Jangan Golput

Besok pilkada. Sudah tahu mau milih yang mana? Jangan sampai salah pilih. Nanti menyesal bertahun-tahun.

Bagi saya, pemimpin yang baik itu akhlaknya harus baik dan bisa menjadi contoh bagi yang dipimpinnya.

Tidak cukup pemimpin yang bisa kerja saja. Tapi juga yang bisa memberikan rasa nyaman.

Aah gak apa-apa mulutnya kasar tapi hanya kepada mereka yang (menurutnya) melakukan kesalahan. Yang penting (katanya) jujur dan program kerjanya bagus.

Yakiiiin?

Coba deh tanya diri sendiri, apa anda mau punya anak yang juara kelas tapi mulutnya kasar suka memaki?

Sebagai orangtua, saya tidak mau kalau 3pzh sampai bermulut kasar, untuk alasan apapun, kepada siapa pun. Apalah artinya prestasi di sekolah kalau tidak tahu sopan santun?

Atau mungkin anak seperti itu (berprestasi tapi tidak berakhlak) yang anda inginkan? Seperti halnya pemimpin seperti itu (bisa kerja tapi bermulut kasar) yang anda pilih?

Pemimpin itu harus adil dan bijaksana. Bukan sekedar bisa bangun ini itu. Untuk apa sebuah kota jadi terlihat maju pembangunannya, tapi yang dapat menikmatinya hanya sebagian kecil  dari seluruh penghuninya. Sementara sebagian besar (rakyat kecil) adalah "korban-korban" yang tersingkir.

Aduh, jadi bingung. Golput ajalah.

Eits, jangan golput dong. Setiap suara yang kita berikan itu berharga loh dalam menentukan masa depan kota Jakarta.

Tapi semua paslon ada kekurangannya.

Memang tidak mungkin ada yang sempurna. Setidaknya, pilihlah yang paling sedikit mudharat-nya. Dan bagi anda yang muslim, sudah diatur di Al Qur'an bahwa bagi mereka yang beriman WAJIB memilih pemimpin muslim.

Kalau janji-janji paslon selama kampanye bisa anda percaya, kenapa janji Allah tidak anda percaya?

QS. Al Maidah 51:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim

فَتَرَى ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ يُسَٰرِعُونَ فِيهِمۡ يَقُولُونَ نَخۡشَىٰٓ أَن تُصِيبَنَا دَآئِرَةٞۚ فَعَسَى ٱللَّهُ أَن يَأۡتِيَ بِٱلۡفَتۡحِ أَوۡ أَمۡرٖ مِّنۡ عِندِهِۦ فَيُصۡبِحُواْ عَلَىٰ مَآ أَسَرُّواْ فِيٓ أَنفُسِهِمۡ نَٰدِمِينَ ٥٢


Dan bagi yang mengatakan memilih pemimpin berdasarkan kepercayaan yang dianutnya itu melanggar konstitusi, sebaiknya banyak baca sebelum bicara.

Dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 29 ayat 2 (yang tak mengalami perubahan) jelas menyebutkan: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk utk memeluk Agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.

Kalau mulutnya kasar, tidak pro rakyat kecil, suka SARA dengan membawa-bawa agama orang lain, dan sering melanggar Undang-Undang, apa masih pantas dipilih jadi pemimpin?

Sekarang sudah tahu kan mau pilih yang mana ? 😉


Baca juga:

https://m.facebook.com/photo.php?fbid=10155124716199739

https://chirpstory.com/li/347034

[Resep] Ketan Srikaya

Hari ini 14 Februari 2017, tepat 2 tahun Ibu saya berpulang.

Tadi ada pertanyaan si kakak zu yang membuat saya terharu. "Bunda masih suka kangen gak sih sama Ompung Ibu?"

Saya menarik nafas sebelum menjawabnya, mencoba menjawab dengan suara sedatar mungkin. "Semasa Ompung masih hidup pun bunda suka kangen, Kak. Apalagi sekarang."

"Kalau masih hidup kan bisa ketemu kapan aja, bun" kilahnya.

"Dalam kasus bunda, beda kak. Kakak kan tahu gimana Ompung," jawab saya tanpa ingin membahas lebih detail.

