Ibu, Di Mata Saya

Waktu kecil, ibu adalah sosok yang menakutkan dengan segala peraturannya yang harus dipatuhi. Sebagai wanita bekerja, ibu di usianya yang belum lagi 30 tahun dengan 2 anak, nyaris seperti single mother karena ayah yang jarang di rumah. Untunglah nenek dan tante-tante saya terkadang datang bergantian untuk membantu menjaga kami.

Tidak setiap waktu di rumah kami ada asisten rumah tangga, karena berbagai alasan. Saat tidak ada yang menjaga kami itulah biasanya ibu lebih repot. Pagi-pagi mengantar abang saya ke sekolah, lalu membawa saya ke kantornya sampai jam pulang sekolah. Siang hari, setelah menjemput abang saya, kami diantarkan ke rumah dan disiapkan makan siang, lalu ibu kembali lagi ke kantor sampai sore. Jarak rumah-kantor-sekolah bukannya dekat, loh. Tapi mungkin karena dulu jumlah kendaraan di jalan belum sebanyak sekarang, maka belum ada macet sehingga waktu tempuh bisa lebih singkat.

Setelah remaja, saya memandang ibu sebagai sosok yang semakin tidak bisa dimengerti. Keadaan diperparah dengan sifatnya yang keras sehingga tidak memungkinkan terjadinya komunikasi. Ini yang menyebabkan sering terjadinya salah paham di antara kami.

Peraturan-peraturannya saya anggap terlalu kuno, tidak sesuai jaman. Dari mewajibkan kami melakukan pekerjaan rumah tangga walaupun ada lebih dari 1 asisten di rumah, jam malam yang diberlakukan untuk semua penghuni rumah (jam 9, semua pintu terkunci dan kuncinya hanya ibu yang pegang), teman lain jenis dilarang datang saat ibu tidak di rumah, dan masih banyak lagi peraturan lain yang tidak masuk akal saya pada saat itu.

Sekarang, setelah dewasa dan menjadi ibu, saya mencoba untuk merenungkan semua itu. Dan saya mulai mengerti mengapa ibu selalu menerapkan peraturan dengan disiplin tinggi yang harus dipatuhi anak-anaknya. Berbagai peraturan itu untuk membentengi kami, agar kami bisa mandiri dan tidak terjadi apa-apa saat kami tidak berada di bawah pengawasannya.

Begitulah ibu, di mata saya. Maksudnya selalu baik, tapi cara penyampaiannya saja yang salah. Maafkan saya ya, Ma... Selama ini kurang sabar untuk mencoba mengerti... Terima kasih sudah berjuang mengurus kami seorang diri... Hanya Allah SWT yang dapat membalas jasa-jasamu, Ma...

Selamat Hari Ibu, Ma.
Semoga mama selalu diberi sehat, bahagia
dan hidup yg penuh barokah oleh Allah SWT.
I may never say it, but I do really love you, Ma.
(sms saya untuknya pagi ini)

Untuk para ibu di manapun berada, Selamat Hari Ibu. Semoga kita selalu diberikan hati yang penuh dengan sabar, dan kasih sayang dalam menjaga, mengurus dan mendidik anak-anak titipan Allah SWT. Amiin ya Rabb.

2 comments:

Anonymous said...

Ah, jadi inget Mama ku :( Aku dulu juga sering berantem sama Mama, yg kalau dipikir-pikir lagi, mungkin karena kita hidup beda jaman. Jadi susah untuk saling ngerti. Sekarang aku mau belajar sabar juga seperti mbak Dini. Biar bisa lebih ngertiin Mama. I love her sooooo much.

Btw, sms mbak Dini dibales gak sama Mama-nya? ;) *mta*

Idenya Dini said...

Errrr... Belum dibales, tuh :) Tapi gak apa-apa... Batu aja kalau ditetesin air lama-lama bisa bolong kan? Jadi ya, sabar aja... Insya Allah suatu saat, hati yang keras itu dilunakkan oleh Allah SWT. Amiin.