[Sharing] Potty Training



Potty Training atau melatih anak untuk BAK dan BAB di kloset, sebenarnya bisa dimulai di usia lebih muda dari Za sekarang kalau saja dia mau diam di tempat bila BAK/BAB. Ketakutan akan kemungkinan Za terjatuh karena licin dan najisnya bisa kemana-mana, yang membuat saya menunda-nunda terus program ini.

Mungkin bagi yang punya asisten atau sedikit cuek tentang najis, tidak akan terlalu susah untuk melaksanakan potty training ini. Kasur kena ompol cukup dijemur. Lantai kena pipis, cukup dipel 1-2x. Sementara saya, ribet banget membersihkannya. Takut wudhu dan shalat menjadi tidak sah, apalagi disekitar rumah sulit menemukan tanah bersih untuk membersihkan najis, saya jadi cenderung berlebihan membersihkan bekas ompol. Gak apa-apa repot, asal hati tenang, kan? ;)

Biasanya, saya membersihkannya dengan cara mengelap tempat yang terkena najis sampai 7x. Di lap 2x untuk mengangkat najisnya, 2x untuk mengelapkan dengan lap yang diberi sabun+air, dan terakhir 3x untuk mengangkat sabunnya sampai bersih. Lebay ya? X_X

Program potty training ini dimulai dari mengajak Za diskusi tentang keinginannya untuk masuk sekolah. Kami menjanjikan, Za boleh sekolah kalau sudah tidak minum susu dari botol dan sudah tidak pakai diaper. Botol sudah berhasil. Tinggal diaper nih, saya masih maju mundur. Soalnya, peraturan apapun yg diterapkan ke anak, baru akan efektif bila kita konsekuen menjalankannya. Jadi begitu program ini dimulai, gak bisa tuh berhenti 1-2 hari trus dilanjutin lagi. Nanti anaknya jadi bingung. Sementara saya takut repot harus mengawasi Za sepanjang hari.

Akhirnya, karena bulan depan Za sudah berulang tahun ke 3, saya memutuskan untuk segera memulai program potty training ini. Wooossaaaaahh!!

Hari pertama, Za lepas diaper sejak mandi pagi. Setiap 10-15 menit saya tanya, adik mau pipis? Mau pup? Jawabannya selalu tidak. Hasilnya? 3x BAK dan 1x BAB di celana X_X huhuhu. Jam 2 sore, saya menyerah. Pekerjaan saya keteteran karena saya berkali-kali mengepel. Cucian dan setrikaan sudah semakin menumpuk. Akhirnya Za dipakaikan diaper dengan janji besok akan dicoba lagi. Malamnya saya curhat ke hubby dan disarankan untuk mencoba program ini saat weekends, jadi dia bisa membantu mengawasi Za.

Hari kedua, entah kenapa, saya ingin mencoba lagi. Padahal, wiken masih 2 hari lagi. Kali ini, caranya sedikit saya ubah. Kalau kemarin saya hanya mengingatkan Za untuk memanggil saya bila mau ke toilet, hari ini berbeda. Setiap 10-15 menit, walau Za bilang tidak mau, saya dudukkan Za di kloset sambil berulang-ulang mengatakan, "hayo, adik kan sudah besar, sudah mau sekolah, berarti sudah bisa pipis di kloset. Bila 5 menit tetap tidak ada yang keluar, saya pakaikan lagi celananya. Begitu terus sampai akhirnya Za bisa BAK di kloset. Saat Za berhasil melakukannya, saya tepuk tangan, memuji dan memeluknya.

Siangnya, Za sudah bisa bilang bila mau BAK. Sorenya, Za bahkan berhasil BAB di kloset, walaupun dia masih sering tertukar antara BAK dan BAB. Seharian itu, program berhasil 80%. Belum 100% karena saat tidur siang dan malam, diaper tetap saya pakaikan supaya tidak mengompol. Itupun diapernya harus dipakaikan setelah Za tidur, karena merasa sudah besar dia menolak memakainya lagi. Tapi setelah Za bangun, segera saya buka diapernya dan mendudukkannya di kloset.

Hari ketiga, karena harus pergi ke suatu acara, Za terpaksa dipakaikan diaper lagi. Awalnya Za menolak karena merasa sudah besar :D Tapi akhirnya mau setelah diberi pengertian, di tempat yang akan didatangi jalanannya macet, mungkin akan susah mencari toilet.

Ternyata, pergi dari jam 4 sore dan sampai di rumah jam 10 malam, diapernya sama sekali tidak basah. Za rela menahan BAK karena dikiranya melakukannya di diaper sama artinya dengan mengompol. Sepertinya keinginan Za untuk sekolah sangat besar, sehingga dia benar-benar ingin menepati janjinya untuk tidak ngompol lagi.

Alhamdulillah, proses potty training ini hanya memakan waktu 4 hari. Hari pertama gagal total, hari ke 2 dan 3 penyesuaian, dan hari ke 4 dan seterusnya sudah lancar jaya *dancing*

Buat yang belum berhasil potty training-nya, tetap semangat ya. Coba diganti caranya. Berikan rewards agar anak merasa dihargai usahanya. Pasti selalu ada cara untuk melatih si kecil meninggalkan kebiasaan "bayi"-nya. Anak yang pintar, hasil didikan orangtua yang pintar kan? ;)


No comments: