Sampai Allah Memisahkan

Di sebuah ruang tunggu pengobatan alternatif suatu pagi...

Sepasang manula saling bergandengan tangan berjalan memasuki ruangan. Si Istri kelihatannya terkena stroke, tangan kirinya terlihat lemas tidak dapat digerakkan. 'Pa, aku ingin ke kamar kecil', kata si istri. Sang suami pun sigap mengantarkan. Istrinya tersenyum menyiratkan rasa terima kasih, suaminya tersenyum menyiratkan janji 'aku akan menjagamu, selalu'.

For better and worse. Janji pernikahan yang bagi pasangan ini tidak sekedar kata-kata tapi benar-benar ditepati. Banyak pasangan justru berpisah saat sedang di puncak atau malah saat jatuh ke dasar.

Saat di puncak karir, manusia cenderung melupakan siapa-siapa yang berjasa menemaninya sepanjang tangga naik. Lupa bagaimana dulu hidup prihatin bersama membesarkan anak-anak. Saat rezeki melimpah, justru semua anggota keluarga sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Tak ingat lagi nikmatnya makan ngariung bersama di lantai beralas tikar dengan lauk sederhana.

Namun ada juga yang tetap bersama di saat jaya, begitu mengalami cobaan, justru berpisah. Tak kuat hidup susah, karena sudah terbiasa serba ada. Yang dianggap memberatkan kaki melangkah, diputus dan ditinggalkan.

Waktu masih PDKT (baca: pe-de-ka-te), memang pasangan terlihat selalu sempurna. Hanya dibutuhkan kesetiaan sedangkan semua kekurangan pasangan yang ada dimaklumi, tertutupi rasa cinta. Begitu memasuki pernikahan, dimulailah kehidupan yang sesungguhnya. Diperlukan banyak toleransi, pengertian dan sabar untuk membuat sebuah pernikahan berhasil.

Cobaan bisa bertambah berat dengan ada/tidaknya anak, karir yang naik atau justru PHK, dan sebagainya. Setiap tahun dari pernikahan itu adalah perjuangan, kata seseorang padaku. Perjuangan mengalahkan ego, memperbanyak sabar dan doa.

Akan sampaikah kita ke tangga 'sakinah mawaddah wa rahmah itu'? Akankah kita selalu bersama, saling menjaga, menghormati dan mencintai sampai Allah memisahkan kita?

Insya Allah...

No comments: