Manohara oh Manohara

Belakangan ini, berita tentang model cantik Manohara menghiasi hampir semua media. Pengakuannya sebagai korban KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) yang dilakukan oleh suaminya, Pangeran dari salah satu kerajaan di Malaysia, benar-benar dramatis. Sebagian ada yang mencibir Manohara dan ibunya karena hal ini dianggap sebagai sensasi murahan. Tapi dukungan yang datang juga tidak sedikit.
Sebagai orang yang pernah mengalami hubungan possesive agressive yang cenderung abusive seperti ini, saya dapat memakluminya. Terlepas dari benar atau tidaknya kasus Manohara tersebut, tetapi memang benar, umumnya korban KDRT tidak dipercaya pengakuannya. Hal ini dikarenakan pelaku KDRT biasanya dikenal sebagai orang yang 'normal' oleh orang-orang di sekitarnya.
Dulu waktu saya masih SMA, saya pernah menjalin hubungan dengan seseorang yang sifatnya seperti saya sebutkan di atas. Di sekolah, dia dikenal sebagai orang yang ramah dan mudah bergaul dengan siapa saja. Tetapi belum ada sebulan pacaran, dia sudah berani menampar saya di hadapan beberapa teman. Anehnya, sehabis melakukannya, dia malah menangis minta maaf. Saya yang sudah terlanjur marah, waktu itu langsung memutuskan hubungan. Tapi dia tidak terima. Saya langsung lari masuk ke dalam rumah, sementara teman-teman saya menahannya di luar pagar, agar tidak bisa menyusul saya. Benar-benar seperti di sinetron! Karena dia yang terus menangis sambil teriak-teriak di luar rumah, akhirnya saya menemuinya. Setelah dia (tetap sambil menangis) minta maaf berulang-ulang dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi, akhirnya saya menerima dia kembali.
Saat itu, saya berpikir, dia hanya khilaf. Tapi ternyata, selama 8 tahun menjalin hubungan dengannya, sifat abusive-nya semakin menjadi-jadi. Salah satu bukti kegilaannya adalah dia pernah merobek-robek ijazah SMA-nya saat kami bertengkar hebat. Bodoh, pasti begitu anda mengganggap saya yang masih tetap mau mempertahankan hubungan itu selama 8 tahun. Tapi, seperti pada tulisan yang pernah saya posting sebelumnya, situasi dan kondisi saya saat itu membutuhkan seseorang untuk dijadikan pegangan. Perasaan tidak disayang dan diperdulikan oleh keluargalah yang membuat saya seperti itu. Jadi dia hanyalah orang yang salah di waktu yang tepat :'(
Ternyata, pasangan yang abusive tidak hanya merusak fisik, tapi juga mental. Dia membuat saya percaya, no one loves me like he did. Saya jadi sangat tergantung padanya. Apalagi sifatnya yang possesive agressive itu membuatnya ingin selalu mengawal saya ke mana pun saya pergi. Diperlakukan secara kasar terus-menerus, baik secara tindakan maupun ucapan, saat itu saya hanya berpikir, anything has a price. Mungkin inilah harga yang harus saya bayar untuk mendapatkan cinta dari seseorang. Kok nelangsa sekali ya, kedengarannya? Lha, bagaimana tidak? Terbiasa dibanding-bandingkan dengan saudara-saudara saya yang lain, membuat saya tumbuh menjadi anak yang minder.
Hubungan kami tidak disetujui oleh ibu saya. Tetapi semakin ditentang, justru saya semakin keukeuh untuk mempertahankannya. Walaupun setiap kali dia berbuat kasar pasti saya putuskan, tapi nantinya pasti saya terima lagi karena tidak tega melihatnya menangis menghiba-hiba minta maaf. Putus nyambung, putus nyambung... seperti lagunya BBB ;-P
Selesai kuliah, ibu cepat-cepat mengirim saya untuk melanjutkan kuliah lagi, dengan harapan agar saya putus dengan pacar saya itu. Singkat cerita, hubungan itu akhirnya kandas sesuai harapan ibu saya. Bukan karena long distance relationship, tapi karena dia melanggar janji yang dibuatnya sendiri sebelum saya berangkat. Waktu itu dia berjanji untuk tidak akan berbuat dan berkata kasar lagi. Berbulan-bulan dia berusaha menghubungi saya lewat surat maupun telpon. Tapi karena jarak yang sangat jauh, dengan mudah saya menghindar. Mungkin karena tidak langsung bertatap muka, saya tidak mudah jatuh kasihan padanya. Apalagi saat itu, teman yang menjadi tempat curhat saya disana, berhasil meyakinkan saya bahwa he's not worth it! Kalau masih pacaran saja sudah berani memukul, apalagi kalau sudah menikah?
Sampai sekarang, (entah bagaimana dan darimana dia tahu nomor hp saya) dia masih sering mengirimkan sms ke saya. Saat ulang tahun, lebaran, tahun baru, Ramadhan, bahkan 1 Muharram! Padahal, kami sudah sama-sama menikah dan memiliki anak. Tidak satu pun sms-nya yang saya balas, sejak saya tahu itu darinya (awalnya dia tidak penuliskan nama pengirimnya). Terus terang, pengalaman saya bersama dia selama 8 tahun itu meninggalkan trauma mendalam. Benar-benar bikin parno (paranoia)!
Dari pengalaman saya ini, pelajaran moral yang dapat dipetik adalah: pertama, bagi ibu-ibu yang memiliki anak perempuan, jagalah hubungan ibu-anak itu dengan baik, agar si anak selalu merasa keluargalah tempat yang paling aman dan nyaman baginya. Dengan begitu si anak tidak mencarinya ke tempat lain.
Kedua, bagi yang sedang memiliki pasangan yang abusive, jangan berharap terlalu banyak. Karena kemungkinan dia untuk mengulangi kekasarannya, sangat besar. Kalau pasangan anda tidak berubah dalam jangka waktu yang sudah anda tentukan sendiri, sebaiknya tinggalkan saja. He/she doesn't deserve you!
Yang terakhir, kalau ada orang di sekitar anda yang mengalami KDRT, yang terpenting adalah untuk tidak menghakiminya. Jadilah teman yang baik baginya, yang mau mendengarkan segala keluh kesahnya, hingga pada akhirnya teman anda itu cukup punya kekuatan untuk meninggalkan pasangannya yang abusive itu.

