Belajar Sabar

Rasulullah SAW bersabda: "Bukanlah orang yang kuat itu yang pandai bergulat, akan tetapi orang yang kuat adalah yang mampu menahan jiwanya ketika marah," (HR. Bukhari)


Seringkali kali kita emosi jiwa alias marah karena menghadapi suatu masalah. Padahal sebenarnya, masalahnya tidak terlalu besar kalau saja kita mau sedikit bersabar. Atau mencoba melihatnya dari sisi yang berbeda.

Saya termasuk orang yang emosian, kurang berpikir panjang bila sedang marah *tutupmuka* Sifat jelek ini sudah melekat sejak masih kecil.

Karena sangat menyadari sifat ini tidak baik, maka saya tekadkan untuk selalu belajar menahan diri. Susah, pastinyaaa. Tapi saya tidak ingin 3pzh meniru sifat buruk bundanya.

Dari yang pernah saya baca, ada beberapa cara untuk mencoba mengatasi emosi yang sedang meninggi. Istighfar atau berwudhu, adalah cara yang sering disarankan.

Beberapa orang, saat sedang emosi memilih untuk menghitung 1-10 sebelum mulai bicara. Menunda bicara saat marah akan menghindarkan kita dari mengucapkan hal-hal yang akan disesali kemudian hari.

Cara-cara ini yang sering saya terapkan saat kesabaran sedang diuji. Dan terbukti, memang efektif.

Seperti waktu sampah di rumah menumpuk berhari-hari. Sudah beberapa hari sampah tidak diangkut oleh tukang sampah langganan di lingkungan perumahan kami. Selain bau, sampahnya juga berulang kali diacak-acak kucing, sehingga jadi kerjaan tambahan bagi saya maupun hubby untuk menyapunya lagi dan lagi.

Di hari ke delapan, akhirnya si tukang sampah datang, saya menarik nafas beberapa kali sebelum membuka pintu dan bertanya, 'Kok lama gak kelihatan, mas?' Dengan raut sedih, si mas nya menjawab, 'Anak saya sakit bu, di kampung. Maaf.'
Astaghfirullah. Untung saya belum meninggikan suara dan berhasil menekan emosi sebelumnya. Bayangkan kalau tadi saya marah-marah, bagaimana perasaan si mas itu. Sudah tertimpa musibah, eeeh malah dimarahin. Betapa berdosanya saya kalau tidak bisa menahan lidah saat itu.

Kejadian lain saat saya baru pulang dari gym. Baru masuk rumah, suara tangisan za yang melengking sudah terdengar dari dalam. Badan yang lelah, mendengar suara tangisan anak itu rasanya... Haduuuh kenapa lagi niiih?? Emosi pun mulai naik. Susah sekali menahan mulut agar tidak mulai merepet saat sedang lelah begitu.

Masuk ke dalam rumah, terlihatlah za yang nangis sambil memandangi gelas yang pecah dekat kakinya. Lantai basah bercampur pecahan gelas. Abang dan kakaknya segera mengambil sapu dan lap. Mereka sigap merapikan.

Seperti biasa, saya lebih memilih diam kalau mereka sudah berinisiatif membereskan. Masuk ke kamar, saya hidupkan AC dan duduk di tempat tidur. Menunggu penjelasan dari anak-anak sekalian mendinginkan badan dan kepala (biar tanduknya gak keluar!).

Benar saja, tidak lama za masuk ke kamar. Kepalanya menunduk, suaranya terdengar pelan bercampur isakan, 'Maaf ya bun, adek jatuhin gelas. Tadi adek mau ngambilin minum untuk bunda. Tapi adek lari, jadi jatuh'

Subhanallah. Anak balita ini, dengan caranya ingin menunjukkan perhatian pada bundanya, yang menurutnya pasti capek baru sampai rumah. Untung saya tidak memarahinya tadi. Abang dan kakaknya juga hebat, berinisiatif merapikan pecahan kaca segera agar adiknya tidak terluka.

Coba kalau tadi saya memarahinya, pasti za sangat kecewa. Padahal niatnya baik, menyiapkan minum untuk bundanya yang baru pulang. Gelas pecah, bisa dibeli lagi. Tapi hati anak yang terluka, bagaimana mengobatinya?

Dari dua kejadian itu saya jadi mengerti, bahwa dengan menahan emosi, walau pun hanya beberapa menit, kita dapat terhindar dari menyakiti hati orang lain.

Kalau masalah terlalu rumit, emosi yang terlibat terlalu menguras hati, saya memilih untuk menyingkir. Meninggalkan sumber konflik. Cara seorang pengecut, saya akui. Tapi saya lebih takut tidak dapat mengendalikan emosi daripada mendapat cap 'pengecut'.

Saya masih perlu banyak belajar agar bisa menjadi contoh yang baik bagi 3pzh. Diantaranya belajar menjaga lidah dari mengucapkan hal-hal yang menyakiti hati orang lain, dan belajar menjaga jempol saat mengetikkan kata-kata yang mungkin akan saya sesali dikemudian hari.

Ishbir yaa nafsi... اصبر يا نفسه
Bersabarlah wahai diri...

No comments: