, nih. Sempat terlintas dipikiran untuk mengambil formulir dan sample darah ke Dharmais sebelum ke UTDP. Tapi gedung MPR/DPR sedang di demo. Pasti macet. Bisa-bisa kesorean dondarnya. "Kamu konsen ke dondar saja", kata mba ina. Baeklah.

Untungnya, saya sudah biasa multi tasking. Bukan hal baru untuk saya menyetir mobil sambil nyuapin anak-anak. Tapi hanya bila sedang macet atau lampu merah looooh #pembelaan. Selain itu saya juga harus makan yang cukup, supaya tensi tidak rendah. Jadilah kami bertiga makan dalam perjalanan menuju Lenteng Agung. Alhamdulillah, demo di pusat kota membuat jalanan menuju UTDP relatif lancar siang ini.

Setelah di tes oleh dokter @robbynur nan baik hati, proses dondar aferesis ketiga saya pun dimulai. Sementara itu anak-anak anteng nonton tv sambil sesekali menggambar. Apalagi para petugas kesehatan disitu dengan ramah mengajak mereka mengobrol sambil menyuguhi biskuit. Makin anteng aja deh zu dan za :D

Kurang dari 3 jam, 3 putaran proses donor aferesis sudah selesai. Bahagiaaaa rasanya. Kali ini prosesnya jauh lebih lancar dari yang sebelumnya, alhamdulillah. Semoga Alika bisa tertolong. Sabar ya sayang, sekantung trombosit akan segera diantar ke Dharmais sore ini juga.

Dalam perjalanan pulang, zu dan za sudah tepar kecapekan. Saya memacu mobil sedikit lebih kencang karena sudah hampir jam 5 sore. Seharusnya 2 jam lalu zi sudah dijemput dari sekolah. Tapi sekali lagi, Allah memberi kemudahan. Jalan Pasar Minggu - Pancoran yang biasanya harus ditempuh 2 jam-an bila sedang hujan dan jam bubar kantor, kali ini sama sekali tidak macet. Terima kasih ya Allah, untuk segala kemudahan yang Kau berikan hari ini.

Berminat jadi Dondar Siaga Aferesis atau ingin ikut men-support kegiatan komunitas #BERBAGI ?
Baca infonya di www.gerakanberbagi.com atau
follow @inagibol dan @dondarSIAGA di twitter.




Links:

Apa itu aferesis?

Pertemuan pertama dengan Alika

Otak Dagang






Kalau jadi pedagang, harus punya otak dagang. Begitu kata seorang teman. "Otak dagang itu yang gimana, sih?" tanya saya oon. "Selalu melihat setiap kesempatan sebagai cara untuk mendapatkan uang lebih banyak lagi", jawabnya yakin. Saya pun manggut-manggut. Bukan berarti mengerti, tapi berusaha mencerna jawabannya.

Bila saya sudah bisa dikategorikan sebagai pedagang sejak mulai jualan LM (Logam Mulia) tahun lalu, apa berarti saya sudah punya otak dagang, ya? Hmmm *mikir*

Niat awalnya saya jualan hanya untuk menolong teman yang kesulitan mencari supplier LM untuk berinvestasi dan arisan. Atas dorongan teman-teman juga akhirnya saya mulai jualan. Itupun setelah yakin tidak akan mengganggu aktifitas saya sehari-hari sebagai IRT. Bonusnya, hasil jualan bisa dengan bebas saya pakai untuk hobi saya dibidang sosial.

Tapi saya selalu kebingungan kalau ada pelanggan yang meminta service diluar yang bisa saya sediakan, walaupun mereka bersedia membayar untuk itu. Misalnya jasa pengiriman. Selain menggunakan jasa kurir berasuransi, biasanya saya dengan suka rela mengantarkan pesanan free of charge bila memang saya ada urusan ke daerah tujuan atau bila dekat dengan rumah. Kadang bisa juga janjian ketemu di suatu tempat di waktu yang telah disepakati.

Kata teman saya, itu bisa dijadikan duit. Tetapin saja berapa tarifnya, bebankan ke pelanggan. Rrrrr... Kok hati kecil saya gak sreg ya? Haruskah semuanya dijadikan duit? Termasuk sebuah pertolongan kecil?

Mungkin saya memang gak punya otak dagang. Saya lebih senang menolong semampu saya daripada sedikit-sedikit menetapkan tarif. Ada kepuasan yang jauuuuh lebih besar saya rasakan saat saya bisa mempermudah hidup orang daripada saat saya menerima uang, walau itu hasil jerih payah saya sendiri.

