PR Sekolah: Tugas Anak Atau Orangtua?

PR Zu
Entah karena kurikulum yang semakin berat atau memang guru dituntut untuk banyak melatih muridnya dengan soal-soal, sekarang PR (pekerjaan rumah) bukan main banyaknya. Satu pelajaran, satu PR. Kalau dalam 1 hari ada 3 pelajaran, berarti ada 3 PR. Kasihan anak-anak jadi kekurangan waktu bermain.

Untungnya, Zi bersekolah di tempat yang tidak membebani murid-muridnya dengan banyak PR. Biasanya PR diberikan sebelum libur. Bisa mengerjakan worksheets atau membuat materi presentasi atau mading. Tapi bagi Zu yang di sekolah negri, PR selalu ada setiap hari, minimal 1 pelajaran sehari. Sedangkan Za, walau dari les calistung-nya juga ada PR tetapi tidak wajib dikerjakan. Bila tidak dikerjakan di rumah, gurunya membolehkan Za mengerjakannya di tempat les.

PR Zi
Saat mengerjakan tugas dari sekolah, dari Za sampai Zi, kami sebagai orangtua hanya mendampingi, tidak membantu secara keseluruhan. Untuk Zi yang sudah kelas 6, bantuan yang diberikan hanya sebatas mengingatkan, brain storming untuk menggali ide dan mendampingi saat harus browsing internet. Zu yang baru kelas 1, masih dibantu saat browsing karena belum familiar dengan aplikasi komputer. Tetapi untuk menggunting, menempel dan menulis tetap menjadi tugas Zu. Sedangkan Za yang belum genap 4 tahun usianya, masih ditanya kapan mau bikin PR (waktu Za yang tentukan sendiri, tidak setiap hari) dan saat mengerjakannya dibantu saat mengeja, menghitung dan diawasi penulisannya.

Saya kaget waktu dengar ibu-ibu di sekolah dengan ringannya menceritakan bagaimana mereka mengerjakan PR anaknya, sementara si anak tidak melakukan apapun. Yup, benar. Ti-dak me-la-ku-kan a-pa-pun! Orangtuanya yang browsing, nyari bahan di koran/majalah, menggunting, menempel sampai menuliskannya. Parahnya lagi, orangtuanya merasa sangat bangga bila PR tersebut mendapat nilai tinggi!

Kalau tugas atau PR dikerjakan semua oleh orangtua, lalu anak dapat pembelajaran apa? Si anak akan belajar untuk mengandalkan bantuan orang lain dan tidak percaya pada kemampuan dirinya sendiri. Memangnya kenapa kalau nilainya jelek? Itu kan hasil buah pikirnya sendiri, bukan orang lain. Apakah nilai yang tinggi jauh lebih penting dari menumbuhkan rasa percaya diri anak?

Jadi, PR sekolah itu tugas anak atau orangtua? You -- parents, decide.









No comments: