Masa Kecilku

Masa kecil saya tuh sebenarnya agak malu-maluin kalau diceritakan. Jadi sebelum saya berubah pikiran, sebaiknya intronya tidak usah panjang-panjang ya :D

------------------------------------

Usia abang belum lagi genap 3 bulan saat ibu mengandung saya, anak keduanya. Walaupun kehadiran saya sempat ditolak karena dirasa terlalu cepat, Allah menakdirkan saya tetap lahir ke dunia ini. Dari dalam perut saja, saya sudah kelihatan sifat keras kepalanya ya?

Perbedaan umur yang hanya 1 tahun 2 minggu, membuat kami seperti teman sebaya. Saya sering ikut abang bermain dengan teman-temannya. Dari mengejar layangan, main bola sampai main perang-perangan. Walaupun tomboy, kalau keluar rumah dandanan saya selalu girly. Pita, kaus kaki dan sapu tangan harus sewarna. Kalau sudah pakai long dress (baju terusan yang panjangnya semata kaki), saya merasa seperti Princess dari negri dongeng.

Ibu sering mengomel kalau sepulang bermain long dress saya robek dan kotor. Yaeyalaaaah, mana ada Princess yang hobinya melompati parit atau memanjat pohon? Parahnya, kebiasaan ini terbawa sampai dewasa. Beberapa rok kerja saya menjadi korban gara-gara mau menyalakan AC ruang kantor dengan gaya slam dunk :D

Kalau sedang di rumah, seragam saya adalah celana pendek dan kaus singlet. Dengan rambut pendek berponi, kulit saya yang hitam dan bibir yang juga berwarna gelap, saya semakin tidak mirip anak perempuan. Sebaliknya, abang saya kulitnya putih dan bibirnya merah. Sifat kami juga sangat bertolak belakang. Kalau saya pemberani, sedangkan dia sedikit penakut. Bila malam hari abang mau ke kamar mandi, pasti saya dibangunkan untuk menemaninya. Sedangkan kalau malam Minggu saya mau nonton Film Akhir Pekan, walau dibujuk bagaimana pun dia tidak akan mau menemani. Tapi biasanya, saya tetap keukeuh menonton sampai siaran TVRI selesai, walaupun sendirian. Karena tidak bisa mematikan tv dan lampu sendiri (waktu itu saya masih berumur 4 tahunan), setelah siaran tv selesai, biasanya saya akan menangis sekencang-kencangnya agar orang rumah bangun :D
Berantem kecil-kecilan sih sering, namanya juga abang adik. Biasanya yang diributkan adalah perebutan peran dalam bermain perang-perangan. Saya tidak pernah diperbolehkan jadi cowboy, karena kata abang cuma Indian yang kulitnya hitam :( Walau begitu, abang sebenarnya sangat sayang dengan adiknya satu-satunya ini (waktu itu saya belum punya adik). Bekal sekolahnya sengaja tidak dihabiskan agar bisa saya makan saat saya main sekolah-sekolahan di rumah. Padahal kalau ketahuan pasti dimarahin ibu. Sementara kalau dihabiskan, saya pasti akan nangis guling-gulingan di bawah meja makan (kebiasaan buruk setiap keinginan saya tidak dituruti). Saat makan pun saya hanya mau makan bila disuapin abang. Adik yang aleman ckckckck -_-"

Di rumah kami hanya tinggal bertiga. Kalau abang sekolah, saya selalu ikut ibu ke kantornya. Di sana saya diberi kertas dan pensil untuk menggambar agar tidak mengganggu ibu bekerja. Biasanya saya menggambar di kolong meja ibu, supaya tidak ketahuan bos-nya :) Siangnya, kami menjemput abang di sekolah, lalu pulang ke rumah. Di rumah ibu segera shalat dan memasak untuk makan siang kami, lalu buru-buru kembali ke kantor, sementara abang dan saya tetap di rumah.