Apa karena tujuan awalnya yang beda ya, makanya saya berbeda dengan teman saya itu yang selalu melihat dari sisi "nyari untung"? Dia jualan untuk menambah penghasilan keluarga, supaya bisa senang-senang (seperti belanja, hang out) tanpa mengganggu uang belanja jatah dari suaminya. Baginya, hal yang biasa saja kalau dia menyerobot bisnis temannya, yang penting bisa jadi cuan (uang). Sama biasanya dengan me-mark up budget pengeluaran yang diajukan ke suaminya.

Sebaliknya, saya dan hubby masih berpendapat, kepala keluarga lah yang berkewajiban mencari nafkah. Tidak ada yang salah dengan wanita yang bekerja. Tapi bagi kami, selama ini yang dihasilkan hubby, alhamdulillah kami sudah merasa cukup. Tidak berlebihan, tetapi tidak kekurangan juga.

Saya pernah bilang ke hubby, "Hon, if I go first, and you find some money has been transferred to some people you don't know, fyi: they're not my brondongs. Go check my phonebook and memopad, so you'll know who they are". Saya katakan ini karena jarang bilang secara spesifik kemana dan untuk apa uang yang dikirim. Hubby cuma senyam-senyum saja mendengarnya. Hampir 12 tahun menikah, membuat kami sudah cukup paham karakter masing-masing. Dia tahu banget, istrinya ini orangnya sangat emosional dan tidak tegaan. Jadi kemana perginya uang kami, tidak perlu dipertanyakan lagi.

Otak dagang, mungkin saya tidak akan pernah memilikinya kalau definisinya adalah mencari untung semata-mata. Mengutip twit seseorang di TL: "Kita baru bisa dibilang sukses bila sudah bisa memberi manfaat bagi orang disekitar kita."

Sudahkah saya memberi manfaat bagi orang lain? Saya sedang berusaha melakukannya. Doakan, ya?



(Nyaris) Tertipu





Penipuan jaman sekarang, semakin beragam dan canggih caranya. Beberapa komplotan penipu melalui sms "kirimkan mama/papa pulsa", alhamdulillah sudah berhasil ditangkap. Tapi masih banyak lagi modus penipuan selain melalui sms.

Salah satu percobaan penipuan yang pernah saya alami adalah hipnotis melalui telpon. Kejadiannya sudah beberapa bulan lalu. Tapi masih segar diingatan saya bagaimana lemasnya saat itu mendapat kabar buruk di siang bolong.

Siang itu sekitar jam 1-an siang, ada yang menelpon ke hp saya. Berkali-kali saya bilang "halo" tapi yang di seberang sana diam saja. Saat hampir saya tutup, tiba-tiba ada suara seperti anak kecil/perempuan menangis, "Aku ditangkap polisiiii... Huhuhu... Aku ditangkap polisiiii..." demikian berulang-ulang.

Pikiran saya langsung melayang ke Zi yang sedang di sekolah. Suara Zi yang belum baligh memang masih terdengar seperti suara anak-anak bahkan terkadang seperti suara perempuan. "Zi, kamu dimana, nak?" spontan saya tanya. Suara itu masih tetap menangis dan berulang-ulang mengatakan, " Aku ditangkap polisiiii... :'( Lutut saya lemas mendengar tangisannya. Di kepala sudah terbayang kejadian yang tidak-tidak pada si sulung.

Tiba-tiba, orang itu menyebutkan sesuatu yang mengembalikan nalar saya. Dia menangis sambil bilang, "Aku ditangkap polisi, Maaa..." Gubraaakk! Mana pernah anak-anak memanggil saya mama? Langsung hilang semua rasa kuatir yang memenuhi pikiran. Malah kemudian timbul niat iseng saya ingin mengerjai si penipu. "Haloo? Apaaa? Halooo? Waduh, gak kedengeran nih. Putus-putus!"

Mungkin takut saya langsung menutup telpon karena disangka sinyal sedang jelek, telpon dialihkan ke orang lain. Seorang laki-laki bersuara tegas. "Selamat siang, Bu. Kami dari kepoli..." Belum selesai dia bicara, langsung saya potong, "Pliiiiss deeeh, pak. Jangan suka nipu orang!!! Kurang kerjaan!" Langung saya tutup telponnya.

Tidak lama, sebuah sms masuk ke hp saya dari nomor yang sama dengan penelpon tadi. Isinya mengatai-ngatai saya dengan kata-kata yang tidak sopan. Tapi saya cuekin saja. Sebaliknya, saya langsung laporkan ke no sms layanan telkomsel untuk pengaduan penipuan (1166). Buat apa dibalas? Buang-buang pulsa saja!

Setelah diceritakan ke teman dan keluarga, ternyata memang modus penipuan melalui telpon ini sudah sering terjadi. Caranya adalah si penipu berusaha menghipnotis/membuat korbannya bingung dan shock, dengan memberikan berita yang mengagetkan (kecelakaan, ditangkap polisi dsb). Kemudian meminta korban mentransfer sejumlah dana ke rekeningnya tanpa memberikan kesempatan untuk menutup telpon, sehingga tidak bisa mengecek kebenaran berita tersebut.

Waktu yang biasa dipilih penipu adalah tengah hari, menjelang sore atau bahkan tengah malam, saat korbannya sedang istirahat/tidur sehingga susah konsentrasi karena baru bangun. Hebatnya, kawanan penipu itu tahu betul data-data korbannya. Kalau kecelakaan di sekolah, mereka tahu siapa wali kelasnya dan kepala sekolahnya.

Satu-satunya cara menghadapi model penipuan seperti ini adalah dengan tetap tenang. Memang tidak mudah. Tapi pasti ada kejanggalan yang bisa ditemukan bila kita berpikir logis sebentar saja. Rumah sakit ataupun kantor polisi tidak mungkin meminta kita untuk mentransfer uang tanpa kita datang dulu ke sana. Kalau dalam kasus saya, panggilan "Ma" yang tidak biasa itulah yang menyadarkan saya.

Sebaiknya tidak melakukan pembalasan dalam bentuk apapun ke nomor tersebut, kecuali mengadukannya ke polisi atau ke operator telpon anda. Kenapa? Karena mereka sudah memegang data-data penting anda, tapi anda tidak tahu siapa mereka. Bahaya kan kalau sampai mereka melakukan tindakan kriminal yang lebih dari sekedar penipuan, karena anda memaki-maki mereka di telpon, misalnya.

Dari mana mereka mendapatkan data-data kita? Bisa jadi karena para penipu itu adalah orang-orang yang ada di sekitar kita. Atau bisa juga dari formulir undian supermarket atau formulir pendaftaran kartu kredit yang pernah kita isi. Sekarang data nasabah kartu kredit sering diperjualbelikan, loh.

Jadi bagaimana caranya agar kita terhindar dari kejahatan seperti penipuan ini? Selalu waspada, tetap low profile, serta banyak berdoa dan sedekah, insya Allah dapat menjauhkan kita dari segala mara bahaya. Kalau kata bang Napi, kejahatan itu bisa terjadi tidak hanya karena ada niat dari pelakunya, tapi juga karena ada kesempatan. Waspadalah! Waspadalah! 


Tak Kenal Maka Tak Sayang


Wiken kemarin dari Bandung dapat oleh-oleh batuk pilek (bapil) sekeluarga. Senin pagi, Zu dan Za demam tinggi, jadi sekolah dan lesnya diliburkan dulu. Zi walau masih pilek dan batuk (tapi tidak demam) tetap ke sekolah, karena hari pertama UTS (Ujian Tengah Semester). Hubby pun begitu, harus tetap ngantor karena ada breakfast meeting tiap Senin. Dan saya... well, the show must goes on. Mau meriang, batuk pilek, demam, kalau masih bisa berdiri tanpa pusing, antar jemput anak tetap harus jalan, kan?

Kebetulan, karena mengabaikan setrikaan selama demam ini, saya jadi punya waktu untuk baca-baca email dari milis di tengah hari. Biasanya waktu cek email milis itu malam hari, setelah semuanya tidur. Eeeh nemu artikel yang pas dengan keadaan saya. Ibu Rumah Tangga (IRT) tanpa Asisten Rumah Tangga (ART) yang anaknya sakit. Duh, jadi berasa ada teman sependeritaan :)

Mengikuti thread-nya, ternyata ada komentar dari seseorang yang persis dengan komen teman saya dulu tentang milis sehat. Komentar tersebut intinya SPs (smart parents) disitu jadi takut dengan AB (antibiotik) dan parcet (paracetamol) setelah join milis itu. Bahkan ada yang menceritakan anaknya kena infeksi telinga karena terlambat dibawa ke dokter.

Saya yang tadinya sangat minder untuk nimbrung (SPs disana tuh pinter-pinter banget, jauh banget ilmu saya dari mereka), kok ya tergelitik untuk menanggapi. Akhirnya postingan perdana saya pun terkirim ke milis sehat.

