Sumbangan Untuk Sekolah

Bagi orangtua yang memasukkan anaknya ke sekolah negeri, umumnya mengira semua biaya pendidikan akan gratis. Kan katanya pemerintah yang akan membiayai semuanya. Bahkan di DKI Jakarta, siswa tidak mampu juga mendapat bantuan melalui program KJP (Kartu Jakarta Pintar) yang bisa dipakai untuk membeli peralatan sekolah.

Betul gratis, alias tidak ada pungutan dari pihak sekolah. Tapi... ada tapinya nih. Tapi di beberapa sekolah, orangtua tetap diharapkan untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang diadakan sekolah.

Kan ada dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dari pemerintah? Banyak yang tidak tahu bahwa dana BOS itu tidak turun setiap saat dibutuhkan.

Masih ingat kasus beberapa sekolah yang jaringan listriknya diputus PLN karena telah menunggak beberapa bulan? Kebayang gak rasanya belajar di ruang yang panas dan gelap?

Belum lagi lab bahasa dan komputer yang tidak berfungsi karena tidak adanya aliran listrik. Pastinya sangat mengganggu proses belajar mengajar kan?

Padahal dana BOS itu salah satunya untuk membiayai pemakaian listrik di sekolah loh. Tapi karena dananya tidak turun saat ada tagihan, maka harus ada dana talangan. Darimana dana talangan itu kalau bukan dari sumbangan orangtua murid?

Bisa juga sih dari CSR (Corporate Social Responsibility) atau sponsor. Tapi kan dana-dana itu juga tidak langsung turun. Hari ini proposal diberikan ke pihak sponsor, bisa sebulan atau 2 bulanan lagi baru dananya tersedia.

Belum lagi untuk kebutuhan lain seperti tenaga honorer (biasanya Office Boy dan satpam sekolah) yang tidak termasuk dalam penyaluran dana BOS karena mereka bukan PNS (Pegawai Negeri Sipil).

Kalau tidak mau ada sumbangan, bisa saja murid-murid di sekolah itu bergiliran piket untuk menjaga kebersihan sekolah termasuk kebersihan kelas, kamar mandi dan lingkungan sekolah. Atau bisa juga orangtuanya bergiliran siskamling di sekolah. Gimana, kira-kira pada mau gak ya? I doubt it 😝

Selama Komite Sekolah bisa amanah dengan sumbangan yang dititipkan orangtua dan laporannya auditable, anak-anak kita juga yang nanti merasakan manfaatnya. Untuk itu, semua orangtua murid harus ikut berpartisipasi, tidak hanya dalam menyumbang tapi juga kemana sumbangan tersebut disalurkan. Makanya, kalau ada undangan rapat Komite Sekolah, jangan sampai tidak datang.

Menghabiskan waktu 1-3 jam di sekolah anak kita dengan mengikuti rapat tersebut dapat menjawab hampir semua pertanyaan kita tentang sumbangan di sekolah.  Jangan sampai tidak pernah ikut rapat, tahu-tahu lapor ke SuDin Pendidikan bahwa ada pungutan di sekolah.

Sebelum menuduh adanya pungli (pungutan liar) di sekolah, pahami dulu perbedaan antara pungutan dan sumbangan. Jangan asal tuduh, nanti jadi fitnah.

Pungutan itu besaran dan waktunya ditentukan dan sifatnya wajib serta mengikat. Sebaliknya, sumbangan tidak ditentukan besaran dan waktunya, selain itu sifatnya pun sukarela.

Mengutip dari artikel di sebuah media online, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, "BOS itu prinsipnya bantuan untuk sekolah agar dapat menyelenggarakan pelayanan minimal. Kalau sekolah ingin maju, tidak mungkin hanya mengandalkan dana BOS."

Jadi memang tidak mungkin cukup kalau hanya mengandalkan dana BOS. Perlu adanya partisipasi dari orangtua siswa.

Menurut saya, yang penting sumbangan itu tidak dikelola oleh pihak sekolah, melainkan oleh Komite Sekolah. Jadi siapa menyumbang berapa, pihak sekolah tidak perlu tahu.

Jangan sampai pemberian sumbangan yang diberikan orangtua mempengaruhi nilai anak di sekolah. Kan lebih baik prestasi anak-anak murni karena kemampuan dirinya bukan karena berapa sumbangan dari orangtuanya 💪

Untuk itu perlu adanya rekening bank khusus, yang bukan atas nama pribadi tapi atas nama sekolah, untuk menampung sumbangan tersebut. Orangtua yang menyumbang diharapkan mengkonfirmasi sumbangannya kepada pihak Komite Sekolah melalui WOTK (Wakil OrangTua di Kelas). Selama semua pihak yang terkait tertib administrasi dan transparan, insya Allah segala bentuk penyimpangan dana dapat dihindari.

Dengan semangat gotong royong, kita semua; pihak sekolah, orangtua dan siswa pasti dapat memajukan sekolah bersama-sama. Siapa sih yang tidak mau anaknya diterima di sekolah yang berprestasi baik? Pastinya merasa bangga dan bersyukur sekali. Tetapi semua prestasi itu hanya dapat dicapai bila kita semua bekerja sama.

Gimana, masih keberatan dengan adanya sumbangan untuk sekolah? Kalau masih bisa liburan, belanja di mal tiap weekend atau gonta-ganti hp tiap tahun, masa sih menyumbang untuk kepentingan sekolah anak-anak kita tidak mau?

Sumbangan loh, BUKAN pungutan. Masa masih keberatan juga? Tidak malu di subsidi sama orangtua murid yang lain? 😉

Baca juga:

http://m.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/17/01/19/ok0utl354-sekolah-tarik-spp-mendikbud-sejak-dulu-memang-enggak-gratis

http://ombudsman.go.id/index.php/berita/berita/artikel/1801-dimensi-hukum-pungutan-sekolah.html

https://m.tempo.co/read/news/2017/01/12/079835302/menteri-muhadjir-sekolah-boleh-himpun-dana-dari-masyarakat

No comments: