Pendidikan Vs Tas

Judulnya aneh ya? Bandingin pendidikan kok dengan tas? Jaka sembung naik ojek, gak nyambung, jek! Wanita biasanya memiliki hobi mengoleksi tas dan sepatu. Harus matching, itu alasan pada umumnya. Nah, kalau dibandingkan dengan pendidikan (bagi anak), mana yang lebih penting? Pendidikan doooong, pasti langsung koor begitu! :D Tapi apa bener begitu?

Bermula dr bbm seorang teman yang menanyakan, apakah benar di sekolah anak saya, uang spp-nya naik setiap tahunnya. Karena kalau iya, dia merasa keberatan menyekolahkan anaknya di situ. FYI, teman saya ini baru akan memasukkan anaknya di sekolah yang sama dengan z, pada tahun ajaran baru nanti. Hampir keluar tanduk waktu membacanya. Setahu saya, teman saya itu punya hobi belanja barang branded. Ini bisa dilihat dari status-status fb-nya yang kebanyakan sedang mengincar barang merk A di mall B atau lagi ikutan midnight sale di mall C.

Saya coba menarik nafas pelan-pelan beberapa kali sebelum menjawab, supaya tidak emosi jiwa. Memang benar uang spp selalu naik, tetapi tidak sampai 100ribu tiap tahunnya. Dari kelas 1 sampai kelas 4 ini kenaikannya 180rb, atau sekitar 60rb/th. Dengan adanya inflasi, uang spp sekarang dengan 6 tahun lagi, tentu berbeda. Jadi menurut saya, wajar saja kalau ada kenaikan selama jumlahnya masih tidak melampaui inflasi. Tetapi teman saya malah berdalih, apakah mutunya sesuai dengan harganya? Saya jawab, kalau soal mutu, cari tahu sendiri. Jangan hanya mendengar dari saya. Tidak fair. Bisa saja saya menjelek-jelekkan atau malah sebaliknya, meninggi-ninggikan mutu sekolah tidak sesuai keadaan yang sebenarnya. Masih tetap ngotot, teman saya bilang, apa wajar uang sekolah segitu? Hadeeeeehhh cape deeeehh (ˇ_ˇ'!l)

Setiap orang, pasti punya persepsi sendiri tentang pendidikan yang tepat bagi anak-anaknya. Ada yang suka sekolah dengan disiplin tinggi, ada yang suka dengan sekolah murah bahkan nyaris gratis, dan ada juga yang justru mencari sekolah termahal dengan harapan anaknya jadi pintar dengan bersekolah di situ tanpa merasa perlu mengajarinya lagi di rumah.

Dalam memilih sekolah, yang kami perhatikan ada 3 faktor, yaitu: mutu, lokasi dan pendapat anak. Mutu, tidak hanya prestasi akademiknya, tetapi juga meliputi perilaku (tutur kata dan sikap) seluruh karyawan sekolah. Lokasi, harus berada tidak jauh dari rumah kami. Sedangkan pendapat anak juga sangat penting karena dialah yang akan bersekolah di sana, bukan orangtuanya. Di sekolah anak saya ini, ketiga faktor tersebut sudah memenuhi harapan kami. Bonusnya, mereka menerapkan sistem no homework. Jadi ketika tahu harga yang dibayar untuk dapat belajar di situ tidak murah, kami hanya memasrahkan ke Tuhan. Kalau itu memang rezeki anak kami, maka di sanalah dia akan sekolah. Kalau tidak, ya terpaksa di sekolah lain yang masih termasuk kriteria sekolah pilihan kami.

Begitu juga dengan prioritas. Ada orangtua yang memprioritaskan keinginan anak daripada mutu sekolahnya, misalnya anak ingin sekolah di sekolah A karena banyak teman-teman sepermainannya bersekolah disana, maka anaknya disekolahkan di sana. Ada orangtua yang memprioritaskan menyenangkan anaknya daripada memberikan pendidikan yang baik, misalnya dengan memberikan mainan dan barang-barang trendy yang digemari anak, tapi untuk pendidikannya dipilih sekolah yang mutunya biasa saja agar tidak membebani si anak.