Hampir setahun jadi anggota milis sehat, banyaaaaaakkk sekali ilmu yang saya dapat di sana. Dari semua ilmu itu, tidak satupun yang mengajarkan: jangan ke dokter, jangan pakai AB, dan jangan kasih parcet kalau demam. Justru saya belajar bagaimana mengamati tanda-tanda kegawatdaruratan, masa observasi 72jam, bapil dan GE (Gastro Enteritis) tidak perlu AB, no puyer, serta KD (Kejang Demam) itu tidak dapat dicegah dan tidak membahayakan.

Mengutip komen seorang dokter disitu: pengetahuan yang setengah-setengah, (hampir) sama bahayanya dengan tidak tahu. Setuju sekali. Justru itulah, jangan men-judge milis sehat dan orang-orang yang tergabung di dalamnya sebelum tahu persis apa dan bagaimana milis sehat itu.

Terlambat dibawa ke dokter? Kan ada tanda-tanda kegawatdaruratan yang harus diawasi. Masa observasi 72jam belum lewat tapi sudah ada tanda darurat yang muncul, artinya apa? Segera bawa ke dokter! Bapil diresepin AB? Bapil itu penyebab umumnya adalah virus. Tidak ada obatnya. Self limiting, bisa sembuh sendiri. Tapi bukan berarti tidak melakukan apa-apa. Ya anaknya saja dibikin nyaman.

Kata dokter ingusnya hijau jadi ada bakterinya, makanya dikasih AB. Kalau mau tahu itu bakteri atau bukan, harus lakukan swab tenggorok. Jangan bilang ada bakteri kalau belum lakukan swab. Anak demam kasih parcet, turun panasnya. Nanti beberapa jam panas lagi, kasih parcet lagi. Begitu terus berulang-ulang. Sudah memikirkan dampaknya ke ginjal dan hati anak karena pemberian parcet atau ibuprofen? Kalau anak sudah dibikin nyaman, tapi masih rewel, boleh dikasih parcet. Tapi tidak rewel atau belum diusahakan nyaman, HT (home treatment) dulu, dong. Why no puyer? Karena pembuatan puyer rentan human error, kontrol kualitas sulit dilaksanakan, toksisitas obat dapat meningkat dengan proses pencampuran (compounding) seperti ini, dan masih banyak alasan lainnya. 

Anak pernah KD, saat panas tinggi belum kejang, sudah dikasih obat kejang. Kalau sudah baca file-file milis sehat harusnya tahu KD itu tidak bisa dicegah dan tidak berbahaya. Tidak sempat ngubek-ngubek arsip, lagi panik anak sakit! Dibacanya pas anak sehat, dong. Jadi saat anak sakit, tidak panik. Saya bekerja, tidak bisa mendampingi anak 24jam, jadi kalau sudah kelamaan sakitnya, saya terpaksa menyerah pada AB. Ooo jadi yang mau diobati itu ibunya toh? Bukan anaknya?

Anak diare dan tidak mau makan, bawa ke rumah sakit supaya dapat cairan dari infus. Memangnya ada tanda-tanda gawat darurat dehidrasi? Klinis anak bagaimana? Coba buka-buka lagi arsip milisnya, yuk dibaca apa itu tanda-tanda dehidrasi.

Tidak ada orangtua yang tidak sayang anaknya, kecuali yang tidak waras, menurut saya. Tapi saat kita memasukkan obat-obatan ke dalam tubuh kecilnya, dan melakukan serangkaian tes yang menyakitkan (cek darah dll), sudah kah kita mempertimbangkan risks dan benefitnya? Kalau lebih banyak risks-nya, apakah tidak over treatment namanya? RUM itu Rational Use of Medicine, alias penggunaan obat yang tepat guna, BUKAN anti obat.

Kalau belum gabung milis, yuk gabung. Kita sama-sama belajar di sana. Jangan sampai anak over/under treatment hanya karena orangtuanya terlalu malas untuk belajar. Tak kenal, maka tak sayang ;)



Links:


* Gabung milis:
Kirim email kosong ke sehat-subscribe@yahoogroups.com nanti akan dapat kuisioner yang harus diisi dan dikirim balik. Kalau tidak dapat, coba cek Spam Folder. Biasanya nyelip disitu.

* Twitter: @milis sehat

* Website:





Why no puyer? http://bit.ly/eI40AA

Ilustrasi: http://bit.ly/xvA7JO