Salah Strategi di PPDB

Kali ini saya mau sharing tentang pengalaman mengikuti PPDB (Pendaftaran Peserta Didik Baru) SMAN (Sekolah Menengah Atas Negeri) yang kemarin. Saya salah strategi karena kudet alias kurang up date.

Maklum anak pertama dan belum pernah ikut PPDB karena selama ini selalu masuk sekolah swasta, jadi kami "buta" tentang sistem ini. Sosialisasi yang sangat minim di sekolah maupun media dan keterbatasan waktu yang saya miliki menjadi 2 alasan dari beberapa alasan lainnya yang menjadi penyebab salah strategi di PPDB ini.

Hubby yang sedang tidak ada di Indonesia dan akhir tahun ajaran mengurus 3 anak sendirian itu perlu tenaga ekstra juga konsentrasi tingkat tinggi. Jadwal ujian akhir, les, GR, Graduation Day.... semuanya saya tangani sendirian. Harap maklum kalau saya jadi kudet dan perlu #adaAqua 😁

Seperti yang pernah saya ceritakan, zi ingin bersekolah di SMAN favorit terbaik di DKI Jakarta. Nilai minimal untuk bisa masuk ke sekolah tersebut, sangat tinggi. Minimal nilai rata-rata UN (Ujian Nasional) 95 lebih kalau lewat Jalur Umum (Tahap Pertama). Sedangkan bila lewat Jalur Lokal (Tahap Dua) minimal nilai rata-rata UN 90 lebih.

Jalur Umum itu artinya semua siswa SMP dari seluruh Indonesia, bahkan luar Indonesia, bisa ikut berkompetisi memperebutkan bangku di sekolah tersebut.

Sementara Jalur Lokal artinya adalah hanya siswa yang berdomisili (dilihat dari data Kartu Keluarga) di kecamatan sekitar sekolah tersebut, yang bisa mendaftar.

UN SMP ada 4 pelajaran, yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris dan IPA. Jadi kalau nilai rata-rata UN zi adalah 92, 63 maka berarti bisa mendaftar ke sekolah tersebut kalau melalui Jalur Lokal, karena kebetulan sekali, lokasinya yang dekat dengan rumah kami.

Sayangnya, nilai minimal masuk ke suatu sekolah itu tidak diketahui sampai tahap pendaftaran PPDB masing-masing jalur selesai. Jadi peserta hanya bisa mendaftar saja, memilih sekolah mana pun yang menjadi pilihan (maksimal 3 pilihan). Bila kemudian ada siswa yang nilai rata-ratanya diatas peserta tersebut, maka dia akan tergeser posisinya.

Pilihan ke 1 tidak dapat, masuk ke pilihan ke 2. Bila tergeser terus akhirnya akan masuk di pilihan ke 3. Kalau pilihan ke 3 pun tidak dapat, peserta boleh memilih 3 pilihan sekolah lainnya atau menunggu Jalur Lokal.

Penyebab panik awalnya karena server PPDB yang pertama sempat down selama 2 hari berturut-turut.  Kemudian PPDB pindah operator dan semua tahapan pendaftaran diulang dari awal lagi.

Anehnya, 2 hari itu media seperti janjian untuk bungkam membahas masalah ini. Padahal di lapangan, banyak orangtua siswa yang sudah cuti dari kantor selama 2 hari berturut-turut, tapi belum berhasil mendaftarkan anaknya.

Saat zi tidak mendapatkan 1 pun sekolah pilihannya, saya semakin panik. Bagaimana kalau tidak diterima dimanapun? Mau sekolah dimana? Sementara di sekolah swasta yang sudah menerima zi, kami tidak daftar ulang karena zi yakin mau sekolah di SMAN favorit tersebut.

Mungkin kalau tidak panik, saya sempat membuka laman PPDB dan membaca bagian 'Berita Anda'. Disitu ada banyak tanya jawab pendaftar dengan operator tentang sistem PPDB ini. Kalau saja saya sempat membacanya, saya yakin tidak akan salah strategi.

Dalam kepanikan saya kemudian minta zi memilih 3 sekolah lainnya yang masih dalam peringkat 10 besar SMAN di Jakarta. Pikir saya, setidaknya masih "sekolah bagus" walau dua di antaranya berada cukup jauh dari rumah.

Pilihan pertama SMAN di Pondok Labu, kedua di Bulungan dan yang ketiga di Tebet. Zi awalnya menolak, karena yakin bisa masuk sekolah favoritnya melalui Jalur Lokal. Tapi kekurangan informasi membuat saya panik dan memaksanya untuk memilih kembali melalui Jalur Umum.