Tapi sepertinya zu sudah mengerti. Karena dia juga sering menemani saya setiap kali berkunjung ke rumah Ompung Ibunya.

Sampai sekarang, semua hal yang mengingatkan saya pada beliau, sering membuat rasa rindu itu semakin membuncah. Bahkan saya masih sering memimpikan beliau.

Salah satu kenangan tak terlupakan adalah kesukaannya akan kue Ketan Srikaya khas Medan. Setiap kali saya akan ke rumah sakit untuk menemani beliau yang sedang opname, selalu diminta membelikan kue ini di penjual langganan yang mangkal di pinggir jalan Pemuda (depan GO).

Baru beberapa bulan belakangan ini saya mencoba membuatnya sendiri. Ternyata tidak sulit. Bahannya juga mudah dicari. Walau bentuknya tidak secantik yang dijual, tapi rasanya sama enaknya.

Ini dia resepnya. Dicoba yuk!


Resep Ketan Srikaya


*Bahan ketan:

200 gr ketan putih
150-200 ml santan
1 sdt garam 


*Bahan srikaya:

140 gr gula pasir
3 btr telur
1 sdm maizena
40 gr tepung terigu
330 ml santan kental
1/4 sdt garam
1 sdt pewarna hijau


Cara membuatnya:

1. Rendam ketan kurang lebih 2 jam dengan air bersih. Lalu cuci bersih

2. Kukus ketan 15-20 menit hingga matang

3. Pindahkan ketan ke dalam wadah beri garam dan santan, aduk rata. Kukus kembali 15 menit hingga matang

4. Setelah matang pindahkan ke dalam pinggan tahan panas atau loyang, tekan- tekan sambil diratakan

5. Campur jadi satu bahan srikaya, aduk lalu saring. Masak diatas api kecil hingga mengental sambil terus diaduk

6. Tuang srikaya diatas lapisan ketan

7. Kukus selama 15-20 menit dengan tutup steamer diberi kain agar uap tidak menetes ke kue

8. Setelah matang, potong dengan pisau yg sudah diberi minyak agar tidak lengket


Kalau saja saya tahu dari dulu ternyata semudah ini membuat kue kesukaan si Ompung.... Aaah seandainya...

Really miss you, Ma 💕

Sumbangan Untuk Sekolah

Bagi orangtua yang memasukkan anaknya ke sekolah negeri, umumnya mengira semua biaya pendidikan akan gratis. Kan katanya pemerintah yang akan membiayai semuanya. Bahkan di DKI Jakarta, siswa tidak mampu juga mendapat bantuan melalui program KJP (Kartu Jakarta Pintar) yang bisa dipakai untuk membeli peralatan sekolah.

Betul gratis, alias tidak ada pungutan dari pihak sekolah. Tapi... ada tapinya nih. Tapi di beberapa sekolah, orangtua tetap diharapkan untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang diadakan sekolah.

Kan ada dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dari pemerintah? Banyak yang tidak tahu bahwa dana BOS itu tidak turun setiap saat dibutuhkan.

Masih ingat kasus beberapa sekolah yang jaringan listriknya diputus PLN karena telah menunggak beberapa bulan? Kebayang gak rasanya belajar di ruang yang panas dan gelap?

Belum lagi lab bahasa dan komputer yang tidak berfungsi karena tidak adanya aliran listrik. Pastinya sangat mengganggu proses belajar mengajar kan?

Padahal dana BOS itu salah satunya untuk membiayai pemakaian listrik di sekolah loh. Tapi karena dananya tidak turun saat ada tagihan, maka harus ada dana talangan. Darimana dana talangan itu kalau bukan dari sumbangan orangtua murid?

Bisa juga sih dari CSR (Corporate Social Responsibility) atau sponsor. Tapi kan dana-dana itu juga tidak langsung turun. Hari ini proposal diberikan ke pihak sponsor, bisa sebulan atau 2 bulanan lagi baru dananya tersedia.

Belum lagi untuk kebutuhan lain seperti tenaga honorer (biasanya Office Boy dan satpam sekolah) yang tidak termasuk dalam penyaluran dana BOS karena mereka bukan PNS (Pegawai Negeri Sipil).

Kalau tidak mau ada sumbangan, bisa saja murid-murid di sekolah itu bergiliran piket untuk menjaga kebersihan sekolah termasuk kebersihan kelas, kamar mandi dan lingkungan sekolah. Atau bisa juga orangtuanya bergiliran siskamling di sekolah. Gimana, kira-kira pada mau gak ya? I doubt it 😝

Selama Komite Sekolah bisa amanah dengan sumbangan yang dititipkan orangtua dan laporannya auditable, anak-anak kita juga yang nanti merasakan manfaatnya. Untuk itu, semua orangtua murid harus ikut berpartisipasi, tidak hanya dalam menyumbang tapi juga kemana sumbangan tersebut disalurkan. Makanya, kalau ada undangan rapat Komite Sekolah, jangan sampai tidak datang.

Menghabiskan waktu 1-3 jam di sekolah anak kita dengan mengikuti rapat tersebut dapat menjawab hampir semua pertanyaan kita tentang sumbangan di sekolah.  Jangan sampai tidak pernah ikut rapat, tahu-tahu lapor ke SuDin Pendidikan bahwa ada pungutan di sekolah.

Sebelum menuduh adanya pungli (pungutan liar) di sekolah, pahami dulu perbedaan antara pungutan dan sumbangan. Jangan asal tuduh, nanti jadi fitnah.

Pungutan itu besaran dan waktunya ditentukan dan sifatnya wajib serta mengikat. Sebaliknya, sumbangan tidak ditentukan besaran dan waktunya, selain itu sifatnya pun sukarela.

Mengutip dari artikel di sebuah media online, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, "BOS itu prinsipnya bantuan untuk sekolah agar dapat menyelenggarakan pelayanan minimal. Kalau sekolah ingin maju, tidak mungkin hanya mengandalkan dana BOS."

Jadi memang tidak mungkin cukup kalau hanya mengandalkan dana BOS. Perlu adanya partisipasi dari orangtua siswa.

Menurut saya, yang penting sumbangan itu tidak dikelola oleh pihak sekolah, melainkan oleh Komite Sekolah. Jadi siapa menyumbang berapa, pihak sekolah tidak perlu tahu.

Jangan sampai pemberian sumbangan yang diberikan orangtua mempengaruhi nilai anak di sekolah. Kan lebih baik prestasi anak-anak murni karena kemampuan dirinya bukan karena berapa sumbangan dari orangtuanya 💪

Untuk itu perlu adanya rekening bank khusus, yang bukan atas nama pribadi tapi atas nama sekolah, untuk menampung sumbangan tersebut. Orangtua yang menyumbang diharapkan mengkonfirmasi sumbangannya kepada pihak Komite Sekolah melalui WOTK (Wakil OrangTua di Kelas). Selama semua pihak yang terkait tertib administrasi dan transparan, insya Allah segala bentuk penyimpangan dana dapat dihindari.

Dengan semangat gotong royong, kita semua; pihak sekolah, orangtua dan siswa pasti dapat memajukan sekolah bersama-sama. Siapa sih yang tidak mau anaknya diterima di sekolah yang berprestasi baik? Pastinya merasa bangga dan bersyukur sekali. Tetapi semua prestasi itu hanya dapat dicapai bila kita semua bekerja sama.

Gimana, masih keberatan dengan adanya sumbangan untuk sekolah? Kalau masih bisa liburan, belanja di mal tiap weekend atau gonta-ganti hp tiap tahun, masa sih menyumbang untuk kepentingan sekolah anak-anak kita tidak mau?

Sumbangan loh, BUKAN pungutan. Masa masih keberatan juga? Tidak malu di subsidi sama orangtua murid yang lain? 😉

Baca juga:

http://m.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/17/01/19/ok0utl354-sekolah-tarik-spp-mendikbud-sejak-dulu-memang-enggak-gratis

http://ombudsman.go.id/index.php/berita/berita/artikel/1801-dimensi-hukum-pungutan-sekolah.html

https://m.tempo.co/read/news/2017/01/12/079835302/menteri-muhadjir-sekolah-boleh-himpun-dana-dari-masyarakat