Pernah ada kejadian seru saat home alone (gak alone juga sih, kan berdua sama abang). Saat itu saya ingin memasukkan kepala saya ke kulkas (biasanya karena kepanasan atau sedang puasa), sekalian mengintip es krim yang kata ibu hanya boleh dimakan setelah makan malam. Kulkas itu agak rusak. Pintunya susah dibuka. Saya harus menempelkan satu kaki ke dinding dan satu kaki lainnya di lantai untuk menahan tubuh saya, lalu menarik pintunya sekuat tenaga. Hasilnya...... Gubraaaakk! Saya dengan sukses mendarat di lantai, sementara kulkas besar itu dengan santainya mendarat di atas tubuh saya (ˇ_ˇ'!l)

Abang tidak mungkin bisa mengangkat kulkas yang berat itu sendirian. Minta bantuan tetangga tidak mungkin, karena kami dilarang ibu untuk keluar rumah. Akhirnya kami berdua pasrah menunggu ibu pulang dari kantor. Mengisi waktu, abang duduk di dekat kepala saya sambil berusaha menghibur dengan mengajak mengobrol dan bernyanyi, bahkan menyuapi makanan dan minuman. Oiya, saya sama sekali tidak menangis loh. Kulkasnya memang berat, tapi tidak sakit kok tertimpa begitu. Hanya saat jatuhnya saja yang sakit. Setelah itu, biasa saja rasanya :)

Kejadian tertimpa kulkas dan harus berbaring di lantai dengan kulkas segede gaban di perut selama beberapa jam, bukan cuma sekali (sebenarnya ini kecelakaan atau hobi sih???). Mungkin itu juga yang akhirnya membuat ibu memutuskan untuk mempekerjakan ART. Setelah membuat pengumuman ke tetangga dan saudara, akhirnya di hari yang ditentukan, datanglah beberapa perempuan yang melamar pekerjaan itu ke rumah. Selesai diintrogasi, eh... diinterview ibu, mereka saya minta berbaris sambil menunjukkan kuku tangannya. Akhirnya, hanya 2 mbak berkuku terbersih yang saya "ijinkan" tinggal di rumah kami :D

Memiliki 2 ART dan kemudian ditambah dengan 1 supir, tidak membuat ibu saya tenang bekerja di kantor. Setiap siang, ibu tetap pulang untuk mengontrol keadaan kami. Ayahnya kemana? Pasti ada yang bertanya begitu. Ayah jarang pulang. Entah kemana. Kadang sekali seminggu pulang, kadang berminggu-minggu tidak pulang. Mungkin ini juga yang membuat ibu saya sangat protektif terhadap anak-anaknya. Pernah sekali waktu punggung telapak tangan saya tidak sengaja disetrika ART. Si mbak terlalu asyik mengobrol dengan temannya sampai tidak melihat tangan saya yang nangkring di meja setrikaan. ART itu kemudian langsung dipecat setelah habiiiiis diomelin ibu. Padahal, salah saya juga yang main dekat setrikaan :(

Pindah ke Jakarta ditengah tahun ajaran (saya mulai masuk di sekolah yang baru kelas 1 cawu 2), membuat saya susah bergaul. Teman-teman sudah memiliki kelompok sendiri sebelum saya datang. Merasa minder, saya malah jadi galak dan judes, supaya tidak diremehkan. Walau terkenal galak, saya diam saja bila ada yang mengejek. Tapi saya suka sok pahlawan kalau ada yang mengusik orang-orang terdekat saya atau pihak yang saya anggap lemah. Biasanya saya berantem karena membela teman perempuan yang diganggu teman lelaki. Berantem adu mulut sampai pukul-pukulan, dari berdiri di atas meja kelas sampai guling-gulingan di kolong meja, semuanya sudah sering saya lakukan. Nama saya selalu ada di black list milik kepala sekolah dari SD sampai SMA.