4 comments:

Anonymous said...

Akhirnya....datang juga posting berikutnya. Saya udah tunggu2. What a tragic story ya! But that's life...
Sepertinya, Mba orang yang "keras" juga ya. Tapi...beruntung punya hubby yang lembut. Do you think you are possesive agressive too?

If there is a woman love your husband (this is related to "Super Dad" also) and try to get your hubby's attention and you aware about this, what will you do, to your hubby and the woman?

Please share with me...if you don't mind. Your ideas...your opinion...I believe that it will help some people. Hopefully.

thanks,

Idenya Dini said...

sorry, lama baru bisa posting lagi... si abang lagi final test... bundanya jadi sibuk bikin soal buat latihannya di rumah :)

me? possesive agressive? yeah, right... :P

saya memang keras... keras kepala... baca deh, di posting2 sebelumnya...

if there's a woman who tries to get my hubby's attention.... yah, mau diapain? biarin aja kalee... itu kan hak dia... what will i do? hehehe... boleh tanya ke my hubby... saya tipe yg cemburuan atau gak... duh, kl saya begitu, ditambah dg bad temper saya.... rasanya hubby gak bakal betah di rumah ya?

seperti saya bilang, saya sudah mengalami rasanya menjadi produk broken home..... sekuat tenaga, saya akan lindungi anak2 saya merasakan apa yang pernah saya rasakan... tapi saya cuma manusia biasa, hanya bisa berupaya, berdoa dan pasrah... apapun cobaan yg datang, saya hanya bisa minta pertolongan Allah kan? apapun yg terjadi, pasti itulah yg terbaik. Allah selalu memberikan apa yang kita butuhkan, bukan yang kita inginkan...

Btw, why are you asking me this? are you interested in someone's hubby? sorry, i'm just wondering :P

Unknown said...

Thanks ya udah sempet2in comment di "comment" nya saya...

Si Abang beruntung banget punya Super Mom and Super Dad. Mudah2an Abang naik kelas dengan nilai yang memuaskan...

Interested in someone's hubby? Iya...pernah...dulu sebelum menikah. Awalnya kagum aja sih... Dia temen kantor, ngga keren , tapi smart dan religius. Keren tapi ngga smart, banyak...dan itu ngga bikin saya tertarik. Sempet deket...tapi Alhamdulillah keburu sadar, dia suami orang. Ngga ada yg bisa diharapkan dari suami orang. Yang ada kita (perempuan) yang rugi.

Sampai akhirnya saya menikah dengan suami (bukan suami orang) yang menurut saya lebih smart dengan plus2 lainnya : setia, dewasa, sangat mapan.

Sebenarnya ini lebih untuk antisipasi. Sebelum menikah, suami termasuk cowok yg digandrungi perempuan2 dikantornya. Malah bebarapa pejabat tertinggi kantornya saat itu pernah beberapa kali ngejodohin dia sama anak relasinya. Suami sih sejauh ini selalu terbuka. Dan bodohnya, sebelum menikah saya ini orang yg cemburuan dan emosian. Tapi itu dulu. Sekarang setelah 5 thn menikah, saya justru ngga pernah cemburu. Mungkin karena suami juga ngga pernah aneh2 ya...

Tapi namanya perempuan, boleh lah kalo sekedar antisipasi. Secara populasi perempuan didunia ini lebih banyak dari laki2, bukan begitu bukan? Yaaa...lebih utk antisipasi lah..

Mungkin satu hal lagi, saya tuh seneng punya temen baru. Apalagi Mba temen pertama saya di dunia (kata orang) maya. Hope you don't mind.

Thanks....

Idenya Dini said...

no, i don't mind at all :)

thank you for visiting my blog...

btw, have you read the links on this blog? please visit my side of story (www.erwin-noekman.tk)... when you have time... thx!