Ten Down, Hundreds To Go

Dimulai dari pertemuan di sebuah tempat yang jauh, sewaktu sama-sama menuntut ilmu. Setelah berkenalan, baru tahu kalau ternyata kami berasal dari universitas yang sama di Jakarta. Tinggal di asrama yang sama, hanya beda blok, dan mengambil jurusan yang juga sama, memungkinkan kami bertemu setiap hari, walau hanya say hello.

Kesan pertama saya terhadapnya adalah, sebel. Hehehe. Soalnya dia tuh orangnya suka sok pede gitu. Kalau saya lagi memfoto teman-teman, biasanya dia suka nyeletuk, "Pasti mau foto gue kan? Bilang aja." Huuuu, siapa yang nggak sebel dengernya? Jadi biasanya, kalau ada dia, saya sengaja hanya memfoto kakinya saja (rasain! *muka tega*). Belakangan, saya baru tahu kalau itu dia lakukan untuk mencairkan suasana. Karena dia orangnya pendiam, jadi tidak tahu mau ngomong apa.

Kebetulan, kami dekat dengan seorang teman (cowok) yang sama, si R. Jadilah kami sering jalan bareng bertiga. Tapi tetap saja saya dan dia belum bisa akrab. Sikap kami yang sama-sama pendiam kalau dengan orang yang tidak kenal baik, membuat kami sering kekurangan bahan pembicaraan.

Dari R, saya tahu bahwa dia sedang ingin berubah ke arah yang lebih baik. Dia sengaja ingin kuliah di tempat yang jauh agar bisa meninggalkan kebiasaan-kebiasaan jeleknya dulu. Saya tidak tahu apa yang diceritakan R ke dia tentang saya. Tapi dengan berjalannya waktu, suasana menjadi tidak kaku lagi, dan dia mulai bisa "ngobrol".

Singkat cerita, sampailah di suatu pagi yang tidak terlupakan. Dia mengajukan suatu pertanyaan yang membuat saya bingung menjawabnya. Dia tanya, "Kamu mau nggak, jadi ibu dari anak-anakku?" Yang pertama terlintas di otak saya: "Memangnya dia sudah punya anak?" *garuk kepala* Habis, pertanyaannya tidak biasa. Jadi pacar saja belum, kok sudah mau ngajak nikah? Apa semua orang yang pendiam itu selalu serius ya?

Satu setengah tahun setelah kejadian itu, kami menikah. Mungkin pernikahan itu tidak akan terjadi (dengan seijin Allah, tentunya) kalau dia tidak keukeuh memaksa saya pulang. Saat itu saya sebenarnya masih ingin tinggal disana setahun lagi untuk bekerja. Kegigihannya juga yang akhirnya mampu melembutkan hati ibu saya sehingga akhirnya merestui pernikahan kami.

Sekarang, setelah sepuluh tahun menikah, sudah ada 3 PZH, buah cinta kami. Kalau ditanya resepnya, waduh... sepuluh tahun itu masih terlalu sedikit jam terbangnya. Tapi kalau boleh saya merumuskan, cinta, pengertian dan komitmen adalah komponen terpenting dalam sebuah pernikahan.

Cinta tentu saja merupakan faktor penting yang harus terus dijaga agar tetap ada selama umur perkawinan. Meluangkan waktu berdua saja, walau itu hanya untuk makan bakso di warung bakso dekat rumah, jalan bergandengan tangan, memberikan perhatian pada pasangan, hanyalah beberapa cara dari sekian banyak cara yang dapat saya sebutkan disini, untuk menjaga rasa cinta itu tetap ada.

Sementara adanya pengertian dapat menghindarkan kita dari pertengkaran-pertengkaran yang tidak penting. Mengerti bahwa pasangan kita terkadang memiliki kebiasaan yang mengganggu seperti meletakkan barang tidak pada tempatnya, pelupa dan sebagainya. Sebelum berusaha mengubahnya, coba introspeksi diri. Anda pun pasti memiliki kebiasaan yang tidak disukai pasangan kan? Seperti kebiasaan menghabiskan waktu berjam-jam untuk berdandan dan belanja, terlalu cerewet (meributkan hal-hal kecil) atau terlalu boros. Jadi, tidak ada manusia yang sempurna. Kalau memang mencintainya, seharusnya anda dapat menerima kekurangannya seperti juga anda mencintai kelebihan yang dimilikinya.

Di saat rasanya suatu hubungan tidak dapat diselamatkan lagi, komitmen yang kuat untuk tetap menjaga keutuhannya sangat dibutuhkan. Katakanlah, saat salah seorang dari anda melakukan kesalahan fatal, seperti selingkuh, cinta dan pengertian saja belum tentu dapat menyelamatkan hubungan anda. Tetapi komitmen yang kuat dapat mengalahkan ego, memaafkan, menyembuhkan luka dan menumbuhkan harapan baru setelah badai berlalu.

Semoga, ketiga hal itu tetap dapat kami jaga dalam tahun-tahun mendatang perkawinan kami. Semoga Allah SWT menjadikan kami keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah yang barakallah.

Happy 10th anniversary, Hon...
I love you, in the name of Allah...
Ten down, hundreds to go...

4 comments:

Anonymous said...

Happy Anniversary ya Jeng... :)

Suaminya romantis sekali... Jangan2 dia udah nyiapin candle light dinner nanti malam... ;) Senangnyaaaa...

Idenya Dini said...

Makasii :)

Candlelit dinner? Hahaha.... I wish!! Wong lagi ditinggal dinas gini.
Hiks! *curcol* :D

Anonymous said...

Waaaa telat 1 hari! Happy anniversary ya mbakyu dan si mas-nya... Semoga langgeng, rukun terus, makin cinta dan menjadi ortu yang baik bagi anak2 yang shaleh dan shalihah...

Ditinggal dinas, mbak? Nyusuuuulll !!! *kompormledug* :D

Idenya Dini said...

Amiin ya Rabb. Gak apa-apa telat, yang penting doanya. Terima kasih ya *hugs*

Haha... Boleh juga nich kompornya ;) *turunin koper dr lemari* *mulai ngepak baju* :D