Saya bilang ke zi, minimal keterima dulu di salah satu sekolah. Nanti tidak usah daftar ulang kalau keterima, tapi daftar lagi di Jalur Lokal.

Disitulah saya melakukan kesalahan yang saya sesali sampai detik ini. Sungguh saya tidak tahu kalau siswa yang diterima di Jalur Umum tapi tidak mendaftar ulang, tidak bisa mendaftar kembali di Jalur Lokal, tapi bisa mendaftar lagi di Jalur Bangku Kosong (Tahap 3).

Di Jalur Umum itu zi diterima di SMAN yang di Bulungan. Akibatnya, zi tidak bisa lagi mengikuti PPDB Jalur Lokal. Padahal kalau saja saya tidak memaksanya untuk memilih kembali di Jalur Umum, cita-citanya masuk ke sekolah favoritnya dapat tercapai. Maafin bunda ya, bang 😭

Penyesalan memang tidak pernah datang duluan. Tapi masih menjadi ada harapan di Tahap Tiga walau sangat tipis karena di tahap ini kembali semua siswa boleh berkompetisi lintas provinsi bahkan negara.

Saat tiba waktunya untuk PPDB Tahap Tiga, lemes rasanya saat melihat bangku kosong yang tersedia hanya 1 di SMAN favoritnya. Melihat nilai rata-rata UN yang masuk di atas nilainya, zi langsung memilih sekolah lain yang menjadi pilihannya juga saat di Jalur Umum kemarin. Masih ada 3 bangku kosong di situ.

Awalnya zi ragu. Katanya, kasihan bun yang di nomor 3 nanti gak dapat kursi kalau abang masuk. Subhanallah, saat dirinya belum diterima di mana pun, zi malah mikirin orang lain. Tapi saya yakinkan, memang seperti itu sistemnya. Toh cara kompetisinya fair, tidak melalui "jalan belakang".

Akhirnya sampai PPDB berakhir, zi tetap termasuk dari 3 siswa yang mendaftar untuk bangku kosong di SMAN tersebut. Alhamdulillah, zi akhirnya diterima di SMAN yang letaknya di Jakarta Pusat itu.

Walau jaraknya sekitar 7 km dari rumah, tapi aksesnya mudah karena ada bus feeder dan Trans Jakarta. Berada di peringkat 4 SMAN terbaik di Jakarta, tahun lalu ada 59 dari sekitar 288 siswanya yang menerima undangan dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN) favorit di Indonesia. Semoga zi betah di sekolah barunya ini dan dapat diterima di PTN pilihannya kelak. Aamiin.

Begitulah pengalaman saya salah strategi di PPDB. Semoga bermanfaat dan pembaca @idenyadini tidak mengalami kesalahan yang sama.

4 comments:

Anonymous said...

Waaah hebat zi! Nilainya baguuuss bangeeet *jempol*

Zi rajin belajar ya mba pastinya? Share dong mba bagaimana cara belajar zi selama ini. Anakku masih 2 tahun lagi UN SD. Jadi belum bisa ngebayangin rasa deg-degannya 😁

Idenya Dini said...

Terima kasih, nilainya zi alhamdulillah berhasil bikin bundanya minder kalau inget NEM SMP dulu :D

Believe it or not, zi di rumah ga pernah belajar. Buat zi belajar itu cukup di sekolah dan di tempat bimbelnya. Jadi sampai rumah zi hanya tinggal istirahat dan main tentunya. Biasanya sih zi nonton film perang hotam putih dari laptopnya sampai jam 1-2 pagi. Jangan ditanya deh gimana deg2annya ngeliat zi yg super santai gitu. Sport jantung lah pokoknya :'((



Anonymous said...

Kenapa pilih yg peringkat 4? Bukan yg 2 atau 3 dulu?

Tahun depan anak saya UN SMP. Ada bimbel yg direkomendasi gak mbak?


Idenya Dini said...

Karena yg peringkat 2 dan 3 lokasinya jauh dari rumah dan aksesnya susah. Itu aja sih alasannya.

Kalau bimbel, biasanya kami pilih yg tidak jauh dari sekolah karena biasanya kegiatannya setelah jam sekolah. Tidak sempat pulang dulu.

Selain itu juga karena kelasnya semi privat. Hanya 5-6 siswa per kelas dan siswa tidak dicampur dg siswi. Utk zi kondisi ini lebih nyaman.

Semua bimbel ternama sih biasanya sudah berpengalaman dan mempunyai bank soal yang lengkap. Jadi soal kualitas ya hampir sama.