Takut Mati


Sejak akhir 2019, dunia dihebohkan dengan kehadiran virus dari China. Bermula dari Wuhan, lalu merambah ke hampir semua negara di dunia.

Umumnya korban yang tewas adalah mereka yang berusia 60 tahun ke atas dan atau mereka yang mengidap penyakit diabetes, jantung dan gangguan pernapasan kronis. Namun belakangan anak-anak, remaja dan golongan usia produktif banyak juga yang tewas.

Kemudian mendadak semua orang jadi takut mati. Tapi apa benar mereka takut mati? Kalau takut mati, kenapa mereka terus saja dzalim bahkan kepada saudaranya sendiri? Seharusnya kan kalau takut mati, orang akan bertaubat, ya?

Sejak pertengahan Maret 2020, Orang-orang kaya Indonesia banyak yang kabur keluar negri karena virus ini. Mereka yang memilih untuk tetap disini, berbondong-bondong memborong di supermarket tanpa memikirkan orang lain juga membutuhkan barang-barang tersebut.

Sementara si miskin, cuma bisa pasrah. Mereka sudah biasa hidup susah. Bahkan melewati hari tanpa sesuap nasi, bagi mereka bukan lagi hal baru. Jangankan memborong sembako, hari ini bisa makan atau tidak pun belum tahu.

Kita yang masih bisa makan saat lapar dan masih diberi sehat sama Allah, apa iya mau diam saja melihat saudara-saudara kita itu menderita?

Setiap orang, bisa ikut membantu. Sekecil apapun, asal niatnya tulus, insya Allah malaikat akan mencatatnya. Mengajak orang berbuat baik saja, itu sudah sebuah kebaikan.

Saya baca di twitter, ada ibu-ibu di sebuah perumahan yang menyiapkan sarapan bagi para ojol di sekitar rumah mereka. Tiap rumah menyiapkan sekian bungkus sesuai kemampuan, lalu diletakkan di meja dekat gerbang masuk perumahan. Setiap ojol yang melintas dipersilahkan mengambil sebungkus.

Masya Allah. Tabarakallah! Terbayang kan, betapa bersyukurnya para ojol yang belakangan memang sepi order itu mendapatkan sarapan gratis? Bisa jadi sarapan itu akan menambah semangatnya menghadapi hari yang sulit.

Kalian yang punya pengikut (followers) atau teman (friends) banyak di Instagram, twitter atau pun Facebook, bisa  menggalang dana.

Dana yang terkumpul bisa untuk memberikan konsumsi atau APD (Alat Perlindungan Diri) kepada para tenaga kesehatan yang menjadi garda terdepan dalam peperangan melawan COVID-19 ini.

Alternatif lainnya, bisa didonasikan melalui lembaga-lembaga terpercaya, seperti Aksi Cepat Tanggap (ACT).

ACT mempunyai beberapa program #BersamaLawanCorona , diantaranya: OMG (Operasi Makan Gratis) dan OBG (Operasi Beras Gratis).

OMG memiliki program Foodtruck yang membagikan makan gratis kepada para tenaga kesehatan, petugas kebersihan dan petugas keamanan Rumah Sakit. Selain itu juga ada Layanan Warteg Gratis bagi pekerja harian dan warga miskin di sekitar area warteg. Sedangkan OBG lebih ditujukan kepada warga miskin dan lansia di perkampungan kumuh.

Banyak pilihan untuk berbuat baik kan? Ayo, bantu saudara kita. Punya uang tapi tidak punya waktu, bisa donasi. Punya waktu tapi tidak punya uang (seperti saya 😁), bisa jadi relawan dengan bergabung bersama MRI (Masyarakat Relawan Indonesia), misalnya.

Di saat-saat seperti ini, kita harus saling bantu. Agar ketika maut menjemput, kita sudah siap. Jangan takut mati, karena kematian itu pasti. Hanya kapan dan caranya saja yang kita belum tahu 😉







Sisters' Love




Sudah 3 hari ini za jualan camilan di sekolah. Modalnya boleh pinjam dari bundanya. Di hari ketiga, terpaksa berhenti karena dilarang gurunya dengan alasan melanggar peraturan sekolah.

Malamnya, za memberikan kotak kecil ke saya. "Kado buat Kakak," katanya. "Apa isinya?," tanya bundanya kepo. "Gantungan kunci dan uang hasil jualan," jawabnya. 

Ternyata, za jualan untuk memberikan uang ke kakak zu yang menurutnya uang jajannya terlalu sedikit. Di pondok, zu memang tidak boleh memegang uang lebih dari Rp.50.000/minggu, kecuali ada alasan yang tepat seperti membeli buku atau keperluan lain.

Sementara, za sendiri uang jajannya cuma Rp.5.000/hari. Itu pun hanya kalau sekolah saja diterimanya. Biasanya za hanya jajan sesekali saja. Sisanya dimasukkan ke tabungannya di bank.

Jadi kalau za ingin membeli kado atau apapun, biasanya dia berusaha mencari cara sendiri. Kalau tidak berjualan, kadang za menawarkan jasanya ke abang atau ayahnya demi mendapatkan upah. Kenapa tidak ke bundanya? "Kalau untuk bunda, gratis," katanya.

Zu dan za beda usianya 2 tahun. Mereka seperti teman dekat. Mereka tidak mau memanggil kakak/adik. Tapi mereka saling memanggil 'tem' sebagai kependekan dari 'teman'.

Kalau sudah ketemu, mereka bisa bercanda cekikikan, seru banget. Sampai sering ditegur si abang karena terlalu berisik 😁

Tapi kalau sedang marahan pasti zu akan bilang ke adiknya, "Aku gak mau ngomong sama kamu 7 tahun!" 😡

Dan tidak sampai 5 detik kemudian, "Tem, Tem, kamu tau gak....?" Pertengkaran tadi pun terlupakan begitu saja. Seperti tidak pernah terjadi apa-apa.

Kalau saya tanya, "Katanya tadi gak mau ngomong 7 tahun?" Mereka akan menjawab sambil berpelukan, "Kami kan teman selamanyaaa" 😍😘

Begitulah seharusnya bersaudara. Punya empati pada kesusahan saudaranya. Mengingatkan bila saudaranya salah jalan. Mau memaafkan setiap kekhilafannya.

Semoga hingga tua nanti, beranak cucu, bahkan sampai maut memisahkan, persaudaraan kalian, 3pzh, akan selalu dijaga Allah. Aamiin yaa Rabbal'alamiin.