Saya tidak tahu jawabannya. Dan bukan itu yang mau saya bahas di sini. Kali ini, saya mau bercerita tentang ayah. Kalau anda pembaca setia blog ini, tentunya tidak pernah menemukan bahasan tentang ayah saya di sini.
Kehilangan kontak dengan ayah kandung sejak orangtua saya bercerai dan ibu memutuskan untuk pindah ke luar pulau dengan membawa anak-anaknya, membuat ingatan saya tentang sosok ayah, sangat samar. Dulu waktu kecil, saya sering menangis diam-diam setiap melihat ada teman yang dijemput ayahnya di sekolah atau saat mendengar lagu "Ayah".
Kemudian ibu menikah lagi, dan suaminya yang sekarang ini, bagi saya he's more father to me than my biological father. Bagaimana tidak? Hanya 5 tahun saya sempat kenal ayah kandung saya. Tapi saya mengenal papa tiri saya sudah lebih dari 25 tahun.
Bagi saya, Papa itu seperti Mc Gyver. Terampil membuat dan membetulkan bermacam-macam barang. Barang yang paling sering dibikinkan buat saya adalah radio dalam kotak sabun. Hobinya naik moge dan mengkoleksi kendaraan tua sejenis Land Rover dan jip tua jaman perang. Senang sekali kalau saya diajak naik mobil jip perangnya yang tanpa atap itu. Walaupun resikonya masuk angin :D
Karena sesuatu alasan, hubungan kami tidak pernah bisa terlalu dekat. Mungkin karena saya kenal beliau saat sudah mulai besar. Jadi ada sedikit rasa canggung kalau ingin bermanja-manja layaknya seperti anak dengan ayahnya. Tapi tidak dapat dipungkiri, sebagian besar hidup saya diisi dengan kehadirannya. Dari SD sampai saya menikah dan sekarang punya 3 anak pun, selalu ada papa di setiap tahapan kehidupan saya.
Ada satu hal yang paling saya ingat dari papa. Kalau ibu sedang mengomeli saya dalam perjalanan di mobil, papa sering membuat mimik lucu dari kaca spion untuk menghibur saya. Biasanya cara itu berhasil membuat saya menghapus air mata dan tersenyum lagi.