Bagi saya dan hubby, pendidikan anak adalah pos terpenting dalam pengeluaran kami, oleh karenanya alokasinya terbesar dari pos-pos lainnya. Tidak masalah bagi kami tidak mengganti mobil dalam 5 tahun, asal anak-anak mendapatkan pendidikan di tempat terbaik, selama kami mampu. Mungkin kami bukan tipe orangtua yang kalau wiken membawa anaknya ke mal, beli baju atau mainan baru minimal dua minggu sekali, atau makan enak di restoran sering-sering. Kami percaya, ada banyak cara membahagiakan anak tanpa mengajari mereka menjadi konsumtif. Memberikan pendidikan yang baik pada anak adalah kewajiban orangtua, tapi menyediakan barang-barang mahal, tidak.

Jangan salah loh, di sekolah-sekolah negeri bersubsidi itu, murid-muridnya malah banyak yang bawa hp canggih ke sekolah! Saya tidak habis pikir kalau melihat ada mobil mewah mengantar anak sekolah di sekolah negeri. Rasanya sama anehnya dengan melihat mobil mewah mengisi bensin premium. Bukankah sesuatu yang bersubsidi itu pantasnya hanya dinikmati oleh mereka yang memang pantas disubsidi?

Jadi, lain orang, lain prioritasnya. Itu semua terserah anda sebagai orangtua. Lebih penting mana, pendidikan atau tas? (•͡˘˛˘ •͡)


Powered by Telkomsel BlackBerry®

2 comments:

Anonymous said...

Hi Mba...

Saya masih inget, mengenai kriteria sekolah, pernah diulas edisi kapaaaan gitu :P

yg mau saya tanya dan minta pendapatnya :
1. Kapan sih biasanya waktu yang tepat utk hunting sekolah anak (SD). Sekarang sih anak kami masih TK.A

2. Saya sempat berpikir juga lho utk sekolahkan anak di satu sekolah krn banyak temen2 mainnya sekolah disitu. Saya sih maunya di sekolah Al-*****, tapi agak jauh gitu. Jalannya macet pula...
Yang relatif dekat, yaaa...sepertinya sih biasa aja.
Gimana dong??

Please sharing (lagi) yaaaa...
Makasih.

Idenya Dini said...

hai, haaai... :)

Postingan dengaan judul Pilih-Pilih Sekolah ada di bulan Juni 2009.

Mencari sekolah itu, paling lambat setahun sebelumnya. Itu kalau dilihat dari sisi mencari informasi mutu dll ya, mbak.

Tapi kalau dilihat dari sisi finansialnya, mungkin beberapa tahun sebelumnya harus sudah dipersiapkan karena biaya sekolah yang tinggi.

Umumnya sekolah memulai pendaftaran di bulan Januari-Maret untuk sekolah swasta dan April-Juni untuk sekolah negeri.

Datangi sekolah yang diminati, di hari sekolah, agar bisa bertanya-tanya dengan orangtua murid di sana. Tanya program-program sekolah, kualitas guru dan karyawan, termasuk yayasan. Kalau hanya bertanya ke sekolah, bisa gak obyektif nanti jawabannya. Selain itu, perhatikan juga cara guru dan karyawan sekolah bertutur kata, bersikap, dan berpakaian. Terus terang, kami kurang sreg dengan sekolah yang mengaku sebagai sekolah Islam tapi tidak mewajibkan murid dan orang-orang yang berada dilingkungannya untuk berjilbab :)

Pertanyaan yang sering saya ajukan ke orangtua murid adalah: apakah boleh merayakan ultah di sekolah? apakah setiap ambil rapot atau lebaran ada kebiasaan memberikan kado? Ini penting untuk mengetahui apakah gurunya "bisa dibeli?" Kalau tradisi itu dikoordinir class mom, tidak masalah, karena dengan cara ini kado hanya bersifat tanda kasih kolektif bukan pribadi.

Ok, sebelum semakin melantur, lanjut ke pertanyaan berikut. Terkadang memang lokasi sekolah yang kita inginkan jauh dari rumah, macet lagi arah kesananya. Kalau memang di sekitar rumah sekolahnya biasa saja mutunya, ya coba dicari lagi yang terdekat lokasinya. Prioritaskan mutu dulu baru lokasi. Tapi jangan yang terlalu jauh. Kasihan, nanti si kecil harus lebih pagi bangunnya. Dan itu juga berarti kehilangan kesempatan berinteraksi dengannya di pagi hari. Alternatifnya, kalau yang jauh yang harus diambil, papa dan mamanya bergantian mengantar si kecil ke sekolah, agar selama perjalanan ke sekolah bisa dimanfaatkan untuk berinteraksi (bb off dulu ya? :) )

Semoga jawaban saya sudah cukup memuaskan ya, mbak. Kalau belum, ya monggo ditanyakan lagi ;)