Bertahun-tahun setelah lulus, bahkan bila sekarang ke sekolah pun, masih ada saja guru yang mengingat Dini, si preman sekolah. Kebayang dong, reaksi teman dan guru yang sudah lama tidak bertemu ketika melihat keadaan saya sekarang yang sudah berhijaab? Dilihatin dari atas ke bawah berulang-ulang karena tidak percaya melihat perubahan saya. OMG, what was I thinking?! X_X

Memiliki sedikit teman, saya jadi lebih sering curhat ke buku harian. Sejak SD saya sudah hobi menulis. Pernah mengirim beberapa tulisan humor ke majalah Kawanku, dan dimuat! Bangganya setengah mati sewaktu membaca tulisan saya ada di majalah. Apalagi saat menerima pos weselnya. Tapi sayang, ibu tidak suka dengan hobi saya ini. Alih-alih menemani saya menguangkan wesel ke kantor pos, weselnya malah dirobek-robek lalu saya diberi uang sejumlah yang tertera di wesel tersebut. "Bikin malu orangtua! Uang segitu aja minta sama orang!" bentak ibu. Patah hati, saya sempat berhenti menulis beberapa tahun :(

Sewaktu saya kelas 4, ibu menikah lagi dengan teman sekantornya dan kemudian melahirkan anaknya yang ke 4, adik bungsu saya. Saya yang memang tidak dekat dengan ibu, tidak merasakan perbedaan yang berarti. Tidak ada rasa iri atau apa. Biasa saja. Tapi seingat saya, saya jadi semakin pendiam. Kalau dimarahin pun, saya tidak menjawab. Dituduh apapun, saya diam saja. Selain takut durhaka, juga karena merasa yakin tidak akan didengar makanya saya malas bicara. Sifat ini terbawa sampai sekarang. Saya selalu memilih diam daripada salah bicara.

Perpisahan orangtua, pindah sekolah dan beradaptasi dengan lingkungan baru dan dibesarkan oleh ibu yang sempat menjadi orangtua tunggal, membuat masa kecil saya tidak seindah masa kecil anak-anak lain seusia saya. Tapi justru pengalaman itulah yang membuat saya lebih dewasa dalam berpikir, dibandingkan teman-teman saya. Di saat mereka masih senang hura-hura menghabiskan uang orangtua, saya sudah belajar mencari uang sendiri dari membuat perpustakaan mini, jadi agen pembuatan label nama, menjadi private tutor, sampai ikutan kuis-kuis di radio dan tv. Uangnya kemudian saya tabung sebagian dalam US$ (dulu 1US$=Rp.2.500), setelah dikeluarkan zakatnya. Memiliki orangtua yang berpisah, justru membuat saya bertekad untuk membuktikan bahwa broken home product tidak selamanya rusak. Itu semua tergantung pada diri kita masing-masing.

------------------------------------


Okeeeey, segitu dulu ya ceritanya. Ini saja nulisnya sudah panas pipi saya saking malunya. Ternyata saya parah juga ya dulu? X_X Semoga Zu dan Za tidak meniru bundanya *berdoadengansungguh-sungguh*


Powered by Telkomsel BlackBerry®

4 comments:

Anonymous said...

what a story, i'll never let you walk alone... be stand by you.

with love

Idenya Dini said...

Thank you, hon *sloppykisses*

Anonymous said...

Wkwkwkwk.... Baru kali ini baca, anak kecil ketimpa kulkas! Hebatnya, gak nangis dan terjadi lbh dr sekali!

Din, dirimu dari kecil udah kayak Xena the Warrior Princess deeeh :p Waktu dulu lo pindah sekolah, kita-kita (anak cewek) kehilangan lo banget. Gak ada lg yg ngehajar anak-anak cowok yg suka gangguin itu. Biar galak, tp lo itu baik dan care banget! Ntar kalo ada reunian, datang ya. Pasti banyak yg kangen! ;)

Idenya Dini said...

Sapa nih? Pasti alumni 19 ;)

Sssstt! Diam-diam aj yaaa. Jangan bongkar rahasia masa lalu disini... Wkwkwk