Mencari Sekolah Ideal

Sebentar lagi tahun ajaran baru dimulai. Sudah dapat calon sekolah idaman belum? Saya masih pusing nih, mencari sekolah untuk Zi yang mau masuk SMP dan Za yang mau masuk TK A. Sebenarnya kalau berdasarkan plan, calon sekolah idaman mereka sudah dapat sejak tahun lalu. Tapi karena anaknya berubah pikiran dan ada situasi yang berubah, rencana yang sudah dibuat pun berantakan.

Seperti biasa ada beberapa kriteria yang menjadi standar dalam pemilihan sekolah 3pzh. Mungkin ada yang berbeda dengan standar kami beberapa tahun lalu dengan yang sekarang. Ini dikarenakan situasi dan kondisi yang juga sudah berubah. Kriterianya sekarang adalah:
1. Sekolah tersebut merupakan pilihan si anak,
2. Lingkungan sekolahnya aman. Khusus untuk TK, kami lebih suka yang berada di lingkungan perumahan bukan di pinggir jalan besar,
3. Jarak tempuh ke sekolah yang masuk akal,
4. Kurikulum yang tidak menekankan pada akademis dan disiplin semata, tapi juga pada perilaku anak,
5. Biaya sekolah yang sesuai dengan fasilitas dimiliki dan sesuai juga dengan kantong kami :D

Karena Zu sudah bersekolah di daerah Menteng, maka pilihan untuk sekolah Za dialihkan ke area yang sama. Setelah hunting, tersisa 3 pilihan. Masing-masing dengan kekurangan dan kelebihannya sendiri. Kesamaannya adalah ketiganya berada di kompleks perumahan.

Ada yang dekat sekolah si kakak, tapi jam belajarnya cukup memberatkan anak (dari 7.45-11.00). Satunya lagi sedikit jauh dari sekolah kakak, tapi sekolahnya sudah punya nama, dan jam belajarnya tidak memberatkan murid (cuma 2 jam). Pilihan terakhir, TK negri, letaknya bersebelahan dengan SD negri yang bagus, tapi jaraknya jauh dari sekolah si kakak maupun dari rumah. Dari 3 sekolah tersebut, sepertinya pilihan akan jatuh pada sekolah nomor 2, karena Za juga memilih itu.
Sementara Zi, yang tadinya ngotot mau boarding school, akhirnya berubah pikiran ingin bersekolah yang memiliki program akselerasi. Dia ingin menyelesaikan pendidikannya lebih cepat karena ingin segera kuliah dan bekerja.

Terus terang, kami menentang program akselerasi dulu sewaktu Zi SD. Guru-gurunya menyarankan, tapi kami menolak karena takut secara psikologis Zi tidak siap. Terbukti, sekarang pun perilaku Zi belum seperti teman-teman seusianya. Masih sangat kekanakan pola pikirnya. Ini hasil pengamatan kami, guru dan psikolog. Entah karena usianya yang lebih muda dari teman-temannya atau karena di rumah dia bermain dengan adik-adiknya yang usianya 5-7 tahun lebih muda.

Sedangkan untuk sekolah negri, Zi sama sekali tidak berminat. Katanya boleh saja di sekolah negri, tapi kalau tidak diterima di sekolah idamannya ini. Karena Zi sudah 11 tahun, sudah punya pemikiran sendiri. Selama dia merasa siap dengan segala konsekuensinya, kami sebagai orangtua akan mendukung keputusannya. Mengarahkan boleh, tapi tidak untuk memaksakan kehendak. Dengan adanya tes masuk di bulan Maret nanti, maka belum bisa dipastikan di SMP mana akhirnya Zi akan sekolah. Tergantung usaha Zi dan rezekinya saja.

Banyak yang mempertanyakan keputusan kami menyekolahkan anak tidak di satu sekolah yang sama, minimal berdekatan. Itu nantinya akan merepotkan kami sendiri yang tidak memakai jasa supir maupun ART untuk antar jemput. Betul, repot sudah pasti. Tapi bagi kami, selama anaknya suka dan nyaman dengan sekolahnya, tugas kami untuk mengusahakannya, baik soal antar jemput maupun pembiayaannya. Kan yang sekolah mereka bukan bunda atau ayahnya. Jadi mereka harus suka dulu dengan sekolahnya.

Semoga sekolah-sekolah pilihan 3pzh menjadi tempat yang nyaman untuk mereka menimba ilmu.


Powered by Telkomsel BlackBerry®

No comments: