Katanya Emansipasi, Kok Minta Diistimewakan?

Bulan April. Topik yang paling banyak dibahas di bulan ini pastinya mengenai hari Kartini dan Emansipasi (untuk tahun ini, ditambah dengan topik PEMILU, tentunya). Raden Ajeng Kartini memang dikenal sebagai pahlawan nasional Indonesia yang memperjuangkan hak-hak wanita. Pada masanya, R.A. Kartini memperjuangkan persamaan hak bagi wanita dalam memperoleh pendidikan. Hal inilah yang kemudian mendorong terjadinya pergerakan emansipasi wanita Indonesia.
Tolong dikoreksi bila saya salah. Pengertian saya akan emansipasi atau persamaan hak itu adalah wanita dan pria memiliki hak yang sama/setara dalam hal-hal seperti memperoleh pendidikan, pekerjaan, termasuk juga berpolitik. Tetapi pada beberapa tahun belakangan ini, saya melihat tidak semua wanita mengartikan emansipasi sebagai persamaan hak dengan kaum pria. Sebagian kaum wanita justru menerapkan double standard (standar ganda) dalam hal ini. Disatu sisi mereka ingin haknya disetarakan dengan kaum pria, di sisi lain mereka ingin diistimewakan karena mereka WANITA.
Sebelum Anda protes, sebaiknya baca baik-baik bagian berikut ini. Pernah sekali waktu saya naik bis kota dengan seorang teman wanita saya. Bis itu penuh sesak, sehingga terpaksa berdiri sambil berpegangan pada ujung sandaran kursi yang kebetulan diduduki oleh dua orang pria. "Huh, sudah tahu ada perempuan berdiri, bukannya mempersilakan duduk malah pura-pura tidak melihat," omelnya.
Saya tidak mengerti mengapa teman saya itu sangat kesal tidak dipersilahkan duduk oleh 2 pria tersebut. Biasanya di angkutan umum, sering ditempelkan stiker himbauan agar penumpang mendahulukan manula, orang dengan cacat tubuh dan ibu yang membawa anak kecil untuk menempati tempat duduk. Jadi kalau dia seorang wanita yang masih muda dan sehat, seharusnya tidak termasuk dalam 3 kategori penumpang yang harus diprioritaskan, bukan?
Bagaimana dengan etika? Dua orang, pria dan wanita, dalam keadaan sama: lelah di siang hari yang panas di dalam bis kota yang padat dengan penumpang, tentunya mengharapkan hal yang sama: mendapat tempat duduk. Jadi kenapa harus salah satu mengalah? Karena dia pria dan yang satunya wanita? Lha, kan emansipasi?
Bersikap sopan dan tahu etika tentu sangat baik dilakukan. Tetapi kita kan juga tidak bisa menyalahkan seorang pria yang sedang kelelahan dan kepanasan untuk duduk dibangku bis kota yang penuh sesak itu. Darimana tahunya pria itu kelelahan dan kepanasan? demikian Anda menggugat. Sama dengan pria itu, dia juga tidak tahu kalau wanita yang berdiri di samping kursinya itu juga berada dalam kondisi yang sama dengannya, kan?
Lady parking (tempat parkir wanita). Hal ini yang belakangan mulai banyak ditemukan di sejumlah tempat umum, seperti mal-mal dan kantor-kantor. Tujuannya agar para wanita dapat lebih mudah mendapat tempat parkir. Terus terang, saya kok merasa lady parking ini justru seolah-olah menjadi justifikasi (pembenaran) bagi pendapat orang yang mengatakan kaum wanita kurang pandai berkendara. Memangnya kalau wanita, berarti kami tidak bisa parkir dengan mudah seperti kaum pria?
Terakhir, mengenai kuota untuk wanita yang ingin berpolitik di senayan. Mengapa harus ada kuota? Kalau seorang wanita memang dianggap pantas untuk memimpin karena kualitas dirinya, dia kan tidak perlu kuota untuk membuktikan dirinya? Nanti yang ada, karena alasan untuk memenuhi kuota, mereka yang sebenarnya belum pantas terpilih, jadi bisa terpilih.
Jadi kesimpulannya, emansipasi itu sama atau tidak artinya dengan diistimewakan/diprioritaskan? Tentu tidak! Dengan adanya emansipasi, wanita justru seharusnya lebih percaya diri untuk berkompetisi dengan pria. Wanita diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang memiliki kemampuan multi-tasking (berperan ganda). Dengan kemampuan itulah, selama tidak melupakan kodratnya, wanita dapat lebih berhasil dari pria, tanpa merasa harus selalu diistimewakan/diprioritaskan. Setuju?

No comments: